iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Guru Besar Ciptakan Kit Deteksi Dini dan Cepat DBD Menuju Indonesia Zero Kematian

Salemba, 14 Desember 2024. Prof. Dra. Beti Ernawati Dewi, Ph.D., dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Virologi dan Imunologi Virus Demam Berdarah Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI), pada Sabtu (14/12), di Aula IMERI FKUI, Kampus UI Salemba. Pada kesempatan tersebut, ia menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Pendekatan Virologi dan Imunologi Deteksi Dini Demam Berdarah Dengue Menuju Indonesia Zero Kematian Tahun 2030”.

Prof. Beti menyampaikan bahwa demam berdarah dengue (DBD) yang disebabkan karena infeksi virus dengue (DENV), masih merupakan masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Sejak pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968, kasus DBD terus meningkat secara bermakna dan berdampak pada semua provinsi di Indonesia. Laju kasus kematian karena DBD di Indonesia menempati urutan pertama jika dibandingkan dengan negara lain.

Lebih lanjut ia mengatakan, walaupun ini mungkin saja karena under reported cases DBD di Indonesia tetapi jumlah kematian mencapai angka 894 pada tahun 2023 dan merupakan angka kematian yang tinggi. Kematian pada infeksi DENV disebabkan karena keterlambatan dalam penanganan. Gejala klinis yang tidak khas pada infeksi DENV, menyulitkan klinisi dalam menegakkan diagnosis.

Deteksi DENV pada awal infeksi dapat membantu klinisi memberikan penatalaksanaan yang cepat dan tepat sehingga kematian dapat dicegah. Pada awal infeksi, DENV dapat didiagnosis dengan cara mendeteksi antigen virus, yaitu protein Non Structural-1 (NS-1). “Melalui Hibah Inovasi Perguruan Tinggi yang dimanfaatkan di industri, kami FKUI bersama PT Konimex memproduksi KODC Dengue, yaitu kit deteksi dini dan cepat, yaitu hanya membutuhkan 15 menit berbasis NS-1,” ujar Prof. Beti.

Ia menambahkan, pengembangan kit dengan menggunakan DENV strain Indonesia terbukti memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dalam mendeteksi infeksi DENV di Indonesia. Selain itu, produksi dalam negeri akan menjembatani ketergantungan Indonesia terhadap produksi luar negeri sehingga dapat mewujudkan kemandirian bangsa dalam bidang alat kesehatan.

“Produksi dalam negeri juga diharapkan dapat menekan biaya yang relatif lebih murah dan wujud nyata atas pemanfaatan dan pendayagunaan hasil penelitian dan pengembangan teknologi UI untuk bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Deteksi dini tentunya akan membawa manfaat kepada pasien dengan penanganan klinis yang lebih tepat sehingga mencegah keparahan penyakit yang dapat berujung pada kematian,” kata Prof. Beti.

Selain manfaat individual, ia mengatakan bahwa deteksi dini juga memberikan manfaat sosial yaitu memutus mata rantai penyebaran DENV lebih cepat melalui sistem pelaporan kasus infeksi DENV di Indonesia yang selalu ditindaklanjuti dengan pelaksanaan fogging di wilayah sekitar domisili pasien. Permasalahan DBD mulai dari patogenesis hingga pencegahan dan penatalaksanaan sangatlah kompleks.

Oleh sebab itu, Prof. Beti mengatakan bahwa melalui pendidikan kedokteran FKUI, mahasiswa telah dipaparkan pada permasalahan DBD pada sebelum menjadi dokter, yaitu pada modul Infeksi sehingga mahasiswa memahami mulai dari gejala klinis, patogenesis hingga tata laksana farmakologis dan non farmakologis.

“Selain pendidikan, penelitian DBD di FKUI melalui pendekatan virologi dan imunologi terus dilakukan dan ini bukan hal yang mudah. Akan tetapi, keseluruhan kegiatan pendidikan dan penelitian di FKUI yang sangat rumit ini, hanyalah pemeran pembantu dalam suatu lakon pertunjukan menuju Indonesia zero kematian tahun 2030. Pemeran utama adalah seorang ibu,” kata Prof. Beti.

Hal ini karena para ibu yang memegang kendali kapan anggota keluarga yang sakit untuk mendapatkan pengobatan atau pelayanan kesehatan. Edukasi masyarakat terutama para ibu melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat (pengmas) dengan menggunakan data hasil penelitian terus dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat berkaitan dengan pentingnya deteksi dini DBD.

“Sebagai akademisi, yaitu staf pengajar FKUI yang telah melakukan penelitian untuk mengembangkan Kit Deteksi dini dan cepat DBD dengan nama dagang KODC DENGUE, berharap masyarakat memahami pentingnya deteksi dini DBD dan dapat memanfaatkan kit buatan dalam negeri ini, sehingga Indonesia zero kematian tahun 2030 dapat tercapai, ujar Prof. Beti.

Sampai dengan saat ini, Prof. Beti aktif melakukan berbagai penelitian dan diterbitkan di berbagai jurnal nasional maupun internasional. Beberapa judul terkait dengan penelitian ini, di antaranya Characterization of dengue virus serotype 4 infection in Jakarta, Indonesia (2014); Peripheral blood mononuclear cells increase the permeability of dengue virus-infected endothelial cells in association with downregulation of vascular endothelial cadherin (2008); dan In vitro assessment of human endothelial cell permeability: effects of inflammatory cytokines and dengue virus infection (2004).

Prof. Beti merupakan guru besar ke-42 UI yang dikukuhkan pada tahun 2024. Sebelum dikukuhkan menjadi guru besar, Prof. Beti menyelesaikan pendidikan sarjana Biologi, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1991. Kemudian, pada 2005 ia berhasil menamatkan pendidikan S2 dan S3 Environmental Health and Community Medicine, Faculty of Medicine, di University of Tsukuba, Japan.

Related Posts