id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Kaum Muda Asia “Kenalan” dengan Budaya Indonesia di UI

Masih dalam rangkaian The 18th ASEAN and 8th ASEAN+3 Youth Cultural Forum (AYCF) 2023, pada Rabu (17/5), para delegasi yang berasal dari negara ASEAN, China, dan Korea Selatan, bergerak dari Wisma Makara Universitas Indonesia (UI) menuju Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Selain memperkenalkan kebudayaan Indonesia, kunjungan ke TMII ini bertujuan memberi kesempatan kepada para delegasi untuk mempelajari seni dan budaya Indonesia yang ada di TMII, seperti arsitektur bangunan, tarian, pertunjukan musik, hingga kain batik yang ada di beberapa anjungan.

Sesampainya di TMII, para delegasi dibagi dalam beberapa kelompok. Sebanyak 39 orang mengikuti program membatik, 56 orang belajar tari, dan 20 orang bermain gamelan. Pada kegiatan membatik, para peserta diberi kebebasan berekspresi dengan memilih desain motif batik yang diinginkan. Dalam pembuatannya, para peserta menggambar pola terlebih dahulu di kain putih polos dengan pensil. Motif tersebut akan ditimpa dengan lelehan lilin yang keluar dari canting. Setelah itu, kain yang telah dicetak kemudian diberi warna melalui proses pencelupan.

Saat proses membatik, Andy Tan, seorang delegasi Singapura yang merupakan mahasiswa Nanyang Technology University, menceritakan pengalamannya terkait batik. “Walaupun di Singapura kami memiliki batik, namun saya pribadi belum pernah membuat batik. Ada banyak ragam batik dan kesamaan dengan mode kain di Singapura. Singapura memiliki batik seperti yang terlihat pada seragam pramugari maskapai Singapore Airlines. Namun, meski memiliki kemiripan, sejatinya kain batik Indonesia memiliki beragam motif yang berbeda-beda di setiap daerah.

Selain batik, kelompok delegasi lainnya juga belajar untuk menari. Tarian yang dipilih adalah tari klasik khas Yogyakarta. Dalam kegiatan ini, terdapat dua aliran, yaitu kasultanan untuk perempuan dan pakualaman untuk laki-laki. Para peserta laki-laki mempelajari Tari Kudho Manggolo yang berarti ‘prajurit berkuda’. Ada gerakan menaiki kuda yang menunjukkan semangat para prajurit. Sementara itu, peserta perempuan mempelajari Tarian Nawung Sekar yang menggambarkan anak kecil sedang menata dan mengumpulkan bunga.

Menurut Zhang Xueyu, delegasi China yang merupakan mahasiswa Universitas Guizhou, workshop yang diselenggarakan dalam rangkaian AYCF ini merupakan pengalaman baru baginya. “Tarian klasik Yogyakarta merupakan hal yang sangat berbeda dengan tarian tradisional Tiongkok, mulai dari gerakan yang unik hingga proses yang berisi cerita dan pesan moral yang bermakna,” ujar Xueyu.

Pengalaman berbeda juga dirasakan oleh para delegasi yang pada kesempatan itu memperlajari musik gamelan. Mereka belajar bermain saron, gong, gendang, dan instrument lainnya. Dalam permainan gamelan, dibutuhkan kerja sama dan kekompakan seluruh pemain agar irama musik yang dihasilkan baik. Meski tergolong alat musik tradisional, notasi dalam gamelan bersifat universal sehingga mudah dipelajari oleh siapa saja.

Delegasi dari Malaysia, misalnya, memberikan kesan saat pertama kali bermain gamelan. Menurut Muhammad Amin, mahasiswa Universitas Putra Malaysia, banyak hal yang harus dipelajari dalam memainkan instrument gamelan. “Banyak tantangan yang dihadapi ketika mempelajari permainan gamelan, namun tantangan ini justru memberikan inspirasi dan semangat dalam mempelajari gamelan. Saya merasa senang karena mendapatkan kesempatan untuk belajar bersama delegasi-delegasi dari negara lain,” ujar Amin.

Penulis Anjaini/ editor: Sasa

Related Posts