Belum lama ini, Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) mengusulkan kenaikan biaya jemaah haji tahun 2023 sebesar Rp 69 juta yang dibebankan kepada jemaah. Usulan tersebut menyita banyak perhatian masyarakat lantaran usulan kenaikan biaya hampir dua kali lipat dari tahun lalu. Dalam menanggapi usulan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) 2023 ini, Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan Haji Umrah News.com menyelenggarakan PEBS Webinar Series untuk menelisik usulan tersebut apakah wajar dan berkeadilan.
Dalam sambutan pembukaannya, Dekan FEB UI Teguh Dartanto, Ph.D., menyampaikan, PEBS merupakan salah satu unit di FEB UI yang berfokus dalam training, research, dan konsultasi terkait dengan isu-isu ekonomi dan bisnis syariah. “Ini adalah bagian dari tanggung jawab kami sebagai institusi pendidikan agar terus berkontribusi kepada masyarakat,” ujar Teguh, pada Jumat (27/1).
Sebagai salah satu narasumber dalam webinar ini, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Prof. Hilman Latief, Ph.D., mengatakan bahwa Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag RI turut andil dalam beberapa hal terkait isu kenaikan biaya haji. Pertama, biaya haji bersifat sangat dinamis karena menyesuaikan dengan kondisi makroekonomi yang sedang tidak stabil. Kedua, terkait penurunan biaya layanan 30 persen untuk jamaah domestik oleh Arab Saudi. Ia menegaskan, penurunan ini bukan berasal dari layanan keseluruhan, melainkan hanya layanan empat hari selama di Arafah, Mina, dan Muzdalifah.
Selanjutnya, Prof. Hilman mengatakan, pemerintah terus berusaha untuk menyusun sebuah desain pengelolaan keuangan haji yang wajar, sehat, dan berkelanjutan serta resilien terhadap kondisi ketidakpastian global. Selain itu, seluruh pemangku kebijakan perlu mencari alokasi pembebanan biaya haji yang proporsional untuk jamaah dan pemerintah dengan mempertimbangkan kondisi yang ada.
Sementara itu, menurut Wakil Komisi VII DPR RI, Diah Pitaloka, M.Si., usulan kenaikan ini perlu rasionalisasi yang jelas dan besaran yang wajar. Selain itu, pemerintah juga perlu memikirkan nasib jamaah haji tunggu 2020 dan mencari titik optimal agar jamaah tidak terbebani dengan usulan kenaikan biaya. “Saya berharap pemerintah mampu mengoptimalkan investasi agar bisa membawa keuntungan bagi ekosistem haji serta memanfaatkan momentum kenaikan biaya haji ini untuk meningkatkan layanan secara lebih baik,” kata Diah.
Dalam upaya mengoptimalkan investasi, dana haji akan lebih optimal jika diinvestasikan pada berbagai instrumen sehingga perlu ada batasan dan panduan untuk alokasi investasi. Hal ini disampaikan salah satu peneliti PEBS sekaligus dosen FEB UI, M Budi Prasetyo, M.S.M. Menurutnya, terdapat tiga isu penting dalam pengelolaan dana haji, yaitu investasi, risiko, dan sustainability dana haji. Selain itu, Budi menyampaikan terdapat beberapa alternatif kebijakan yang dapat mengoptimalkan pengelolaan dana haji seperti mix policy antara kuota haji dan persenan financial assistance biaya haji, switching mechanism untuk memangkas waktu tunggu, revisi regulasi untuk mendukung kinerja investasi BPKH, efisiensi struktur biaya haji agar lebih terjangkau oleh masyarakat, dan tentunya penguatan governance BPKH dalam mengelola dana haji.
PEBS Webinar Series ini turut menghadirkan narasumber lainnya, yaitu Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah, S.E., M.M., CIFP., AAK., dan Direktur Gaido Group, M Hasan Gaido, yang dimoderatori oleh Peneliti Senior PEBS sekaligus Dosen FEB UI, Dr. Banu Muhammad. Dengan terlaksananya diskusi tersebut, Kepala PEBS FEB UI Rahmatina Awaliah Kasri, Ph.D., berharap, webinar Series PEBS ini dapat memberikan kesepahaman dan media bagi para stakeholders dalam mendiskusikan rencana usulan kenaikan BIPIH.