Kamis (17/3/2016), Kantor Internasional Universitas Indonesia mengadakan kuliah tamu yang mendatangkan H.E. Mr. Mauro Dell’Ambrogio, State Secretary for Education, Research and Innovation (SERI) Swiss.
Acara yang dilaksanakan di Auditorium RIK tersebut bertajuk “Collaboration between Universities and Private Bussiness in Switzerland”.
Dimoderatori oleh Dr. Djoni Hartono S.Si., M.E selaku Direktur Inovasi dan Inkubator Bisnis, kuliah tamu ini mendiskusikan potensi kolaborasi antara universitas dan industri dalam melaksanakan riset bersama.
Ukuran negaranya yang relatif kecil dibandingkan negara-negara Eropa lain ternyata tak menyurutkan Swiss menjadi negara yang terdepan dalam riset.
Terbukti, Swiss telah menjadi negara dengan publikasi artikel ilmiah tertinggi di dunia dengan indeks 3,6 per 1000 penduduk.
Selain itu, negara ini juga menjadi negara dengan jumlah paten terbanyak kedua di dunia setelah Jepang. Dari sisi investasi riset, Swiss juga masuk ke dalam jajaran 10 besar negara dengan investasi riset terbesar di dunia, yakni 2,9% dari total GDP.
“Kolaborasi antara universitas dan industri dalam melakukan riset adalah salah satu kunci kesuksesan inovasi di Swiss,” ujar Mauro.
Adalah hal yang umum bagi sebuah perusahaan di Swiss untuk berkolaborasi dengan universitas-universitas untuk menghasilkan riset berkualitas.
Biasanya, universitas mendapatkan 50% pembiayaan riset dari negara dan sisanya dari perusahaan yang menjadi mitranya.
Pembagian otonomi yang jelas di berbagai aspek menjadi faktor yang menentukan keberhasilan ini. Di Swiss, universitas-universitas dikelola oleh pemerintah lokal, bukan oleh federasi.
Dengan demikian, universitas yang berbeda akan memiliki peraturan yang berbeda pula dalam mengelola risetnya.
“Sebab, kami percaya keberagaman akan melahirkan inovasi,” tutur Mauro.
Pembagian peran juga terjadi antara universitas dengan perusahaan industri. Riset-riset fundamental sebagian besar dilaksanakan di universitas, sedangkan riset-riset terapan dilakukan di perusahaan.
Pembedaan ini akan membuat tujuan riset semakin jelas, antara riset yang berorientasi profit dan yang berorientasi pendidikan.
Faktor lain yang menjadi penentu keberhasilan riset di Swiss adalah riset yang berorientasi internasional. Ukuran negaranya yang relatif kecil membuat Swiss harus memasarkan hasil inovasinya ke luar negeri.
Oleh karena itu, Swiss cenderung mengadakan riset yang sesuai dengan keinginan pasar internasional.
Meskipun demikian, Mauro menekankan pentingnya perhatian terhadap keadaan masing-masing negara.
Model riset yang berhasil diterapkan oleh Swiss belum tentu cocok untuk diterapkan di Indonesia karena karakteristiknya berbeda.
“Misalnya, Indonesia yang market dalam negerinya tergolong besar, riset-riset yang dibuat sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan nasional,” usul Mauro menutup kuliah.
Penulis: Dara Adinda Kesuma Nasution