Buku “Dinamika Gender dan Seksualitas Kontemporer: Sebuah Antologi” yang memuat hasil penelitian dengan tema gender dan seksualitas, khususnya yang menangkap keragaman identitas dan ekspresi gender, relasi kuasa antara teknologi informasi dengan praktik-praktik seksualitas di Indonesia yang belum banyak dipublikasikan secara luas, diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poitik (FISIP) Universitas Indonesia, pada Kamis (31/03). Buku ini memuat berbagai tulisan dari para peneliti di bidang gender dan seksualitas di Indonesia, yakni Irwan Martua Hidayana, Gabriella Devi Benedicta, Diana Teresa Pakasi, Restasya Bonita, Supozwa Begawan Asmara Lanank, Putri Rahmadhani, Reni Kartikawati, Sabina Puspita, dan Ni Nyoman Sri Natih Sudhiastiningsih.
Perubahan nilai, pemaknaan, dan praktik seksualitas yang sangat cepat terjadi di Indonesia, membutuhkan pembaruan teorisasi dan konseptualisasi serta metodologi penelitian gender dan seksualitas di Indonesia. “Problematika gender dan seksualitas yang terjadi di Indonesia, semakin kompleks dan menantang. Di satu sisi, seksualitas masih dipandang tabu untuk dibicarakan secara terbuka, di sisi lain sejumlah isu seksualitas hangat diperdebatkan di ranah publik,” ujar Dr. Irwan Martua Hidayana, Ketua Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), yang menjadi editor buku tersebut.
Menurut Irwan, dinamika gender dan seksualitas yang sedang hangat dan menjadi pertarungan wacana adalah isu kekerasan seksual. Sejak beberapa tahun terakhir, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual yang diajukan oleh pemerintah ke DPR pada tahun 2016 mengalami pasang surut dalam proses pembahasannya.
“Lagi-lagi, perdebatan atas substansi RUU ini menunjukkan polarisasi, antara kelompok yang mengusung moralitas dan agama, dengan kelompok yang berperspektif Hak Asasi Manusia dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Urgensi dari penghapusan kekerasan seksual juga dirasakan dunia pendidikan, karena maraknya kasus-kasus yang diangkat oleh media sosial,” kata Irwan.
“Melalui bab-bab dalam buku ini, tampak nyata keragaman dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam pemaknaan dan praktik seksualitas di Indonesia. Realitas ragam nilai dan praktik seksualitas tidaklah setara dalam masyarakat kita. Seksualitas senantiasa menjadi arena pertarungan identitas dan moralitas bangsa, masyarakat memberikan label terhadap praktik dan identitas seksual yang baik, sehat, bermoral dan sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa dengan seksualitas yang dianggap menyimpang, amoral dan membahayakan budaya dan generasi penerus bangsa,” ujar Diana.
Lebih lanjut, Diana menyampaikan hal lain yang menjadi refleksi dari buku ini adalah realitas bahwa seksualitas meskipun sangat kontekstual, namun sangat terhubung, terutama dengan kemajuan teknologi informasi. “Kekuatan sosial yang bekerja, yang mengontrol tetapi juga memampukan individu, tidak hanya proses modernisasi di tingkat lokal, tetapi juga globalisasi yang dibawa terutama oleh internet. Keterhubungan ini misalnya, termanifestasi melalui beragam platform media sosial, aplikasi untuk kencan, forum di internet yang membentuk sosialitas (sociality) di mana seksualitas secara spesifik diekspresikan dan dipraktikkan,” kata Diana.
Buku ini membahas mengenai Seksualitas dan Media Digital hingga Refleksi Praktik Penelitian, dan pada bab akhir membahas tentang salah satu teknik dalam pendekatan etnografi dengan visual photovoice sebagai elemen penting dalam menganalisis, memahami dan mengkritisi makna dari sebuah fenomena yang terjadi. Diharapkan, hadirnya buku ini dapat membuka mata pembaca mengenai keragaman gender dan seksualitas serta kerentanan, marginalisasi dan eksklusi yang khususnya dihadapi oleh minoritas gender dan seksual di Indonesia. Harapan lainnya adalah dapat berkontribusi dalam upaya transformasi masyarakat Indonesia yang lebih setara dan adil gender.