id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Dekan FKUI Temukan Hubungan Antara Penyakit Lambung & Faktor Etnik

Negara Indonesia yang terdiri dari ribuan kepulauan dan bermacam-macam bentang alam rupanya memiliki hubungan dengan jenis penyakit yang kemungkinan menyasar warganya. Salah satunya ialah penyakit lambung, yang disebabkan oleh kuman Heliobacter pylori.

Prof. Ari Fahrial Syam yang pada Sabtu (8/9) siang dikukuhkan sebagai guru besar tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) telah melakukan riset menahun untuk meneliti kuman ini.

“Keingintahuan saya atas kuman ini sudah sejak saya baru menjadi dokter spesialis penyakit dalam. Minimnya data seputar kuman ini, juga tidak banyaknya dokter Indonesia yang berminat di bidang ini menambah ketertarikan saya” ujar Prof. Ari dalam pidato pengukuhannya di Aula IMERI FKUI, Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat.

Dalam paparannya, ia menyebut,infeksi akibat kuman H. pylori bisa menyebabkan berbagai jenis penyakit lambung, mulai dari sakit maag biasa, tukak lambung, sampai kanker.Ia mengisahkan, selama tahun 2014-2017, ia dan rekan sejawatnya menekuni riset di 20 rumah sakit di Indonesia.

Hasilnya, 1 dari 5 pasien sakit maag mengandung kuman H. pylori di dalam lambungnya. Secara rata-rata nasional, angka ini tergolong kecil. Namun, jika hal ini luput dan tidak ditangani, maka masalah lambung si pasien akan terus berlanjut.

Menariknya, faktor etnik juga menjadi faktor risiko prevalensi kuman ini. Etnik Bugis, Batak, kemudian Papua menjadi etnik yang paling rentan terinfeksi. Tingkat kerentanan yang tinggi pada Etnik Papua sejalan dengan penemuan serupa di Papua Nugini.

Sementara itu, tingginya prevalensi kuman H. pylori pada Etnik Bugis justru bertolak belakang dengan etnik di utara Sulawesi. Begitu pun Etnik Batak yang secara geografis berdekatan dengan Jawa dan Kalimantan, yang tingkat kerentanannya tak seberapa.

Profesor yang kini juga menjabat sebagai Dekan FKUI ini menduga, tingginya angka prevalensi pada etnik-etnik tadi berbanding lurus dengan presentase penggunaan tangan kosong ketika makan, tanpa kebiasaan mencuci tangan.“Namun, perlu dilakukan analisis genotipe dan faktor-faktor lain untuk memastikannya,” sebut Prof. Ari.

Selama ini, penanganan atas infeksi H. pylori dilakukan melalui penggunaan antibiotik. Sayang, dari 5 jenis antibiotik yang dapat dipakai, hanya etnik Dayak yang sensitif terhadap kelimanya. Etnik Papua, Batak, dan Jawa, punya resistensi cukup tinggi terhadap beberapa jenis antibiotik.

Untuk itu, Prof. Ari menawarkan alternatif penanganan infeksi H. pylori dengan probiotik alias mikrobiota baik bagi pencernaan. Kondisi ini justru sejalan dengan resistensi yang ditemui pada beberapa etnik terhadap antibiotik.

Prof. Ari telah memublikasikan puluhan jurnal tentang kedokteran dan penyakit dalam. Kini, selain menjabat Dekan FKUI, ia juga menjabat sebagai Chairman ASEAN Medical School Network.

Related Posts