Depok, 17 Agustus 2023. Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan Communique Webinar Series Keempat sebagai rangkaian pre-event dari kegiatan ASEAN Higher Education Conference (AHEC) 2023. Acara yang mengusung tema “Higher Education and Industry Connectivity (HEIC) in ASEAN Quality Assurance and Mobility” ini diadakan pada Rabu (16/8) dan ditayangkan secara langsung melalui kanal Zoom dan Youtube UI.
Pada acara tersebut, hadir lima narasumber yang membahas capaian seputar pendidikan tinggi, industri, dan harapan penting pendidikan di masa depan. Kelima narasumber tersebut adalah Deputy Permanent Secretary at the Ministry of Higher Education Science Research and Innovation, The Kingdom of Thailand, Assoc. Prof. Dr. Pasit Lorterapong; Department of Information and Communication Technology, Republic of the Phillipines, Mr. Ivan John Enrile Uy; Deputy President and Provost Nanyang Technological University (NTU) Singapore, Professor Ling San; IMCC Deputy Director (Global Engagement & Network) Universiti Sains Malaysia, Dr. Syaheerah Lebai Lutfi; dan Director of Asia Pacific Education and Heathcare, Huawei South East Asia Region, Wellingtong Wang.
Assoc. Prof. Dr. Pasit Lorterapong pada kesempatan itu menyampaikan materi terkait “National and Regional Strategies for Fostering Innovation in Higher Education Institutions (HEIs) in the ASEAN Region”. Menurutnya, strategi nasional diperlukan untuk mendorong inovasi dalam pendidikan tinggi. Strategi ini mencakup penetapan kerangka kerja kebijakan, investasi dalam penelitian dan pengembangan, inovasi kurikulum dan pedagogi, pengembangan infrastruktur dan fasilitas penelitian, serta peningkatan transfer teknologi dan komersialisasi.
Selain itu, kolaborasi dan koordinasi di tingkat regional di antara universitas juga diperlukan untuk mendorong inovasi dalam pendidikan tinggi dengan mengumpulkan sumber daya, berbagi pengetahuan dan pendanaan, dan mengatasi tantangan bersama. Strategi regional memungkinkan universitas untuk secara kolektif merancang solusi, memanfaatkan pengalaman satu sama lain, meningkatkan hasil penelitian, dan meningkatkan pengakuan global.
Dalam pemaparannya yang berjudul “Anticipating Digital Innovation in the Future”, Mr. Ivan John Enrile Uy menyebut pentingnya kolaborasi pada sektor strategis seperti pendidikan tinggi di Asia Tenggara. Stabilitas kawasan tergantung pada sejauh mana komitmen negara-negara di Asia Tenggara dalam menjalin kerja sama regional. Hal ini dilakukan sebagai upaya mewujudkan ASEAN Goals, yaitu ASEAN Epicentrum. Masyarakat ASEAN harus mendukung program pemerintah terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi di era digital.
Wellingtong Wang menilai bahwa tren pendidikan tinggi dari masa ke masa ditentukan oleh seberapa besar komitmen universitas terhadap peningkatan inovasi. Tren pertama adalah kampus tradisional dengan karakteristik tidak memberikan perhatian yang besar terhadap pemanfaatan teknologi. Tren kedua, yaitu kampus digital yang sudah mengadopsi digitalisasi dengan perhatian yang besar terhadap pemanfaatan teknologi. Terakhir, tren ketiga adalah kampus pintar (smart school campus) dengan ciri khas adaptif dan akomodatif terhadap empat unsur, yaitu teknologi, manusia, pendidikan, dan pemangku kebijakan (pemerintah).
Akan tetapi, pemanfaatan teknologi ini bukan tanpa tantangan. Menurut Professor Ling San, tantangan yang ditimbulkan oleh teknologi disruptif dan tantangan besar menuntut respons yang baik dan efektif. Oleh karena itu, tanggapan harus terkoordinasi, terintegrasi, gesit, cepat, tangguh, dan berkelanjutan. Untuk menjawab tantangan ini, NTU menawarkan program pembelajaran lintas disiplin dan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengasah kemampuan mereka.
Kesempatan pembelajaran bagi mahasiswa salah satunya diwujudkan dalam program mobilitas. Ada empat jenis program mobilitas mahasiswa, yaitu pertukaran pelajar (exchange), semester pendek (short term), penelitian (research), dan magang (internship). Dr. Syaheerah Lebai Lutfi mengatakan, ketimpangan kualitas pendidikan di Asia Tenggara menjadi salah satu masalah utama yang harus segera dituntaskan. Hal ini karena semakin timpang background kampus asal dan kampus tujuan mobilitas, itu akan menyulitkan mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran selama mengikuti program mobilitas.
Tantangan yang sering dihadapi mahasiswa dalam program mobilitas, yaitu ketimpangan kualitas pendidikan, kendala bahasa, kompleksitas pengurusan visa, dan kendala/perbedaan budaya. Meski demikian, bukan tidak mungkin hal ini dapat diatasi jika setiap negara di ASEAN meneguhkan komitmennya dalam menyelenggarakan kerja sama di tingkat pendidikan tinggi.