Depok, 19 Juni 2024. Idul Adha 2024 baru dirayakan dua hari lalu (Senin, 17 Juni 2024), dengan rangkaian salat Id dan dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban—yang dalam bahasa Arab disebut Udhiyyah. Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI), Prof. Muhammad Luthfi, Ph.D, mengulas makna dan keutamaan perayaan Idul Adha bagi muslim yang ada di Indonesia. Menurutnya, hari itu dinamakan Idul Adha karena penyembelihan kurban dilakukan setelah salat Id dan bertepatan dengan waktu Dhuha, yaitu ketika matahari mulai menyingsing dari timur.
Bagi umat muslim, Idul Adha menjadi pengingat untuk mengenang dan meneladani keikhlasan dan ketulusan Nabi Ibrahim AS dalam menjalankan perintah Allah SWT. Penyerahan diri kepada Sang Khalik tanpa sedikit pun keraguan ini dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS ketika Allah SWT memerintahkannya untuk menyembelih putranya, Ismail (QS.37:102), yang pada akhirnya digantikan dengan seekor domba besar sebagai jawaban atas lulusnya ujian kepatuhan dan keimanan Nabi Ibrahim.
Keteladanan tersebut kemudian dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW dan diikuti oleh seluruh umatnya. Rasulullah pernah menyembelih dua kambing besar dengan tangan beliau sendiri sambil mengucapkan, “Atas nama Allah Yang Maha Agung, sembelihan ini untukku dan untuk umatku yang tidak berkurban,” (HR. Tirmidzi: 1521). Kini, umat Islam berduyun-duyun menyembelih kurban pada hari Idul Adha sebagai wujud ketaatan pada Allah serta mengikuti sunah Rasulullah.
Menurut Prof. Luthfi, penyembelihan kurban pada Idul Adha memiliki banyak tujuan. Selain sebagai bentuk ibadah, Hari Raya Idul Adha juga menjadi momentum untuk merayakan kegembiraan bersama umat Islam lainnya serta berbagi dengan masyarakat kurang mampu. “Dari sini, kita belajar bagaimana Islam mendorong umatnya untuk melakukan tindakan nyata dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kesenjangan sosial,” ujarnya.
Tradisi masyarakat Arab menyebut Idul Adha sebagai Idul Kubra (hari raya besar), sedangkan Idul Fitri disebut Idul Shughra (hari raya kecil). Perayaan Idul Adha lebih meriah dibandingkan Idul Fitri karena bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji. Manasik haji dilaksanakan di Makkah dan sekitarnya, sehingga jutaan orang datang ke Makkah untuk berhaji dan mengunjungi makam Rasulullah SAW di Madinah. Dalam rangkaian haji, umat Islam diajak untuk menghayati dan mengaktualisasikan esensi dari keteladanan Nabi Ibrahim dalam mempertahankan prinsip dan ketaatannya kepada Allah SWT.
Berbeda dari di negara Arab, perayaan Idul Adha di Indonesia tidak semeriah Idul Fitri. Meski demikian, banyak tradisi yang dijalankan oleh masyarakat Indonesia selama perayaan Idul Adha, antara lain tradisi Manten Sapi, Gamelan Sekaten, tradisi Apitan, dan Gerebeg Gunungan. Pada tradisi Manten Sapi dari Pasuruan, sapi yang akan disembelih diarak terlebih dahulu. Sapi tersebut didandani dengan bunga tujuh rupa dan dibalut dengan kain kafan, serban, serta sajadah.
Sementara itu, pada tradisi Gamelan Sekaten di Kesultanan Kasepuhan Cirebon, gamelan dibunyikan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Pada tradisi Apitan dari Semarang, hasil tani dan ternak diarak dan kemudian dibagikan kepada masyarakat secara cuma-cuma; sedangkan pada Gerebeg Gunungan dari Yogyakarta, gunungan berisi makanan dan hasil tani diarak dari keraton menuju halaman Masjid Agung, kemudian diperebutkan oleh masyarakat yang hadir.