Depok, 5 Desember 2024. Pengajar Geografi Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Indonesia (UI), Assoc. Prof. Dr. Drs. Mangapul Parlindungan Tambunan, M.Si., mengungkapkan salah satu aspek mitigasi untuk mengatasi dampak dari perubahan iklim adalah perencanaan tata kelola kota berkelanjutan. Menurutnya, pengelolaan tata kelola kota dapat membantu untuk mengurangi emisi karbon, meningkatkan ketahanan bencana, dan menjaga kualitas lingkungan yang sehat. “Dengan kebijakan yang tepat dan tata kelola kota yang berfokus pada keberlanjutan, kota dapat menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi penduduknya,” ujar Dr. Mangapul.
Salah satu strategi yang diusulkankannya adalah penerapan desain infrastruktur hijau, yaitu pendekatan yang mengintegrasikan elemen alami dengan infrastruktur perkotaan. Ia berpendapat, dalam perencanaan tata kelola kota tersebut dapat melibatkan beberapa cara, yakni pemanfaatan atap dan dinding hijau, transportasi keberlanjutan, partisipasi komunitas dalam pemeliharaan infrastruktur hijau, memperluas dan memanfaatkan ruang terbuka hijau, pemulihan ekosistem alami di wilayah perkotaan, efisiensi energi dan konservasi serta sistem drainase berkelanjutan.
Di sisi lain, Dr. Mangapul menyoroti pentingnya pengelolaan air dan mitigasi banjir dalam menghadapi suhu ekstrim lewat pendekatan holistik. Dengan perubahan iklim, suhu ekstrem seringkali menyebabkan dua kondisi yang saling berlawanan, yakni musim hujan yang semakin intens dapat meningkatkan risiko banjir, serta musim kemarau yang ekstrim yang dapat menyebabkan kekeringan atau kekurangan air.
“Oleh karena itu, kita semua dapat mengintegrasikan sistem drainase berkelanjutan yang adaptif dengan pemanfaatan dan penyimpanan air hujan sehingga dapat meningkatkan penyerapan air tanah, dan pendinginan suhu permukaan tanah dan udara,” ujarnya. Dr. Mangapul menambahkan bahwa mitigasi banjir juga dapat diperkuat melalui pengelolaan waduk dan bendungan dengan sistem pelepasan air teratur hingga menciptakan teknologi peringatan dini dan pemetaan risiko.
Saat ini, Indonesia sedang mengadopsi transportasi berkelanjutan untuk mengurangi polusi udara dan ketergantungan pada kendaraan berbahan bakar fosil. Kebijakan telah digunakan oleh berbagai kota seperti teknologi smart city, integrasi transportasi berbasis aplikasi dan sistem berbagi kendaraan, pengembangan jalur sepeda dan trotoar, penggunaan kendaraan listrik, pengaturan zona rendah emisi (low emission zone) serta Transit-Oriented Development (TOD).
Tidak hanya infrastruktur hijau dan transportasi berkelanjutan, ruang terbuka hijau (RTH) juga memiliki peran yang penting dalam menurunkan suhu dan menyerap CO₂ di daerah perkotaan. RTH berfungsi sebagai elemen alami yang membantu menciptakan lingkungan kota yang lebih sejuk, lebih bersih, dan lebih tahan terhadap cuaca ekstrem. Hal ini dapat mendukung keberlanjutan dan kenyamanan hidup di perkotaan dalam menghadapi perubahan iklim.
Dr. Mangapul menegaskan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam upaya menghadapi perubahan iklim, terutama melalui langkah-langkah sederhana yang dapat dilakukan di tingkat rumah tangga. Contohnya, penghematan energi, pengurangan konsumsi air, pengelolaan limbah dengan mendaur ulang, mengurangi pemborosan makanan, serta memilih dan menggunakan produk ramah lingkungan.
“Perubahan kecil yang dilakukan secara konsisten dalam keseharian mulai dari pengelolaan energi dan air hingga pemilihan produk dapat memberikan dampak besar dalam mendukung upaya global untuk memitigasi risiko perubahan iklim,” ujarnya.