id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Warisan Patriotisme, Wujud Pengabdian Tanpa Batas untuk Negeri

Depok, 18 September 2024. Prof. Dr. dr. Budi Iman Santoso, Sp.OG, Subsp.Uroginekologi RE, MPH meluncurkan buku autobiografi pertamanya yang berjudul Warisan Patriotisme: Mengabdi Tanpa Batas, Melampaui Tantangan, pada Kamis (12/9), di Auditorium Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI). Melalui buku ini, Prof. Budi mengisahkan perjalanan hidupnya sebagai dokter, peneliti, dan pemimpin organisasi medis nasional maupun internasional; serta berbagi tentang tantangan yang dihadapinya dalam upaya meningkatkan kualitas tenaga medis di Indonesia.

Prof. Budi merupakan Guru Besar FKUI di bidang Uroginekologi yang pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM pada periode 2009–2014 dan 2014–2019. Dedikasi dan komitmennya dalam mengembangkan Ilmu Uroginekologi telah diakui tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional. Namun, siapa sangka, kesuksesan yang diraih oleh Prof. Budi tersebut ternyata hasil “jebakan” dari sang Ayah. Alih-alih bercita-cita menjadi dokter, Budi remaja yang baru lulus dari SMAN 3 Jakarta Selatan—dulu SMA Negeri 3 Teladan—justru mendambakan masuk Jurusan Teknik Arus Lemah Elektro di Institut Teknologi Bandung (ITB).

“Waktu itu, saya diterima di tiga kampus, yakni UI, ITB, dan IPB. Belum sempat mengutarakan keinginan saya untuk menjadi Insinyur di ITB, Ayah yang bahagia langsung menanggapi, ‘Kamu masuk Kedokteran UI, itu lebih bagus. Tentara kamu nggak cocok, ahli hukum juga tidak, tetapi kamu punya kesempatan menjadi dokter yang bermanfaat bagi orang banyak.’ Awalnya saya bimbang, namun setelah menimbang ini adalah wujud bakti saya kepada orang tua, akhirnya saya memilih FKUI,” ujar Prof. Budi.

Meski awalnya menjalani dengan setengah hati, Budi remaja akhirnya menemukan kecintaan pada bidang kedokteran. Terlebih, saat ia menyadari bahwa tidak semua teman SMA-nya bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Dari 35 murid di kelasnya, hanya 25 yang melanjutkan pendidikan tinggi, dan hanya 2 orang yang menjadi dokter. “Pengalaman mengambil kuliah yang tidak sesuai dengan minat ini memberi pelajaran penting bagi saya bahwa seseorang bisa menjadi ahli atau bahkan pakar di bidang yang sebelumnya lemah atau kurang disukai. Kuncinya adalah harus fokus dan bersungguh-sungguh,” katanya.

Ketekunan dan perjuangan panjang dalam menyelesaikan pendidikan kedokteran membawa Prof. Budi menjadi ahli di bidang Uroginekologi—cabang ilmu kedokteran yang menggabungkan aspek urologi dan ginekologi untuk menangani gangguan pada sistem saluran kemih dan organ panggul wanita. Menurutnya, bidang ini kurang banyak diminati. Pada awalnya, jurusan ini hanya ada di FKUI dan hingga sekarang jumlahnya masih sedikit. Bahkan, saat ini, hanya ada 60 dokter bidang Uroginekologi di Indonesia.

Untuk mendalami bidang ini, Prof. Budi berkeliling Asia dan Eropa untuk memperlajari hampir semua teknik bedah bidang Uroginekologi. Ilmu ini sangat penting karena berkaitan erat dengan kualitas hidup (quality of life) wanita, baik sejak kehamilan, persalinan hingga usia menopause, dan akhir kehidupannya. “Hampir mayoritas wanita ingin punya anak, dan dampak persalinan itu sendiri yang akan menyebabkan trauma atau kerusakan otot dasar panggul,” ujarnya.

Melalui disertasinya, Prof. Budi menciptakan inovasi Budi Iman Santoso Assessment (BISA) yang merupakan sistem penilaian untuk memprediksi apakah ibu berisiko rendah atau tinggi mengalami disfungsi dasar panggul usai persalinan normal. Jika berisiko rendah, ibu dapat menjalani persalinan secara normal tanpa khawatir mengalami disfungsi dasar panggul. Ini juga dapat membantu dokter dalam memutuskan apakah seorang ibu aman bila melahirkan secara normal atau tidak.

“Sistem BISA dapat diterapkan ke pelayanan kesehatan primer maupun tersier. Sistem ini perlu diterapkan untuk mengendalikan dan menekan kerusakan otot dasar panggul. Gejala disfungsi dasar panggul perlu dinilai pada masa pascasalin dalam kurun waktu 3 bulan. Namun, bila sudah ada keluhan, sebaiknya tidak perlu menunggu sampai 3 bulan, intervensi harus segera dilakukan agar proses pemulihan bisa berlangsung lebih cepat,” kata Prof. Budi.

Selain catatan saat menempuh pendidikan dan merintis karier, buku ini juga memuat beberapa tulisan tentang pandangan dan pemikiran Prof. Budi terkait permasalahan kesehatan nasional. Buku ini juga dilengkapi dengan dokumentasi tentang pengalaman-pengalaman berharga yang didapat dalam perjalanan hidup, serta cerita peran keluarga yang selalu menguatkan langkah-langkahnya dalam menjalani hidup. Ia mengatakan, “Semoga hal-hal tersebut bisa menjadi inspirasi dan warisan berharga bagi generasi selanjutnya, dan para pembaca bisa mendapatkan manfaat dari tulisan dalam buku ini.”

Related Posts