id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Kenali ‘Jalur Tengkorak’ Agar Perjalanan Mudik Aman

Prof. Dr. Ir. Sutanto Soehodho, M.Eng., guru besar bidang transportasi dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), memberi beberapa saran bagi para pemudik. Sebagaimana pada setiap jelang Idulfitri, maka sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia berbondong-bondong pulang ke kampung halaman atau mudik. Untuk itu, perlu persiapan menciptakan perjalanan yang aman dan nyaman, karena lonjakan jumlah pemudik dapat memicu peningkatan kasus kecelakaan lalu lintas terutama di ‘jalur-jalur tengkorak.’

Menurut Prof. Sutanto, ‘jalur tengkorak’ adalah istilah umum yang dipahami dengan sangat baik oleh publik untuk menyebut ruas jalan dengan intensitas kecelakaan yang tinggi. “Dalam teknik transportasi atau ilmu transportasi sebenarnya jalur tengkorak itu kita sebut sebagai black spot atau titik hitam, makna secara teknisnya adalah daerah yang memang rawan kecelakaan.”

Lebih lanjut ia mengatakan, desain jalan juga cukup berpengaruh dalam mendorong terjadinya kecelakaan dengan intensitas yang tinggi di suatu ruas jalan. Struktur landasan menjadi pertimbangan utama, di sisi lain tikungan, tanjakan, dan turunan juga menjadi hal yang perlu diperhatikan pengemudi selama berkendara. Oleh karena itu, desain jalan di wilayah rawan kecelakaan perlu mendapatkan perhatian khusus dari instansi terkait, seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Dinas Perhubungan (Dishub) setempat.

Jalur tengkorak sendiri bisa berupa sepenggal jalan atau seruas jalan yang panjang dengan intensitas kecelakaan yang lebih tinggi dibandingkan ruas jalan pada umumnya. Berdasarkan definisi yang disebutkan sebelumnya, maka titik persebaran jalur tengkorak di Indonesia meliputi berbagai tipe jalan termasuk ‘ruas jalan luar kota’ atau bahkan ruas jalan di pedesaan yang relatif lebih sederhana.

Hal ini sangat mungkin terjadi, sebab indikator utama dalam menyebut black spot adalah intensitas kecelakaan bukan lokasi jalan tersebut. “Sehingga cukup sulit untuk menyebut dimana saja titik jalur tengkorak ini, ada kemungkinan beberapa di antaranya justru tidak populer,” kata Prof. Sutanto.

Sementara itu, ujarnya, ada tiga unsur yang berpotensi menyebabkan kecelakaan di jalur tengkorak, yaitu manusia, kendaraan, dan lingkungan alam. Pengemudi yang berkendara dalam kondisi tidak prima, berisiko jika melakukan perjalanan jauh –sebagaimana mudik lebaran. Juga, kondisi fisik kendaraan yang terabaikan selama bertahun-tahun tentunya berpotensi meningkatkan risiko ini. Unsur terakhir yang juga tidak kalah penting adalah lingkungan alam yang seringkali tidak dikenali secara baik oleh pengemudi.

“World Health Organization (WHO) sudah mencatat bahwa unsur yang paling utama berpotensi menyebabkan kecelakaan adalah manusia, lebih dari 90% kecelakaan disebabkan oleh unsur ini,” kata Prof. Sutanto. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh pengemudi sebelum berkendara, seperti didampingi oleh co-driver dan menyempatkan waktu untuk beristirahat selama melakukan perjalanan jauh.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memastikan kendaraan dalam kondisi prima. Yang perlu diperiksa tersebut antara lain adalah oli, mesin, lampu, bensin, dan rem. Faktor rem menjadi hal yang paling sering menyebabkan kecelakaan di jalur tengkorak –terutama di sekitar tanjakan dan turunan tajam. Kemudian, mengenali lingkungan jalan, karena akan membantu pengemudi melewati jalur tengkorak.

Selain itu, peran pemerintah dapat dimaksimalkan dalam mengantisipasi terjadinya kecelakaan di jalur tengkorak. Dalam hal ini, peran aktif Dishub dibutuhkan oleh pengemudi dalam menginformasikan ruas jalan yang rawan kecelakaan.

Sementara itu, pihak kepolisian setempat juga perlu dilibatkan dalam mencegah terjadinya kecelakaan di jalur tengkorak. Di sisi lain, Prof Sutanto yang merupakan anggota penasehat Masyarakat Transportasi Indonesia dan anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (periode 2023-2026) memberikan apresiasi yang tinggi bagi para polisi yang tetap menjalankan tugasnya dalam mengatur lalu-lintas, sekalipun dalam suasana lebaran.

“Saya menyarankan rekan-rekan pemudik untuk bersabar atau menunda perjalanan mudiknya setelah lebaran misalnya. Adapun, jika sudah merencanakan mudik lebaran lebih awal, diimbau mempersiapkan diri dalam kondisi yang prima untuk perjalanan jarak jauh, kondisi fisik kendaraan dan lingkungan sekitar ruas jalan juga perlu diperhatikan dengan baik,” ujar Prof. Sutanto, yang juga merupakan Ketua Kelompok Ilmu Transportasi.

Kondisi tubuh yang lelah setelah berkendara beberapa jam, menjadi hal lain yang tak kalah penting untuk diperhatikan. Pemudik dapat bergantian dengan co-driver (jika ada) atau menyempatkan waktu untuk beristirahat sejenak hingga kondisi tubuh kembali segar untuk melanjutkan perjalanan.

Penulis: Asep Abdurahman|Editor: Maudisha AR

Related Posts