Depok, 20 November 2024. Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D, mengukuhkan Prof. Dr. Robiana Modjo, S.K.M., M.Kes.; Prof. Dr. dr. Zulkifli Djunaidi, M.App.Sc.; dan Prof. Dr. Ede Surya Darmawan, S.K.M., M.D.M. sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), pada Rabu (20/11), di Balai Sidang UI Kampus Depok. Prof. Robiana dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Kesehatan Kerja dan menjadi Guru Besar ke-37 di tahun 2024 setelah menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Kesehatan Kerja sebagai Pilar Utama dalam Mendorong Pekerjaan Layak untuk Visi Indonesia Emas 2045”.
Dalam pidatonya, Prof. Robiana mengatakan bahwa data dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukkan sebanyak 2,78 juta pekerja meninggal setiap tahun akibat kecelakaan dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Sekitar 2,4 juta dari kematian ini disebabkan oleh penyakit akibat kerja dan lebih dari 380.000 diakibatkan oleh kecelakaan kerja. Untuk itu, Prof. Robiana memandang perlunya manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang efektif untuk melindungi pekerja, sekaligus meningkatkan produktivitas, moral pekerja, dan reputasi organisasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 88 Tahun 2019, kesehatan kerja adalah upaya yang ditujukan untuk melindungi setiap orang di tempat kerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan dari pekerjaan. Kesehatan kerja memiliki empat komponen utama, yakni promosi kesehatan pekerja, higiene industri, ergonomi, serta pengembangan organisasi kerja dan budaya yang mendukung kesehatan. Implementasi komponen kesehatan kerja yang dilakukan secara efektif dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup individu dan mendorong lingkungan kerja yang lebih sehat.
Prof. Robiana juga menyoroti peran kesehatan kerja yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Pada SDG 1 dan SDG 2, kesehatan kerja berkontribusi dalam upaya pengentasan kemiskinan dan kelaparan. Pada SDG 3, kesehatan kerja berperan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja, mengurangi beban penyakit akibat kerja, dan menekan kehilangan hari kerja akibat masalah kesehatan. Sementara, pada SDG 8, kesehatan kerja mendukung pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi melalui lingkungan kerja yang aman dan produktif; dan pada SDG 11, berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan pekerja yang mendukung perkotaan dan pemukiman yang berkelanjutan.
Menurutnya, sebagai negara dengan peluang Bonus Demografi yang dimulai pada 2024, Indonesia dapat memanfaatkan kesehatan kerja sebagai pilar utama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Kesehatan kerja berperan signifikan dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. Beberapa di antaranya adalah mendukung impian indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi dengan kemiskinan mendekati nol; menjadi fondasi untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat, tangguh, dan produktif; serta meningkatkan daya saing bangsa di kancah global.
“Dengan memprioritaskan kesehatan kerja, Indonesia dapat mewujudkan tenaga kerja yang tidak hanya tangguh, tetapi juga berdaya saing di pasar global. Untuk itu, langkah strategi diperlukan dengan melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan tenaga kerja sangat penting dalam memastikan bahwa Indonesia memiliki tenaga kerja yang sehat, produktif, dan siap menghadapi tantangan global,” ujar Prof. Robiana.
Pemerintah dalam hal ini perlu memperkuat kebijakan terkait kesehatan dan kesehatan kerja, serta memastikan implementasinya di semua sektor. Pengusaha harus berkomitmen untuk menyediakan lingkungan kerja yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan pekerja. Sementara, akademisi, harus terus berinovasi melalui penelitian dan pengembangan ilmu yang relevan dengan tantangan dunia kerja saat ini dan di masa depan. Dengan dukungan kebijakan yang tepat dan kolaborasi yang kuat, Prof. Robiana optimis bonus demografi dapat menjadi pendorong dalam meningkatkan derajat kesehatan kerja di Indonesia.
Prof. Robiana juga memberikan rekomendasi untuk mengoptimalkan kebijakan kesehatan kerja di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah peningkatan kualitas dan jangkauan program kesehatan kerja melalui surveilans, monitoring, dan evaluasi untuk menilai efektivitasnya; penyesuaian kebijakan dan regulasi agar lebih sesuai dengan kebutuhan saat ini dan mudah diimplementasikan; peningkatan kualitas pengawasan ketenagakerjaan dan penegakan hukum di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3); serta teknologi digital dalam pelaksanaan program kesehatan kerja untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Penelitian Prof. Robiana terkait kesehatan kerja menunjukkan ketertarikannya pada bidang tersebut. Ia juga pernah melakukan riset dengan topik lain, yaitu Analysis of Instrument Development to Evaluate Employee Protection from Tuberculosis in Hospitals (2024); Risk of Major Cardiovascular Events in Offshore Oil and Gas Industry Workers in Qatar (2024); Covid-19 Infection Prevention and Control for Hospital Workers in Indonesia (2023); dan Influence of Safety Climate on Safety Performance in Gas Stations in Indonesia.
Prof. Robiana menamatkan pendidikan S1 di FKM UI pada 1993; S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, FKM UI pada 1998; dan S3 Epidemiologi UI pada 2007. Saat ini, ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pakar Perhimpunan Ahli Kesehatan Kerja Indonesia (PAKKI) dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum di organisasi yang sama pada periode 2016–2022.