iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Dosen UI Teliti Framing Pemberitaan Glasnost dan Perestorika di Media Nasional Sebagai Kritik Terhadap Orde Baru

Rusia adalah negara yang dibingkai secara negatif oleh media di Indonesia pada era rezim represif-totalitarian Orde Baru. Akan tetapi, angin perubahan politik yang terjadi di Rusia dan Eropa Timur pada tahun 1985—1991 dengan kebijakan glasnost dan perestroika-nya menjadikan pembingkaian berita mengenai Rusia di Indonesia mengalami perubahan. Pemberitaan yang masif dan intensif pada sebuah media yang merupakan salah satu harian bersirkulasi nasional dan terpandang di Indonesia memperlihatkan ada suatu pesan terselubung yang ingin disampaikan di balik pemberitaan isu tersebut.

“Jika dilihat dalam konteks pemerintahan Orde Baru yang represif dan totalitarian, perubahan pembingkaian pemberitaan tersebut dapat dimaknai sebagai suatu upaya perlawanan yang dilakukan secara tersembunyi. Selain itu, perubahan pembingkaian juga dapat dilihat sebagai cara media berstrategi dan berupaya pada era Orde Baru untuk mengkritik tanpa takut diberangus oleh pemerintah. Penelitian ini akan mengkaji penggunaan glasnost dan perestroika oleh media tersebut sebagai pintu masuk untuk membicarakan tentang perubahan politik di Indonesia pada era Orde Baru, yaitu pada tahun 1986—1991,” kata Dr. Mochamad Aviandy, S.Hum., M.Hum.

Dosen Program Studi (Prodi) Sastra Rusia tersebut menyampaikan hal itu dalam disertasi berjudul “Pembingkaian (Framing) Pemberitaan Glasnost dan Perestroika pada Harian KOMPAS Sebagai Kritik Terhadap Orde Baru”. Aviandy menemukan bahwa ada upaya bernegosiasi oleh media yang menjadi bahan penelitiannya dengan pemerintah Orde Baru, melalui artikel tajuk rencana dalam balutan isu glasnost dan perestroika yang sedang hangat diperbincangkan saat itu.

Pada penelitian disertasinya, Aviandy mengumpulkan 425 artikel dan 54 tajuk rencana yang terkait glasnost dan perestroika selama kurun waktu 1986-1991. Hasil riset yang dilakukannya menunjukkan bahwa strategi pembingkaian media perlu digunakan secara komprehensif dalam menghadapi rezim pemerintahan otoritarian.

Dengan demikian, kritik dapat disampaikan oleh media tanpa harus mengalami pemberedelan. Negosiasi dengan kekuasaan perlu digunakan untuk tetap mempertahankan peran media sebagai salah satu pilar utama demokrasi dalam mengkritisi kekuasaan.

Kebaruan dan kontribusi penelitiannya dengan menggunakan teori serta metode pembingkaian media pada tajuk rencana di era rezim totalitarian Orde Baru yang berfokus pada cara sebuah media nasional memanfaatkan ruang isu berita internasional sebagai sebagai tempat untuk mengkritik rezim politik, belum pernah dilakukan. Dengan adanya penelitian ini, ia berharap hasil penelitiannya menambah khasanah pengetahuan analisis pembingkaian teks terhadap cara media di Indonesia berupaya untuk melakukan kritik ketika berada di bawah rezim Orde Baru yang represif dan otoritarian.

“Perlu juga diberikan perhatian bagaimana harian nasional tersebut tetap dipercaya oleh pemerintah Indonesia, dalam artian tetap terbit dan bersirkulasi nasional serta para wartawan dan pimpinannya tidak terjerat hukum, meskipun setelah dianalisis tetap ditemukan adanya upaya dari untuk mengkritik secara tersirat,” ujar Aviandi dalam sidang promosi doktor yang dilaksanakan secara luring di Auditorium Gedung 1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI), Kampus Depok.

Di akhir pemaparan, Aviandy menyimpulkan bahwa media di Indonesia, yang saat itu tengah direpresi, dapat memanfaatkan ruang serta celah yang ada untuk tetap berupaya menyampaikan kritik terhadap pemerintah serta juga membawa kesadaran pada pembaca dan masyarakat akan isu-isu internasional dan semangat zaman yang ada.  Kesadaran, kritik, serta cara media bersiasat dan berupaya dalam bersuara di tengah keterbatasan tentunya terus berlanjut, bahkan saat isu glasnost dan perestroika sudah tidak lagi digaungkan.

Aviandy melaksanakan sidang promosi doktor secara luring, pada Rabu (13/07) dan dinyatakan lulus dengan predikat “Cumlaude”. Keberhasilannya meraih gelar doktor, menambah jumlah doktor di FIB UI yang saat ini berjumlah 392. Ia merupakan doktor ke-5 di Prodi Ilmu Susastra FIB UI yang lulus di tahun 2022. Dalam sidang promosi doktornya turut hadir secara luring guru besar FIB UI, Prof. Dr. Bambang Wibawarta, M.A., Prof. Melani Budianta, M.A, Ph.D., Prof. Dr. Irmawati Marwoto, S.S., M.S., Prof. Dr. R. Cecep Eka Permana, S. S., dan Prof. Dr. Lilawati Kurnia, S. S., M. A., serta pimpinan FIB UI diantaranya Dr. Untung Yuwono (Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan FIB periode 2022-2026), Dr. Taufik Asmiyanto, M.Si (Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Ventura, dan Administrasi Umum FIB UI periode 2022-2026), Dr. Adrianus Laurens Gerung Waworuntu, S.S., M.A. (Dekan FIB UI periode 2017-2021), dan jajaran lainnya.

Sidang promosi doktor yang diselenggarakan oleh Prodi Pascasarjana Ilmu Susastra FIB UI dipimpin oleh Prof. Dr. Agus Aris Munandar, M.Hum. Bertindak sebagai Promotor dalam tersebut adalah Prof. Manneke Budiman, Ph.D.; dan Dr. Dhita Hapsarani selaku Kopromotor. Tim penguji dalam sidang tersebut adalah Dr. Turita Indah Setyani (Ketua Penguji), Dr. Yosef Marcis Djakababa (Anggota Penguji) dari Universitas Pelita Harapan, Dr. Ade Armando, M.S (Anggota Penguji) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Shuri Mariasih Gietty, Ph. D. (Anggota Penguji) dari FIB UI, dan Mina Elfira, Ph. D. (Anggota Penguji) dari FIB UI.

Related Posts