id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Juru Bicara Presiden RI Raih Gelar Doktor Ilmu Komunikasi FISIP UI Dengan Predikat Sangat Memuaskan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (FISIP UI) mengadakan sidang terbuka Promosi Doktor Ilmu Komunikasi dengan promovendus atas nama M. Fajrul Rahman, dan menetapkannya sebagai doktor ke-119 di Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi jenjang doktoral. Fajrul menyampaikan penelitian disertasi dengan judul, “Distingsi Pemilih di Indonesia (Studi Interpretative Phenomenological Analysis Habitus Kelas dan Perilaku Memilih dengan Pendekatan Strukturalisme Genetik Pierre Bourdieu)”.

Sidang promosi doktor ini diketuai oleh Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc. (Dekan FISIP UI), dengan promotor Prof. Dr. Ilya R. Sunarwinadi, M. Si. dan ko-promotor Dr. Pinckey Triputra, M. Sc. Penguji dalam sidang ini adalah Prof. Dr. Alois Agus Nugroho, Ph.D.; Prof. Effendi Gazali, MPS ID., Ph.D.; Sirojuddin Abbas, Ph.D.; Prof. Dr. Billy K. Sarwono, M.A.; Dr. Eriyanto, M.Si.; dan Inaya Rakhmani, M.A., Ph.D. Fajrul menjalani sidang terbuka secara daring pada Rabu (21/4), dan berhasil dinyatakan lulus dengan predikat Sangat Memuaskan.

 

Disertasi Fajrul adalah penelitian komunikasi politik khususnya perilaku memilih (voting behavior) yang bertujuan menemukan bagaimana pemilih berdasarkan distingsi (distinction) kelas sosial dan habitus kelas sosial tertentu, melakukan pemrosesan informasi untuk memproduksi opini politik dan pilihan politik pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pada 17 April 2019. Kelas sosial, distingsi kelas sosial, dan habitus kelas sosial pemilih dalam formasi sosial masyarakat kontemporer Indonesia (historical situatedness) tersebut, dianalisis memakai model kelas sosial baru berdasarkan pendekatan strukturalisme genetik Pierre Bourdieu.

Metode yang digunakan adalah convergent parallel mixed method, pendekatan kuantitatif dengan analisis kluster digunakan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan kelas-kelas sosial di Indonesia, sedangkan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dengan para informan kunci digunakan untuk mendapatkan pemahaman tentang habitus kelas dan modus produksi opini politik masing-masing kelas sosial dengan menggunakan the modes of production of opinion Bourdieu.

Fajrul, yang juga Staf Khusus Presiden Republik Indonesia Joko Widodo di bidang komunikasi sekaligus Juru Bicara Presiden tersebut, melalui analisis kuantitatif dan kualitatif dengan interpretative phenomenological analysis berhasil mengidentifikasi empat kelas sosial di Indonesia lengkap dengan habitus kelas masing-masing, yakni kelas elite, kelas menengah profesional, kelas menengah tradisional, dan kelas marhaen.

Tiap-tiap kelas sosial memiliki jumlah dan portofolio kapital ekonomi, kapital budaya, dan kapital sosial yang berbeda, serta habitus kelas dan kapital simbolik yang berbeda pula dan memiliki modus produksi opini politik yang juga menunjukkan perbedaan (distinction) signifikan pada masing-masing kelas sosial. Perbedaan modus produksi opini politik berhubungan langsung dengan perbedaan habitus kelas masing-masing kelas sosial.

Penelitian Fajrul ini juga menunjukkan bahwa modus produksi opini politik dan pilihan politik tersebut terkondisikan oleh arena sosial (social field). Kelas elite dan kelas menengah profesional mengalami modus produksi opini dan pilihan politik berdasarkan etos kelas dan prinsip politik atau produksi orang-pertama (first person production), di mana opini dan pilihan politik pemilih dari kelas ini berdasarkan kesadaran diskursif dan pengetahuan kritis-kognitif.

Sementara kelas menengah tradisional dan kelas marhaen mengalami modus produksi opini dan pilihan politik berdasarkan production by proxy, di mana opini dan pilihan politik pemilih dari kelas ini berdasarkan kesadaran nondiskursif dan nonkritis, rentan terhadap doxa (realitas dunia yang dirumuskan pihak dominan), serta propaganda dan kekerasan simbolik.

Dalam penelitian ini, Fajrul juga menemukan bahwa habitus kelas merupakan mediator dari modus produksi opini dan pilihan politik para pemilih pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pada 17 April 2019. Habitus kelas elite: visioner, rasional, outward looking, etos pengusaha, dan profesional yang penuh passion dan resilience; habitus kelas menengah profesional: rasional, berkembang ke arah kemajuan pendidikan dan profesionalisme serta pro-perubahan sosial dan meritokrasi; sedangkan habitus kelas menengah tradisional: konservatisme nilai dan kecemasan dalam kepemilikan kapital serta kehidupan sosial; terakhir habitus kelas marhaen: subsistensi, ketidakpedulian sosial, serta keputusasaan hampir total di semua bidang kehidupan.

Secara singkat Fajrul menyebut penemuannya sebagai Janus Theory, di mana individu pemilih memproses informasi dimediasi habitus yang merupakan sejarah kehidupannya namun tetap dapat menavigasi strategi (strategizing) produksi opini politik dan pilihan politik dalam arena komunikasi politik. Selain itu, dalam temuan kualitatif terhadap informan kunci penelitian, berdasarkan distingsi kelas sosial dan habitus kelas sosial masing-masing, Fajrul menemukan bahwa para pemilih pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pada 17 April 2019 pada dasarnya sudah menentukan pilihan politik mereka masing-masing bahkan sebelum pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pada 17 April 2019 itu berlangsung. Jika meminjam konsep Lazarfeld et al dari Columbia School, para pemilih tersebut adalah deciders (sudah memilih dengan keputusan tetap).

“Bisakah kelas sosial dan habitus kelas sosial berubah? Bisa! Konsep habitus yang menyatakan bahwa individu adalah produk sosial melalui dialektika struktur mental dan struktur sosial atau dialektika internalisasi eksternalitas (structured structure) dan eksternalisasi internalitas (structuring structure) memberikan peluang untuk perubahan sosial,” ujar Fajrul.

Lebih lanjut ia memaparkan cara kelas sosial dan habitus kelas sosial berubah, yaitu merombak struktur sosial, merombak kepemilikan kapital ekonomi, kapital sosial dan kapital budaya melalui strategi transformasi struktural terukur dan progresif.  Perombakan kelas sosial yang ada melalui strategi transformasi struktural terukur dan progresif tersebut akan melahirkan agen sosial dengan habitus berbeda. Pemilih baru dengan disposisi habitus baru diharapkan menjadi pemilih yang mampu mendemokratisasikan demokrasi sesuai agenda Reformasi Mei 1998. Peran komunikasi politik khususnya dan ilmu komunikasi umumnya tentu berkembang menjadi kekuatan perubahan sosial substantif dan demokratis di Indonesia.

Related Posts