Depok, 20 November 2024. Universitas Indonesia mengukuhkan tiga guru besar yang berasal dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) di Balai Sidang Kampus UI Depok, pagi tadi (20/11). Guru besar yang dikukuhkan tersebut adalah Prof. Dr. dr. Zulkifli Djunaidi, M.App.Sc., Prof. Dr. Robiana Modjo, S.K.M., M.Kes., dan Prof. Dr. Ede Surya Darmawan, S.K.M., M.D.M., yang menjadi guru besar ke-36, 37, serta 38 yang dikukuhkan UI pada tahun ini. Dengan demikian, hingga hari ini UI memiliki total 463 guru besar.
Prof. Zulkifli dikukuhkan sebagai guru besar di Bidang Ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dalam pidato berjudul “Manajemen Risiko K3 untuk Mengantisipasi Future Risk karena Perkembangan Teknologi dan Gap Generation”, dijelaskan oleh Prof. Zulkifli bahwa manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah proses proaktif yang bertujuan mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengelola risiko di tempat kerja untuk mencegah kejadian yang tidak diinginkan, seperti kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
“Langkah-langkah utama dalam manajemen risiko K3 meliputi identifikasi bahaya, analisis dan evaluasi risiko, tindakan pengendalian, serta pemantauan dan peninjauan yang dilakukan secara berkelanjutan,” ujar Prof. Zulkifli.
Manajemen risiko K3 telah menjadi prioritas utama International Labour Organization (ILO) dalam mengatasi isu keselamatan dan kesehatan pada tenaga kerja di masa mendatang. Keseriusan ini terlihat dari publikasi ILO terkait perkembangan teknologi dalam laporan berjudul “Safety and Health at the Heart of the Future of Work” pada 2019. Seiring perkembangan teknologi, demografi, dan perubahan iklim, manajemen risiko K3 perlu beradaptasi untuk menghadapi risiko di masa depan. Komunikasi dan konsultasi juga menjadi elemen penting untuk memastikan setiap tindakan yang dilakukan tepat sasaran dan relevan dengan kondisi lapangan.
Revolusi Industri 4.0 juga membawa perubahan besar melalui teknologi yang mengintegrasikan dunia fisik, digital, dan biologis. Hal ini menimbulkan tantangan baru dalam bidang K3. Tantangan utama mencakup perlunya adaptasi organisasi terhadap model kerja yang fleksibel dan digital, pembaruan kerangka regulasi yang tertinggal, revisi sistem manajemen K3 untuk mengakomodasi teknologi baru seperti AI dan Big Data, serta transformasi pendekatan manajemen risiko K3 agar relevan dengan interkonektivitas dan otomatisasi.
“Untuk menghadapi era ini, teknologi harus dikembangkan sejalan dengan program K3 dengan tetap memprioritaskan manusia sebagai pusat perhatian. Kolaborasi antara peneliti, praktisi, dan industri sangat diperlukan untuk memastikan transisi yang aman dan mencegah peningkatan risiko kecelakaan di tempat kerja”, ujar Prof. Zulkifli.
Future work adalah gambaran tentang evolusi pekerjaan, cara kerja, tenaga kerja, dan lingkungan kerja di masa depan yang dipengaruhi oleh berbagai aspek dalam masyarakat, termasuk sosial-ekonomi dan politik. Prof. Zulkifli mengutip dari Society for Human Resource Management terkait karakteristik utama dari future work, yaitu meliputi Artificial Intelligence (AI), pola kerja baru, ekonomi gig, redefinisi kepemimpinan, serta pembelajaran sepanjang hayat dan reskilling. Namun, perkembangan ini juga membawa potensi risiko di masa depan, seperti risiko teknologi, perubahan demografi, perubahan iklim, dan perubahan dalam organisasi kerja.
Perubahan cepat di dunia kerja menciptakan peluang sekaligus tantangan, terutama karena dampak teknologi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja yang sulit diprediksi. Untuk menghadapinya, respons yang inklusif dan berpusat pada manusia diperlukan, dengan penekanan pada pembelajaran sepanjang hayat dan pengembangan keterampilan. Investasi inovatif dalam kemampuan manusia menjadi kunci untuk menghadapi risiko baru di bidang keselamatan dan kesehatan kerja. Komisi Global ILO menyoroti pentingnya jaminan ketenagakerjaan universal, termasuk hak dasar pekerja, upah layak, batas waktu kerja, dan lingkungan kerja yang aman. Kolaborasi antara pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja harus dimulai segera untuk mewujudkan masa depan kerja yang aman dan sehat.
ILO merekomendasikan berbagai langkah untuk menghadapi tantangan dan peluang dalam transformasi future work, di antaranya mengantisipasi risiko baru dalam K3, memanfaatkan pendekatan multidisipliner dalam pengelolaan K3, membangun kompetensi K3, memperluas kolaborasi dengan sektor kesehatan masyarakat, mengembangkan standar internasional di bidang ketenagakerjaan dan K3, serta memperkuat peran pemerintah, mitra sosial, dan kemitraan lainnya.
Dalam penutup pidatonya, Prof. Zulkifli menyampaikan bahwa pelatihan manajemen K3 sebagai elemen kunci dalam meningkatkan kesadaran pekerja terhadap bahaya di tempat kerja serta cara pengendaliannya, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif. “Manajemen Risiko di dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu antisipasi yang tepat guna menghadapi risiko di masa mendatang. Hal ini dikarenakan perkembangan masa depan pekerjaan yang didorong oleh kemajuan teknologi, perubahan norma sosial, dan kekuatan ekonomi global akan tergambarkan dengan baik melalui Manajemen Risiko K3 yang tepat”, tambahnya.
Prof. Zulkifli menyelesaikan pendidikan kedokteran di Universitas Indonesia pada 1985 dan melanjutkan studi magister di University of New South Wales, Australia, dalam program Master of Applied Science in Safety hingga 2001. Selanjutnya, ia menempuh pendidikan Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat di UI dan lulus pada 2010.
Kariernya sebagai pengajar tetap di FKM UI dimulai sejak 1987. Saat ini ia menjabat sebagai Konsultan Senior di Lembaga Pendidikan dan Pengabdian Kesehatan Masyarakat UI. Prof. Zulkifli, juga berperan aktif dalam publikasi riset, seperti penelitiannya terkait Beban Kerja Fisik Sebagai Determinan Utama Unsafe Action pada Pekerja Konstruksi (2024), Analisis Tingkat Kematangan Budaya Keselamatan Kerja Pada Proyek Konstruksi Migas Nasional (2023), dan Health risk assessment at hydro cracker complex oil and gas company (2023).