id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Jelajah Bali dari Desa WIsata hingga Sanghyang Dedari Giri Amerta

JELAJAHI BALI DAN INTIP KEUNIKAN DESA WISATA HINGGA MUSEUM SANGHYANG DEDARI GIRI AMERTA

Depok, 9 September 2024. “The museum is amazing because it features traditional dances related to rice. The Sanghyang Dedari dance is performed by young girls as a form of gratitude and a request for protection to the Goddess.” Pernyataan tersebut disampaikan oleh Isabella, turis asal Polandia yang mengunjungi Museum Sanghyang Dedari Giri Amerta di Desa Adat Geriana Kauh, Duda Utara, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem, Bali, pada Rabu (28/8) lalu.

Ia mengagumi kebudayaan Bali yang memiliki hubungan erat dengan pertanian organik. Tari Sanghyang Dedari merupakan ritual sakral dalam proses tanam padi yang dijalankan oleh masyarakat adat Geriana Kauh. Tari ini dibawakan sebagai wujud permohonan kepada Sang Dewi agar tanaman padi terhindar dari malapetaka hama dan wabah, sehingga hasil panen baik.

Sayangnya, seiring berjalannya waktu, tradisi ini mulai tergerus oleh modernisasi pertanian. Para petani lebih memilih menggunakan pupuk dan pestisida kimia untuk hasil tanam yang lebih cepat. Padahal, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merusak tanah dan lingkungan. Kondisi tanah yang rusak dan harga pupuk yang mahal memaksa masyarakat untuk merantau dan memilih profesi lain.

“Semakin banyak anak muda yang merantau, budaya dan tradisi semakin ditinggalkan. Hal ini membuat kami sadar bahwa upacara Sanghyang Dedari yang diajarkan oleh nenek moyang kami ternyata tidak hanya membangun kepercayaan kepada Dewi, tetapi juga menjaga kelestarian dan keberlanjutan desa,” ujar I Nyoman Subratha selaku Pendesa Desa Adat Geriana Kauh.

Untuk itu, dalam upaya menghidupkan kembali tradisi Sanghyang Dedari di Desa Adat Geriana Kauh, Universitas Indonesia (UI) menginisiasi program pelestarian budaya sejak 2016 dengan mendirikan Museum Sanghyang Dedari yang diresmikan pada 2019. Direktur Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat UI, Prof. Agung Waluyo, S.Kp., M.Sc., Ph.D., mengatakan bahwa pendirian museum ini adalah upaya terakhir yang dapat dilakukan oleh akademisi UI agar tradisi Sanghyang Dedari tidak hilang.

“Bensin penggerak dari Sanghyang Dedari adalah industri pertanian. Jika kegiatan bertani di sini telah banyak berkurang, lalu apa yang akan didoakan? Oleh karena itu, kami membangun Museum Sanghyang Dedari sebagai cikal bakal industri pariwisata di tempat ini untuk melestarikan budaya dan menghidupkan perekonomian demi masyarakat adat yang mandiri,” ujar Prof. Agung.

Menurutnya, Geriana Kauh dapat dikembangkan menjadi desa wisata karena memiliki banyak potensi. Desa yang terletak di sisi Selatan Gunung Agung ini memiliki perkebunan salak, hutan bambu, kebun kelapa, kebun pisang dan aren. Penduduk di desa juga menghasilkan berbagai kerajinan dari batu, kayu, dan rotan; beragam kuliner; serta hasil tenun dengan motif yang khas. Khusus untuk pertanian, masyarakat Geriana Kauh menghasilkan padi taun atau padi masa yang merupakan varietas padi lokal Bali dengan batang dan bulir padi yang lebih besar dibandingkan padi lainnya.

“Padi unggul ini memerlukan waktu tanam lebih lama, yakni sekitar 190 hari, jika dibandingkan dengan padi biasa yang hanya memerlukan waktu panen sekitar 3–4 bulan. Keunggulan ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membangun agrowisata di desa tersebut. Untuk itu, kolaborasi quintuple helix yang melibatkan pemerhati budaya, pemerintah daerah, mitra swasta, media, ketua adat, dan karang taruna harus kita bangun bersama,” kata Prof. Agung.

Untuk mengembangkan Museum Sanghyang Dedari menjadi industri pariwisata, Tim Pengabdi UI berkolaborasi dengan Asosiasi Museum Indonesia mengadakan workshop pengelolaan museum yang diikuti oleh kaum muda Desa Geriana Kauh. Ketua Tim Pengabdi UI yang merupakan Dosen Fakultas Ilmu Pengetahun Budaya UI sekaligus Ketua Dewan Pakar Asosiasi Museum Indonesia, Dr. Ali Akbar, S.S., M.Hum., mengatakan bahwa pelatihan ini diberikan kepada anak muda agar mereka memiliki kesadaran untuk menjaga dan mewarisi museum.

Menurut Dr. Ali, Museum Sanghyang Dedari merupakan jenis museum komunitas yang didirikan dan dikelola oleh komunitas lokal, terbuka untuk umum, inklusif, serta menawarkan berbagai pengalaman untuk pendidikan, kesenangan, refleksi, dan pengetahuan. Hal yang harus dilakukan dalam pengelolaan museum ini adalah mendirikan struktur kelembagaan serta mengadakan program publik yang melibatkan pengujung untuk memberikan pengalaman yang menarik, informatif, interaktif, dan edukatif.

“Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan museum ini adalah banyak generasi muda di desa yang memilih merantau untuk bekerja setelah tamat sekolah. Karena itu, dalam pelatihan ini, kami mendorong mereka untuk mengenali potensi apa saja yang ada di Geriana Kauh yang bisa dikembangkan sebagai agrowisata, serta bagaimana strategi branding dilakukan agar wisata di desa ini semakin dikenal,” ujar Dr. Ali.

I Wayan Agus Mahardika, siswa kelas 12 SMA yang merupakan peserta dalam workshop tersebut, merasa senang karena mendapat ilmu baru terkait pengelolaan museum. Di tengah teman-temannya yang berlomba untuk merantau ke kota, Martin—sapaan akrabnya—justru bercita-cita menjadi guide profesional yang mengenalkan kearifan budaya daerahnya kepada para wisatawan yang berkunjung.

“Banyak spot menarik di desa ini yang bisa dikembangkan menjadi tempat wisata, seperti hutan bambu dan sawah dengan pemandangan Gunung Agung yang sangat indah. Jika dikelola dengan baik, wisata ini dapat digabungkan dengan museum. Semoga ke depannya pariwisata ini bisa berkembang, Museum Sanghyang Dedari bisa lebih maju dan lebih besar lagi, sehingga kami tidak perlu merantau untuk mencari penghidupan,” katanya.

Untuk menjaga kesakralan Tari Sanghyang Dedari yang ada di Desa Geriana Kauh, UI juga menginisiasi digitalisasi museum guna memberikan pengalaman berkunjung secara virtual. Pengunjung dapat mengakses laman https://sanghyangdedari.org/ dan mengikuti akun Instagram @wisatadesadedari untuk mendapatkan informasi terbaru terkait kegiatan wisata dan perayaan di desa tersebut.

 

 

Related Posts