id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

GURU BESAR UI PROF. MUSTIKASARI: PENTINGNYA PERAN DAN KETANGGUHAN PERAWAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

Depok, 12 Desember 2024. Universitas Indonesia (UI) mengukuhkan Prof. Dr. Mustikasari, S.Kp., M.A.R.S., sebagai Guru Besar dalam bidang Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) di Balai Sidang, Kampus UI Depok, pada Rabu (11/12). Pada pengukuhan yang dipimpin oleh Rektor UI Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU., ini, Prof. Mustikasari menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Ketangguhan Perawat Menghadapi Trauma Psikososial pada Kondisi Bencana” dan menjadi guru besar ke-40 UI yang dikukuhkan pada 2024.

Dalam pidatonya ia menjelaskan, bencana adalah suatu peristiwa yang sangat kompleks, yang melibatkan banyak dimensi kehidupan manusia, tidak hanya secara fisik, tetapi juga psikologis, sosial, dan spiritual. Meskipun sederhana, kata ‘bencana’ bisa memiliki makna yang sangat dalam, tergantung pada pengalaman dan perspektif individu yang mengalaminya.

Prof. Mustikasari menyampaikan bahwa bagi orang yang belum pernah mengalami bencana secara langsung, kata tersebut merupakan hal yang biasa. Namun, bagi mereka yang telah merasakan dampaknya, bencana bisa membawa dampak yang sangat besar, memengaruhi emosi, kondisi mental, serta hubungan sosial mereka.

Lebih lanjut ia mengatakan, reaksi psikologis yang sering kali dialami, seperti stres, trauma, kecemasan, dan bahkan kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari setelah bencana. Bencana tidak hanya merusak fisik atau lingkungan, tetapi juga meninggalkan jejak yang dalam dalam dimensi psikologis, sosial, dan spiritual setiap individu yang mengalaminya. Untuk itu, penanggulangan bencana terdiri dari beberapa tahap, dan salah satu aspek terpenting adalah pemenuhan kebutuhan dasar dan rekonstruksi pascabencana. Dalam hal ini, pelayanan kesehatan memiliki peranan krusial, dan perawat menjadi salah satu sumber daya utama dalam sistem kesehatan.

“Perawat merupakan garda terdepan dalam pemberian pelayanan termasuk dalam kondisi bencana. Kompetensi perawat yang bertugas di daerah yang mengalami bencana harus bisa bekerja cepat, efisien dan efektif. Perawat selalu hadir dan memainkan peran penting dalam situasi keadaan bencana,” ujar Prof. Mustikasari.

Ia menambahkan, peran perawat dalam keadaan bencana tidak hanya sebatas pada pemberian perawatan fisik, tetapi juga dalam mendukung aspek psikososial korban bencana. Mereka sering kali berinteraksi langsung dengan masyarakat yang terdampak, memberikan dukungan emosional, serta membantu mereka dalam proses pemulihan. Perawat memainkan peran yang sangat penting dalam setiap tahap penanggulangan bencana, baik saat kejadian bencana (tanggap darurat), masa pemulihan, maupun rekonstruksi, untuk memastikan bahwa kebutuhan kesehatan masyarakat dapat terpenuhi dengan optimal.

Dalam kondisi bencana, perawat tidak hanya bertugas sebagai pemberi pelayanan kesehatan, tetapi juga sering kali berposisi sebagai korban (survivor) bencana. Ini terutama terjadi pada perawat yang bertugas dan tinggal di daerah yang terkena dampak bencana. Meski mereka juga terdampak secara pribadi, perawat tetap diharuskan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara profesional, sesuai dengan Kode Etik Perawat.

Namun demikian, Prof. Mustikasari menyampaikan bahwa sebenarnya pada kondisi bencana, perawat survivor mengalami kelelahan fisik dan psikologis akibat menumpuknya ketakutan, kecemasan, hingga kehilangan yang belum terselesaikan. Namun, meski dalam kondisi yang penuh tekanan ini, perawat harus tetap melayani masyarakat yang membutuhkan pertolongan, seringkali tanpa memperhatikan apa yang sedang mereka rasakan. Jika kondisi ini berlangsung terlalu lama tanpa adanya dukungan, perawat dapat mengalami trauma psikososial, yang berisiko memengaruhi kesehatan mental mereka.

Sementara itu, pada kenyataannya, banyak perawat yang menunjukkan ketangguhan diri yang luar biasa dalam menghadapi tantangan tersebut. Ketangguhan ini tercermin dalam kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan baik terhadap berbagai risiko dan masalah yang muncul selama bencana. Akhirnya, hal tersebut mendorong perawat untuk melakukan adaptasi psikososial. Adaptasi ini adalah proses di mana individu berusaha melakukan penyesuaian terhadap perubahan psikososial yang terjadi pada dirinya, baik karena peristiwa bencana atau perubahan lain yang dialami.

Melihat pentingnya peran perawat dan juga tuntutan ketangguhan mereka dalam melaksanakan tugas profesi dalam kondisi bencana, Prof. Mustikasari mengatakan bahwa sudah selayaknya pemerintah dan semua pihak terkait bekerja sama untuk meningkatkan kapasitas perawat Indonesia, khususnya dalam penanggulangan bencana. Hal ini melibatkan tidak hanya pelatihan dan pengembangan kompetensi teknis, tetapi juga dukungan terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan sosial perawat.

Untuk itu, penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk menyediakan pelatihan khusus bagi perawat yang akan bertugas di daerah rawan bencana, agar mereka siap menghadapi segala kondisi darurat dengan lebih efektif dan efisien. Selain itu, memperbaiki kesejahteraan perawat, mulai dari upah yang lebih layak hingga penyediaan fasilitas kesehatan dan dukungan psikososial, harus menjadi prioritas. Peningkatan kapasitas dan kesejahteraan perawat Indonesia akan menciptakan tenaga kesehatan yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berdaya tahan tinggi, siap memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat yang terdampak bencana.

Prof. Mustikasari yang akrab disapa Titi ini telah banyak meneliti dan menulis mengenai keperawatan jiwa dalam bencana. Beberapa karya ilmiahnya telah dipublikasikan di jurnal bereputasi dan telah menjadi narasumber dalam seminar kebencanaan, serta terlibat dalam upaya penanggulangan bencana di berbagai wilayah di Indonesia.

Sebelum dikukuhkan menjadi guru besar, Prof. Mustikasari menjalani pendidikan sarjana hingga doktor di UI. Pada 1996, ia menamatkan pendidikannya di FIK UI. Kemudian, ia menyelesaikan program magister di Fakultas Kesehatan Masyarakat UI pada 2003. Kemudian ia kembali lagi ke FIK dan berhasil mendapatkan gelar Doktor Ilmu Keperawatan pada 2013. Turut hadir pada prosesi pengukuhannya tersebut, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) Dr. Harif Fadhillah, SKp., SH., MH., M.Kep.; Bendahara Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) Ners. Aprisunadi, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB, MAB.; dan Sekretaris Utama Basarnas Dr Abdul Haris Achadi, SH, DES.

Related Posts