iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Guru Besar FKUI Kaji Upaya Multipihak Untuk Mencapai Nihil Kusta 2030 di Indonesia

Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D.  mengukuhkan Prof. Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo Wardhani Menaldi, Sp.D.V.E., Subsp.D.T. sebagai Guru Besar dalam Bidang Dermatologi dan Venereologi, Fakultas Kedokteran (FK) UI, pada hari ini, Rabu (6/3), di Aula IMERI, Kampus UI Salemba. Prof. Sri dikukuhkan sebagai guru besar setelah menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Pelibatan Multipihak pada Tata Kelola Kusta di Indonesia dalam Mencapai Nihil Kusta 2030: Peran dan Kontribusi Pendidikan Dokter”.

Pada kesempatan itu, Prof. Sri menyampaikan bahwa Penyakit Tropis Terabaikan (PTT) atau Neglected Tropical Diseases (NTDs) merupakan sekelompok penyakit yang berada di daerah tropis dan subtropis. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), terdapat 20 jenis penyakit yang digolongkan dalam PTT, delapan di antaranya berada di Indonesia. PTT yang terkait kulit ialah kusta dan frambusia. Prof. Sri mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kasus kusta terbanyak ketiga di dunia. Pada tahun 2022, kasus yang terdaftar berjumlah 15.052 dengan kasus baru sebanyak 12.095.

Kusta merupakan penyakit infeksi kronis pada kulit dan saraf tepi yang diperkirakan sudah ada sejak 600 tahun Sebelum Masehi. Namun, penyebabnya kusta, yaitu Mycobacterium leprae (M. leprae), baru ditemukan 151 tahun yang lalu. Pada 1982, WHO merekomendasikan paduan obat Rifampisin, Dapson, dan Clofazimine sebagai multidrug therapy untuk pengobatan kusta yang terbukti efektif. Meskipun penyebab kusta sudah diketahui dan obatnya telah tersedia, kusta belum dapat dimusnahkan sampai saat ini.

Bertepatan dengan World’s NTDs Day yang tahun ini jatuh pada tanggal 28 Januari, Prof. Sri mengangkat topik kusta atau lepra sebagai salah satu PTT yang hingga kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Sejalan dengan tema Hari Kusta tahun 2024 yang dicanangkan WHO yaitu “Beat Leprosy: Ending Stigma, Embracing Dignity” Indonesia menetapkan target nihil kusta pada tahun 2030. Pada 2023, Kementerian Kesehatan RI melaporkan tujuh provinsi di Indonesia belum mencapai eliminasi kusta, yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.

“Kendala dalam pencapaian eliminasi cukup banyak, salah satunya adanya stigma kusta, baik stigma diri maupun stigma sosial. Stigma dan diskriminasi terhadap kusta menyebabkan para penyandangnya tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah, tidak mampu bekerja, atau tidak mendapatkan pekerjaan dan terlambat mendapat pengobatan sehingga memungkinkan terjadinya cacat dan disabilitas. Hal ini membuat mereka terjerat masalah ekonomi sehingga tidak mampu pergi ke layanan kesehatan, tidak mendapat obat, dan penularan akan terus berlangsung,” kata Prof. Sri.

Untuk menyelesaikan hambatan tersebut, diperlukan kerja bersama yang terkoordinasi dengan baik karena hanya tersisa kurang dari enam tahun untuk mencapai target nihil kusta. Dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) Eliminasi Kusta 2023-2027, telah disusun empat strategi utama untuk mencapai eliminasi, yaitu menggerakkan masyarakat; meningkatkan kapasitas sistem pelayanan; meningkatkan integrasi dan koordinasi; dan menguatkan komitmen, kebijakan dan manajemen program.

Menurut Prof. Sri, upaya menurunkan stigma melalui edukasi sebaiknya dilakukan sejak usia dini karena edukasi pada anak akan memberikan retensi yang lebih meresap untuk waktu yang panjang. Pada 2023, Prof. Sri memberikan edukasi terhadap murid-murid di SDK 1,2 Waimahu Latuhalat Ambon, Maluku bersama Kelompok Studi Dermatologi Sosial (PERDOSKI) bersama KATAMATAKU. Berbagai upaya yang dilakukan Prof. Sri bersama KATAMATAKU membawanya meraih penghargaan Bidang Riset dan Inovasi Kategori  “Program Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Terbaik” UI.

Prof. Sri menekankan bahwa penanggulangan kusta sangat kompleks dan tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan saja. Upaya perlu dilakukan oleh tiga sektor, yaitu Pemerintah dan DPR, Profesi, serta masyarakat. Selain itu, Prof. Sri mengatakan kusta merupakan salah satu contoh yang baik untuk digunakan sebagai pemicu dalam berbagai jenjang pendidikan dan penelitian kedokteran untuk melatih pemahaman dan penerapan softskill seperti empati dan komunikasi efektif.

Sebelum melakukan kajian tentang penyakit kusta, Prof. Sri banyak melakukan penelitian serupa. Beberapa di antaranya adalah Burnout and Coping Strategies Among Resident Physicians at an Indonesian Tertiary Referral Hospital During COVID-19 Pandemic (2023); Functional Activity Limitation of Leprosy Cases in an Endemic Area in Indonesia and Recommendations For Integrated Participation Program in Society (2022); dan Efficacy of Gabapentinoids for Acute Herpes Zoster in Preventing Postherpetic Neuralgia: a Systematic Review of Randomized Controlled Trials (2022).

Prof. Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo Wardhani Menaldi, Sp.D.V.E., Subsp.D.T. menamatkan pendidikan Dokter di FKUI pada 1981; menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin FKUI pada 1992; memperoleh gelar Konsultan Dermatologi Tropik Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Indonesia pada 2008; dan menamatkan Program Doktor Bidang Pendidikan Kedokteran dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada pada 2013. Pada 2023, Prof. Sri menerima Penghargaan Tokoh Inspiratif dengan Dedikasi dan Komitmen Terhadap Penanggulangan Kusta dan Pengurangan Stigma Kepada Orang Yang Pernah Menderita Kusta di Indonesia pada NLR Awards 2023 dari Yayasan NLR Indonesia.

Prosesi pengukuhan guru besar Prof. Sri turut dihadiri oleh Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Dr. dr. M. Adib Khumaidi, Sp.OT; Wakil Ketua DPR RI, Dr. (H.C.) H. Rachmad Gobel; Dewan Pembina Yayasan NLR Indonesia, dr. I Nyoman Kandun, MPH; Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Periode 2020 – 2023; Komjen. Pol. (Purn.) Dr. Boy Rafli Amar, M.H. Datuk Rangkayo Basa; Guru Besar FK Universitas Gajah Mada, Prof. Dr. dr. Hardyanto Soebono, Sp.D.V.E.(K); Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, Prof. Dr. Jatie K. Pudjibudojo; Rektor UI Periode 2002-2007, Prof. dr. Usman Chatib Warsa, SpMK, Ph.D.; dan Rektor UI Periode 2014–2019, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met.

Related Posts