Pengetahuan mengenai psikologi dalam dunia pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi para pendidik. Setiap peserta didik memiliki latar belakang dan karakteristik yang berbeda-beda sehingga pendidik dituntut untuk mampu merancang dan mengakomodasi perbedaan yang ada dalam ruang kelas.
Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan webinar Research Day Series ke-5 dengan tema “Keberbedaan dalam Proses Belajar” guna memberikan pemahaman bagi sivitas akademika mengenai riset dan penelitian yang dibawakan oleh Kelompok Riset Teacher and Student Effectiveness Fakultas Psikologi UI pada, Rabu (15/6).

Prof. Dr. Frieda Maryam Mangunsong Siahaan, M.Ed, Psikolog., sebagai narasumber pertama dalam acara ini menyampaikan materi terkait dengan program pembelajaran individual untuk pendidik anak dengan kebutuhan khusus non fisik. Lahirnya program ini dilatarbelakangi fakta bahwa begitu banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang juga memiliki hak untuk masuk sekolah.
“Pendidikan inklusif di Indonesia baru dimulai tahun 2004. Terhitung sudah 18 tahun sejak didirikannya sekolah inklusif, namun Indonesia masih tetap kewalahan terkait bagaimana cara menyelenggarakan pendidikan inklusif,” ujar Prof. Frieda yang juga merupakan salah satu dosen di Fakultas Psikologi UI.
Lebih lanjut ia menjelaskan, terdapat beberapa hal yang menjadi tantangan seperti jenjang pendidikan, jenis kebutuhan khusus, maupun wilayah daerahnya. Untuk keberhasilan penyelenggaraaan pendidikan inklusif, perlu adanya pemahaman terkait konsep inklusivitas dan implementasinya.
“Seperti: apa saja syaratnya, apa yang perlu disiapkan, bagaimana prosesnya mulai dari seleksi hingga proses belajar, sistem pendidikan (regulasi), maupun evaluasi dan output yang diharapkan. Guru dan sistem dukungan sosial menjadi garda terdepan dalam pendidikan inklusif. Orang tua menjadi dukungan sosial bagi anak, penerimaan orang tua (acceptance) terhadap keadaan anak menjadi salah kunci keberhasilan anak di masa yang akan datang,” kata Prof Frieda.
Tidak hanya proses belajar pada anak berkebutuhan khusus, pada kesempatan yang sama dipaparkan juga materi terkait dengan proses belajar pada anak usia dini. Shahnaz Safitri, M.Psi, Psikolog., sebagai narasumber kedua memaparkan materi dengan judul “Pelatihan Pengembangan Sikap Kreatif pada Guru Anak Usia Dini”.
Shahnaz menyampaikan pentingnya creative teaching bagi seorang pendidik terutama pada guru anak usia dini. Terdapat beberapa hal yang menjadikan creative teaching sebagai topik yang penting, di antaranya adalah World Economic Forum yang menyoroti kreativitas sebagai keterampilan esensial di abad 21. Namun, data dari Global Creativity Index (CGI) tahun 2015 menunjukkan siswa Indonesia menduduki peringkat 115 dari 139 negara.

“Hal ini bukan berarti seluruh siswa di Indonesia tidak kreatif, namun performa siswa Indonesia dalam kreativitas tergolong masih bawah dibandingkan negara lain. Kreativitas juga sangat penting bagi guru karena sudah diatur dalam Permendiknas No. 16/2007 tentang standar kompetensi guru ialah membangun atmosfer belajar yang kreatif. Hal ini menunjukkan bahwa merangsang siswa untuk lebih kreatif merupakan bagian dari tugas guru,” ujar Shahnaz yang juga merupakan dosen di Fakultas Psikologi UI.
Sebagai diketahui bersama, lingkungan rumah dari masing-masing peserta didik sangat beragam. Maka, diharapkan sekolah mampu memberikan simulasi kreatif bagi para siswa. Beberapa isu terkait kreativitas dalam konteks pendidikan yaitu, pertama adalah guru cenderung tidak mendukung unjuk kreatif siswa, khususnya jika siswa berperilaku berbeda dari harapan. Kedua, siswa kreatif dipandang nakal (misbehavior). “Terakhir, guru memandang kreativitas pengajaran sebagai hal yang “ekstra” untuk dilakukan atau dalam kata lain membutuhkan tenaga lebih,” kata Shahnaz.
Penulis: Humas Psikologi| Editor: Maudisha AR