Kemunduran kawasan industri akibat berkurangnya sumber bahan baku, berdampak pada perekonomian kawasan dan wilayah di sekitarnya. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe (AL) merupakan salah satu upaya revitalisasi atas kawasan industri di Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, yang mengalami penurunan kinerja karena habisnya sumber gas alam. Setelah tiga tahun beroperasi, dampak keberadaan KEK-AL pada keberlanjutan kawasan belum diketahui.
Kawasan industri Arun dikenal sebagai kawasan petro dollars pada tahun 1980–2000 karena produksi gas alam Kawasan ini berada di jalur strategis pelayaran internasional Selat Malaka. Keterbatasan bahan baku diikuti bencana tsunami dan adanya konflik internal menjadikan sebagian besar industri di kawasan Arun berhenti beroperasi. Setelah produsen gas alam cair Arun ditutup, sebagian besar kawasan industri Arun menjadi aset negara.
Manik Priandani, mahasiswa Program Doktoral di Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI), tertarik mengangkat topik tersebut. Ia menilai perlu langkah konkret dengan mempercepat proses revitalisasi suatu kawasan industri yang mengalami kemunduran, serta melakukan pengelolaan dan pengembangan KEK untuk sektor industri yang bersifat berkelanjutan. “Keberlanjutan internal (industri) dan keberlanjutan eksternal (desa-desa di wilayah sekitar) dipengaruhi oleh sistem industri berkelanjutan yang diterapkan dan strategi pengelolaan kawasan,” ujar Manik.
Dalam riset doktoralnya yang berjudul “Model Revitalisasi Kawasan Industri Kawasan Ekonomi Khusus Berkelanjutan”, Manik menganalisis perubahan yang terjadi pada dimensi dan indikator lingkungan, sosial, dan ekonomi di kawasan eksternal dan internal industri Arun, sebelum dan sesudah adanya KEK. Perubahan ini diukur dengan nilai keberlanjutan menggunakan metode Statistical Matching dan normalisasi. Dari pengukuran tersebut ditemukan bahwa terjadi kenaikan pada indeks keberlanjutan internal, sedangkan pada indeks keberlanjutan eksternal terjadi sebaliknya.
Manik juga menganilisis kepentingan dan pengaruh stakeholder pada keberlanjutan KEK-AL. Dengan metode stakeholder analysis, terlihat bahwa sebagian stakeholder penting masih berperan sebagai penonton. Sementara itu, terkait model revitalisasi kawasan industri KEK berkelanjutan, Manik merumuskannya dengan metode Analytic Network Process (ANP). Hasilnya, model revitalisasi kawasan industri dapat diterapkan dengan perpaduan antara sistem industri berkelanjutan dan strategi pengelolaan kawasan berkelanjutan.
Untuk mewujudkan revitalisasi kawasan industri KEK berkelanjutan, diperlukan sinergi dari para stakeholder, seperti Dewan Nasional KEK, Dewan Kawasan KEK-AL, Badan Usaha Pembangun dan Pengelola (BUPP) KEK-AL, dan pelaku usaha. Sinergi ini dilakukan melalui sosialisasi, koordinasi, penilaian, serta evaluasi peran pemangku kepentingan. Pihak terkait juga harus berkoordinasi dengan administrator untuk membicarakan peluang usaha dan kemungkinan investor yang masuk. Selain itu, perlu dilakukan pula pengembangan usaha di luar minyak dan gas (diversifikasi bahan baku dan produk) dan pengembangan teknologi ramah lingkungan untuk industri.
Studi Manik terkait revitalisasi kawasan industri berhasil membawanya meraih gelar doktor ke-63 di SIL UI dan ke-180 dalam Ilmu Lingkungan. Sidang Promosi Doktor yang dilaksanakan di Gedung IASTH UI Kampus Salemba, pada Kamis (12/01) ini, diketuai oleh Dr. dr. Tri Edhi Budhi Soesilo, M.Si. dengan Promotor Prof. Dr. Ir. Djoko M. Hartono, S.E., M.Eng. Pada kesempatan itu, Dr. Tri Edhi juga berperan sebagai Ko-Promotor bersama Drs. Raldi H. Koestoer, M.Sc., Ph.D., APU. Adapun Tim Penguji dalam sidang terdiri atas Prof. Ir. Isti Surjandari, M.T., M.A., Ph.D.; Dr. Zamroni Salim, S.E., M.Appl. Econ.; Dr. Dony Abdul Chalid, S.E., M.M.; Dr. Hayati Sari Hasibuan, S.T., M.T.; Dr. Evi Frimawaty, S.Pt., M.Si.; dan Dr. Herdis Herdiansyah, S.Fil.I., M.Hum.
Penulis: Humas SIL UI| Editor: Sasa