iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Survei UI Tunjukkan Pentingnya Etika dan Integritas Akademik Dalam Pembelajaran Bauran

Demi meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, Universitas Indonesia (UI) secara berkala melakukan evaluasi atas metode pembelajaran yang diterapkan di kampus, termasuk metode bauran yang telah dilaksanakan dalam dua tahun terakhir. Metode bauran mulai diterapkan UI setelah pemerintah secara resmi mengumumkan dimulainya new normal saat pandemi Covid-19 mulai mereda. Penerapan metode bauran ini didasarkan pada Surat Edaran Rektor UI Nomor 1512/UN2.R/PDP.00.001/2021 tentang Pedoman Pembelajaran pada Tahun Akademik 2021/2022.

Untuk mengevaluasi bagaimana pelaksanaan metode pembelajaran bauran di UI, Dewan Guru Besar (DGB) UI melalui Komite I (Komite Pembinaan Kehidupan Akademik dan Integritas Moral) menyelenggarakan survei “Etika Pembelajaran Bauran Dosen dan Mahasiswa 2022”. Survei melalui Google Form tersebut dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu dari Desember 2020 hingga Februari 2023 dan diikuti oleh 2.357 mahasiswa dari berbagai jenjang, seperti sarjana, magister, doktor, profesi, dan spesialis. Hasil survei selanjutnya disosialisasikan melalui Zoom Meeting dan Youtube DGB UI, pada Sabtu (9/9).

Ketua DGB UI, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D., menjelaskan bahwa survei ini penting dilakukan mengingat etika menjadi salah satu urat nadi bagi pendidikan tinggi. Oleh karena itu, survei ini dibangun atas sembilan nilai UI yang konsisten diperjuangkan oleh sivitas akademika UI. “Mahasiswa sebagai reflective mirror seharusnya dapat menjadi pribadi yang beretika ketika nantinya berbaur di masyarakat. Maka dari itu, penting bagi mahasiswa untuk membiasakan diri menerapkan etika, terutama di lingkungan pendidikan.”

Terkait penerapan sembilan nilai UI, Koordinator Komite I DGB UI, Prof. Dr. Ir. Riri Fitri Sari, M.M., M.Sc., menyebutkan bahwa sistem pembelajaran daring, luring, maupun bauran sejatinya tetap merepresentasikan sembilan nilai UI. Nilai kejujuran menjadi main center pada survei kali ini dengan mengukur tingkat integritas mahasiswa selama proses pembelajaran bauran berlangsung. Integritas akademik mahasiswa adalah nilai paling mendasar yang harus dijunjung tinggi karena kejujuran merupakan basis kinerja akademik yang baik.

Dalam survei yang dilakukan, Prof. Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D. selaku pemateri dalam sosialisasi mengatakan bahwa pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang memuat informasi seputar karakteristik responden, fasilitas pembelajaran, dan persepsi mahasiswa terhadap sembilan nilai UI dalam pembelajaran. Responden terbanyak berasal dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, diikuti oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, dan Fakultas Farmasi, dengan rasio 2:3 antara responden laki-laki dan perempuan.

Data selanjutnya diolah dengan menggolongkan jawaban informan menjadi dua kelompok, yaitu jawaban sangat setuju dan setuju dikategorikan menjadi setuju, sedangkan jawaban sangat tidak setuju dan tidak setuju dikategorikan menjadi tidak setuju. Hasilnya adalah sebanyak 26,2% mahasiswa menyatakan belum mendapatkan umpan balik yang sesuai; 33,7% responden berpendapat bahwa tugas kelompok berisiko terhadap terjadinya ketidakjujuran akademik; serta 33,2% mahasiswa menyatakan tidak berani menyampaikan kepada dosen apabila ada mahasiswa yang menyontek.

Dari hasil survei tersebut, para dosen diharapkan secara aktif memberikan saran dan masukan kepada mahasiswa selama proses pembelajaran sehingga suasana kelas menjadi lebih hidup. Saat memberi tugas kelompok, dosen perlu mempertimbangkan berbagai aspek agar ketidakjujuran akademik tidak terjadi. Adapun jika ada mahasiswa yang menyotek, pelapor harus dijamin kerahasiaan identitasnya dan dosen harus meningkatkan pengawasan, terutama saat penilaian atau ujian berlangsung.

Menurut Prof. Riri, hasil survei tersebut menjadi sarana yang tepat untuk merefleksikan kembali langkah yang perlu diambil oleh UI dalam menjawab tantangan di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Terkait fenomena ChatGPT, misalnya, ia dapat menjadi sarana pembelajaran yang baik bagi mahasiswa, tetapi juga dapat memunculkan peluang terjadinya kecurangan jika mahasiswa melepaskan etika dan integritas akademik. “Kami menghimbau kepada para dosen untuk selalu bersiap siaga menjadi experience coach bagi mahasiswa, sebab hal itulah yang hingga saat ini belum dapat digantikan oleh teknologi secanggih apapun,” ujar Prof. Riri.

Related Posts