“Secara umum, rata-rata resiliensi orang Indonesia itu tergolong rendah. Mereka cenderung tidak tahan terhadap tekanan atau rasa sakit serta cenderung pesimis melihat masa depan ketika mengalami situasi yang menekan dan membuat mereka terpukul,” ujar Dr. Bagus Takwin, M.Hum (Ketua Laboratorium Cognition, Affect, & Well-Being Fakultas Psikologi UI) sebagai peneliti utama dalam tim ini sekaligus presenter yang membawakan hasil riset pada webinar bertajuk “Resiliensi di Masa Pandemi: Studi tentang Resiliensi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Mental pada Orang Indonesia”. Webinar dilaksanakan secara daring yang dihadiri 614 peserta melalui platform zoom pada Sabtu (10/7).
Sebenarnya, resiliensi ini dapat dibangun melalui apa yang disebut dengan ”afek positif”, yaitu pengalaman positif yang dialami seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain, atau ketika berhasil mengatasi tantangan hidup. “Contoh, ketika seseorang berhasil menyelesaikan sesi olahraga yang berat, ini memberikan afek positif. Ada emosi positif yang terjadi di dalam diri ketika berhasil menyelesaikan satu tantangan dalam hidup,” ujarnya.
Jika dikaitkan dengan kondisi pandemi, bila situasi sulit ini terus terjadi dalam waktu lama, maka kondisi resiliensi yang rendah ini dapat menyebabkan gangguan mental meningkat di masyarakat seperti sulit berkonsentrasi, tidak merasa puas dengan apa yang dijalani, sulit mengambil keputusan serta sulit menyelesaikan masalah.
Menanggapi hal ini, Turro S. Wongkaren, Ph.D (Kepala Lembaga Demografi UI), sebagai salah satu penanggap menyatakan bahwa resiliensi itu terdiri dari dua unsur, yaitu daya lenting dan fleksibilitas. Menariknya, masyarakat Indonesia itu tidak mempunyai daya lenting (bounce back) yang baik terhadap masa depan, cenderung puas dengan status quo namun mempunyai daya fleksibilitas (daya tahan) yang tinggi terhadap penderitaan.
Sedangkan penanggap lain, Dr. S.R. Pudjiati, M.Si, Psikologi (Dosen F.Psi UI) menyampaikan bahwa untuk membangun resiliensi ini seseorang dapat diajak untuk mengenal aspek karakteristik internal dan eskternal dirinya. Seseorang harus mengenal kekurangan dan kelebihannya (who am i?), lalu mengenal kualitas hubungannya dengan orang lain (what i have?), sehingga lalu seseorang dapat mengenali kapasitasnya dirinya secara realisitik (what i can do?). Hal ini adalah cara-cara sederhana yang dapat dilakukan semua orang untuk membangun resiliensi.
Tim riset ini terdiri dari Rocky A. C. Hatibie, S.Psi, Psikolog, selaku ketua tim, dengan Dr. Bagus Takwin, S.Psi., M.Hum., Psikolog, dan Dr. Dyah Triarini Indirasari, S.Psi., M.A., Psikolog, selaku peneliti utama, serta beranggotakan Tommy Hariman Siddiq, S.Psi., M.M., Psikolog, Linawaty Mustopoh, S.Psi., Psikolog, dan Isdar Andre Marwan, S.Psi., Psikolog. Riset ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keadaan dan faktor-faktor pembentuk resiliensi serta merekomendasikan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan resiliensi, kesehatan mental, dan kebahagiaan masyarakat Indonesia di tengah pandemi.
“Harapan kami, hasil penelitian ini dapat menjadi suatu bahan intervensi dari berbagai stakeholder guna meningkatkan ketangguhan kita sebagai bangsa. Ini merupakan salah satu upaya dunia pendidikan. Dalam hal ini, Fakultas Psikologi UI siap membantu usaha intervensi tersebut, yang juga merupakan bagian dari layanan Fakultas Psikologi UI kepada masyarakat,” ujar Dekan Fakultas Psikologi UI, Dr. Tjut Rifameutia Umar Ali, M.A.
Webinar ini merupakan bagian dari rangkaian Webinar Resiliensi Dies Natalis ke-61 F.Psi UI “Resiliensi Untuk Negeri” yang akan dilaksanakan pada tanggal 10, 17, 31 Juli, dan 14 Agustus 2021. Tema-tema lain yang diketengahkan dalam rangkaian seminar ini diantaranya adalah “Membangun Manusia Indonesia yang Resilien”, dan “Menjaga Imunitas Tubuh Saat Ini Menjadi Kunci dalam Menghadapi Pandemi” yang dipaparkan oleh narasumber yang berasal dari para alumni alumni FPsi UI angkatan tahun 1989, 1990, dan 1991.