Depok, 7 Maret 2024. Perguruan tinggi memiliki peran sentral dalam membentuk dan menentukan arah kehidupan berbangsa. Sebagai rumah bagi generasi muda yang kritis, perguruan tinggi perlu membangun strategi kebudayaan untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan di kalangan mahasiswa agar mereka dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan warga dunia yang baik. Untuk itu, diselenggarakan Sarasehan Kebudayaan 2024 pada Selasa (5/3) dan Rabu (6/3) di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dengan tema “Kontribusi Perguruan Tinggi dalam Penguatan Nilai-nilai Kebangsaan Berbasis Kebudayaan”.
Sarasehan Kebudayaan 2024 merupakan hasil kolaborasi Universitas Indonesia (UI) bersama UNS, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Pertemuan ini juga didukung oleh gerakan kebangsaan Akar Indonesia, Ikatan Alumni Perhimpunan Pelajar Indonesia (IAPPI) dan Mata Garuda (Ikatan Alumni Penerima Beasiswa LPDP).
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. dalam sambutannya menekankan bahwa perguruan tinggi harus menjadi tempat lahirnya para pelajar Pancasila yang berjiwa kebangsaan tinggi. “Saya selalu yakin bahwa generasi muda Indonesia, terlepas dari perubahan zaman dan perkembangan teknologi, memiliki rasa cinta terhadap budaya Indonesia dan keinginan kuat untuk berkontribusi terhadap bangsa. Hal ini terlihat dari antusiasme mahasiswa seluruh Indonesia untuk mendaftar program Kampus Mengajar dan Pertukaran Mahasiswa Merdeka. Saya harap generasi muda dapat selalu terlibat aktif dengan membuat karya inovatif dan melakukan riset di bidang kebudayaan,” kata Nadiem.
Sejumlah tokoh, akademisi, dan pelaku kebudayaan dari berbagai perguruan tinggi terlibat dalam diskusi yang terbagi ke dalam enam segmen. Dua dekan UI, yaitu Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum selaku Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, dan Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI, menjadi narasumber dalam Sarasehan Kebudayaan 2024. Keduanya sepakat bahwa keragaman merupakan inti dari budaya Indonesia, sebagaimana tercermin dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Keberagaman ini dipengaruhi oleh lingkungan alam setempat, menunjukkan cara masyarakat berinteraksi dengan flora dan fauna yang khas di sekitarnya.
Menurut Bondan, budaya Indonesia juga selalu berkembang berdasarkan interaksi antarmasyarakat, membaur dari berbagai pengaruh luar (terutama India, Islam, dan Barat). Hasil pengaruh budaya dari dalam dan luar negeri membuat keragaman menjadi pandangan dunia bangsa Indonesia. Ia menggarisbawahi bahwa kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan yang sedang belajar, artinya masih dalam proses pembentukan menuju jati dirinya. Oleh karena itu, sistem kebudayaan Indonesia saat ini tengah melakukan berbagai percobaan untuk meninjau seberapa jauh nilai-nilai lama dapat dipertahankan, dan seberapa jauh pengaruh luar dapat diterima.
Selain itu, Bondan menekankan bahwa kebudayaan merupakan salah satu kekuatan Indonesia, terlihat dari minat tinggi masyarakat dunia untuk mempelajari kebudayaan Indonesia. Menurut Dekan FIB UI tersebut, dari seluruh Massive Open Online Courses (MOOCs) yang ditawarkan UI, MOOCs dengan peserta terbanyak adalah yang membicarakan tentang kebudayaan Indonesia. MOOCs kebudayaan Indonesia yang ditawarkan FIB UI berhasil menggaet ribuan peserta yang merupakan mahasiswa dari seluruh penjuru dunia, membuktikan bahwa aspek yang paling menonjol tentang Indonesia bagi masyarakat dunia adalah budayanya.
Ketertarikan masyarakat global mempelajari budaya Indonesia melalui MOOCs membuktikan bahwa peran perguruan tinggi dalam mempromosikan budaya sangat besar. Dekan FISIP UI, Aji mengemukakan bahwa universitas memiliki dua macam peran dalam memajukan kebudayaan, yaitu peran klasik dan peran kritis. Peran klasik artinya melakukan riset dan dokumentasi, misalnya mengumpulkan seluruh tradisi yang terancam punah. Selain itu, kampus berperan memberikan pendidikan budaya, pemahaman multikultural, kolaborasi internasional, dan mengembangkan praktik diplomasi budaya.
Namun, Aji berharap seluruh kampus di Indonesia lebih mengedepankan peran kritis dengan lebih terlibat dalam dinamika komunitas, misalnya dengan mengembangkan budaya untuk menjawab masalah-masalah sosial. Kampus juga tidak hanya bertugas melestarikan seni tradisional masa lalu, tetapi aktif berinovasi dalam pengembangan budaya kontemporer. Menurutnya, kebudayaan bukanlah bagian dari warisan masa lalu saja, tetapi adalah aspek kreatif yang ada di masa kini. Dengan kecepatan teknologi saat ini, generasi muda lebih terbuka terhadap globalisasi dan nilai universalitas. Untuk itu, kampus harus mengajak mahasiswa berpikir kritis untuk menggali kembali makna negara dan bangsa Indonesia.