Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M., akademisi dan diplomat, pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman (1974-1978) dan Menteri Luar Negeri (1978-1988). Ia memiliki banyak kontribusi pada perkembangan hukum internasional Indonesia, dan pemikirannya menghasilkan banyak konsep dalam hukum internasional yang diterapkan. Hal itu membawa manfaat bagi Indonesia dan masyarakat internasional. Ia berperan dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait hukum laut pada 1958 dan 1960.
“Keahlian Prof. Mochtar dalam bidang hukum laut sudah tampak, sehingga pada konferensi hukum laut pertama dan kedua yang diadakan PBB, Prof. Mochtar menjadi anggota delegasi Indonesia. Peranannya sungguh luar biasa. Ada catatan bahwa Indonesia mengajukan satu usulan untuk menjadi negara kepulauan, tetapi ditarik kembali karena tidak banyak yang mendukung delegasi Indonesia,” ujar Prof. Dr. Hj. Etty R. Agoes, S.H., LL.M., dari Universitas Padjadjaran (Unpad).
Prof. Mochtar memiliki peran penting dalam pembentukan konsep negara kepulauan. Dunia internasional menerima konsep dan kedaulatan negara kepulauan dan perairan kepulauan (archipelagic waters) sebagaimana tertuang dalam pasal 49 ayat (1) Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut. Pengakuan tersebut secara signifikan menambah kedaulatan wilayah Republik Indonesia tanpa perlu mengangkat senjata atau konflik fisik. Hal ini menunjukkan perjuangan diplomasi tidak kalah penting dari perjuangan fisik dalam membela kepentingan bangsa Indonesia.
Pengajar Hukum Internasional Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI), Arie Afriansyah, S.H., M.I.L Ph.D. berpendapat bahwa melalui karya-karyanya Prof. Mochtar telah menginspirasi dosen-dosen muda. “Riset yang saya lakukan adalah melihat beberapa publikasi Prof. Mochtar. Tulisan atau publikasinya memang patut kita bahas dalam forum ini,” kata Arie dalam Webinar “Prof. Mochtar Kusumaatmadja dan Kontribusinya bagi Hukum Indonesia” yang diadakan FH UI.
Selain memberikan kontribusi nyata dalam bidang hukum laut dan hukum internasional, Prof. Mochtar juga mempunyai kontribusi penting bagi pendidikan tinggi hukum Indonesia dalam kapasitasnya sebagai Ketua Sub-Konsorsium Ilmu Hukum (1969–1974). Ia terlibat dalam perkembangan hukum Indonesia melalui penyusunan Politik Hukum dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dituliskan menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara, serta beberapa penelitian, seperti Survey of Indonesian Economic Law (1970-an) dan Diagnostic Assessment of Legal Development in Indonesia (1996).
“Prof. Mochtar mempelajari bidang hukum internasional bukan sebagai sesuatu yang given, tetapi sesuatu yang patut dikritisi dan diperkaya dengan wawasan yang digali dari jati diri bangsa ini. Kita boleh mengingat dan mengidentikkan wawasan nusantara dengan upaya Prof. Mochtar yang berjuang secara diplomasi, menuangkan argumen-argumen hukumnya untuk menegakkan kedaulatan bangsa pascakemerdekaan. Tentunya, bila ada 100 atau 1000 Mochtar-Mochtar baru di generasi selanjutnya, saya yakin bangsa Indonesia dapat mencapai kejayaannya,” kata Dr. Edmon Makarim selaku Dekan FHUI.
Dalam membangun pendidikan tinggi hukum, Prof. Mochtar telah mengantungi pengetahuan dari berbagai negara. Pada 1995, Prof. Mochtar berhasil lulus dari Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (FH-IPK) UI dan pada 1958 ia menamatkan studinya di Yale Law School. Prof. Mochtar melanjutkan studi doktornya di Unpad pada 1962 dan kembali bersekolah di Chicago University pada 1966.
Penyebarluasan pemikiran Prof. Mochtar perlu dilakukan, tidak hanya untuk mengingatkan para pembuat kebijakan, tetapi juga untuk membantu semua pihak dalam menyikapi tantangan yang kekinian di Indonesia. Penyebarluasan ini diharapkan mampu memberikan motivasi dan menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk berpikir secara konteksual dan ilmiah dalam mengembangkan ilmu hukum dan memperjuangan kepentingan nasional Indonesia di bidang hukum.
“Kenapa perlu melihat ke belakang? Karena mau tidak mau, saat ini kita mengikuti pendidikan hukum yang tidak terlepas dari awal mula pendidikan tinggi hukum di Indonesia. Pendidikan hukum tersebut kemudian banyak mendapat perubahan dari pemikirian Prof. Mochtar,” kata Prof. Dr. Topo Santoso, S.H., M.H. selaku Guru Besar FH UI Bidang Studi Hukum Pidana dan Dekan FHUI periode 2013-2017.
Ketua Bidang Studi Hukum Internasional, Yu Un Oppusunggu, S.H., LL.M., Ph., menyampaikan, webinar yang dilaksanakan selama tiga hari (6–8 Juni) ini bertujuan untuk memberikan penghargaan atas jasa Prof. Mochtar. Webinar ini melibatkan kolega dari Unpad dan Universitas Katolik Parahyangan, karena Prof. Mochtar ikut membesarkan fakultas hukum di dua universitas tersebut. FH UI juga mengundang kolega dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) dan Kementerian Luar Negeri.
Acara mengenang Prof. Mochtar ini juga dihadiri Perwakilan dari Unpad, Prof. Dr. Ahmad M. Ramli, S.H., M.H., FCB, ARB.; perwakilan dari Universitas Katolik Parahyangan, Dr. Iur. Liona N. Supriatna, S.H., M.Hum.; perwakilan dari UI, Prof. Dr. Dra. Sulistyowati Irianto, M.A. dan Dr. Agus Brotosusilo, S.H., M.A.; Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Ir. Sarwono Kusumaatmadja; Duta Besar Luar Biasa RI pada Republik Austria, Republik Slovenia, Dr. Iur. Damos Dumoli Agusman, S.H., M.A.; dan Ketua ILUNI FHUI, Rapin Mudiardjo.