Depok, 16 Agustus 2023. Universitas Indonesia (UI) mengukuhkan Prof. Dr. Yetty Komalasari Dewi, S.H., M.LI., sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum (FH) UI, pagi tadi (Rabu, 16/8). Upacara pengukuhan yang dilaksanakan di Auditorium Djokosoetono FH, Kampus UI Depok ini dipimpin oleh Ketua Dewan Guru Besar (DGB) UI, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D., dan disiarkan secara virtual melalui kanal YouTube Universitas Indonesia dan UI Teve.
Dalam prosesi tersebut, Prof. Yetty memaparkan orasi ilmiah berjudul “Transformasi Hukum Ekonomi: Corporate Sustainability dalam Perdagangan dan Investasi”. Di antara para tamu undangan yang datang, tampak hadir Wakil Presiden Republik Indonesia Periode 2009-2014 Prof. Dr. (HC). H. Boediono; Hakim Agung Kamar Perdata Mahkamah Agung Dr. Nurul Elmiyah, S.H., M.H.; dan Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Dr. Cerha Bangun, S.H., M.H.
Dalam pidato pengukuhannya Prof. Yetty menyampaikan, struktur regulasi Indonesia terdapat kecenderungan orientasi nilai-nilai dalam kerangka hukum yang mendukung pada kepentingan pemilik modal, seperti adanya liberalisasi melalui UU Cipta Kerja. Adanya pandemi Covid-19 memperlihatkan bagaimana kepentingan ekonomi terjadi di segala lini, termasuk layanan esensial seperti pendidikan dan kesehatan. Ketimpangan tersebut adalah permasalahan yang riil di Indonesia.
Satu dekade lalu Pfitzer, Bockstette dan Stamp dalam Harvard Business Review mengemukakan bahwa korporasi dunia harus dan telah menanamkan tujuan kepentingan sosial (social purpose) bagi masyarakat. Dengan demikian, korporasi perlu menciptakan nilai-nilai bersama (shared value) antara stakeholders dengan shareholders, dan korporasi. Sehingga, dasar eksistensi (raison d’etre) korporasi di era kontemporer ini tidak hanya sekadar untuk meningkatkan profit pemilik modal, tetapi juga meningkatkan nilai (value) dan memenuhi tujuan sosial (social purpose) dari korporasi tersebut di masyarakat.
Dalam hal ini, Prof. Yetty mengatakan bahwa konsep corporate sustainability perlu ditegakkan kembali dalam menyeimbangkan antara profit bagi pemilik modal di satu sisi, dan kepentingan sosial masyarakat, hak asasi manusia, dan kepentingan lingkungan dalam konteks hukum perdagangan dan investasi di Indonesia. “Konsep corporate sustainability bukanlah gagasan kontemporer dan asing. Konsep ini sejak awal telah terefleksi dałam Pancasila dan UUD 1945 sebagaimana struktur perekonomian yang dicita-citakan oleh para founding father,” ujar Prof. Yetty.
Ia mengatakan, kerangka hukum ekonomi Indonesia merupakan kunci untuk mengantarkan penduduknya melalui tantangan masa depan. Dewasa ini, hukum mengenai kegiatan ekonomi tidak lagi hanya berkutat mengenai tujuan menghasilkan laba, melainkan telah mempertimbangkan aspek-aspek yang identik dengan hidup dan keberlanjutan bagi manusia dan perusahaan, baik itu berupa tanggung jawab sosial dan lingkungan, tata kelola perusahaan, maupun keterlibatan teknologi kecerdasan buatan. Aspek-aspek lain ini yang akan merupakan bagian dari masa depan hukum mengenai kegiatan ekonomi, karena aspek-aspek tersebut telah dan akan semakin diterapkan oleh perseroan di kemudian hari.
“Maka, penting bagi kita untuk dapat memahaminya. Oleh karena itu, pendidikan hukum juga harus mencerminkan realitas hukum yang telah berkembang sedemikian rupa. Namun demikian, praktik juga tidak boleh menyimpang dari asas dan teori yang ada karena ketaatan terhadap asas dan teori merupakan landasan terciptanya kepastian hukum,” kata Prof. Yetty.
Ia menamatkan pendidikan Sarjana Hukum di FH UI pada 1993. Kemudian, pada 2003 ia melanjutkan pendidikan magisternya di University of Winsconsin-Madison. Pada 2011, ia kembali ke FHUI dan berhasil mendapatkan gelar doktornya dengan judul disertasi “Pemikiran Baru tentang Persekutuan Komanditer (CV): Studi Perbandingan KUHD dan WvK serta putusan-putusan pengadilan Indonesia dan Belanda”.
Prof. Yetty dikenal sebagai pakar hukum ekonomi dan telah menerbitkan beberapa karya ilmiahnya yang terindeks scopus, di antaranya Global Pandemics and Moratorium of Investment Claims: A Perspective From Indonesia (2023); Costs of Maritime Security Inspection To Merchant Ship Operations–The Indonesian Shipowners’ Perspective (2023); Third-Party Risk In The Availability Payment: The Palapa Ring Western Package (2022); dan Digital Services Tax Regulation And Wto Non-Discrimination Principle: Is The Deck Stacked? (2021).