id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Mengenal Glaukoma, Si Pencuri Penglihatan

Glaukoma adalah penyakit mata yang menyerang saraf penglihatan sehingga dapat menyebabkan kebutaan secara permanen. Glaukoma sering disebut sebagai “si pencuri penglihatan” karena umumnya Glaukoma tidak memiliki gejala sehingga seringkali pasien Glaukoma tidak menyadari bahwa dia menderita Glaukoma.

Staf pengajar dari Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKUI-RSCM,dr. Astrianda N. Suryono, SpM(K),mengatakan bahwa kebutaan pada Glaukoma terjadi secara perlahan mulai dari lapang pandang sisi luar hingga ke tengah sampai akhirnya penglihatan menghilang.  “Glaukoma tidak terdeteksi karena kerusakannya terjadi dari penglihatan lapang pandang yang di pinggir (perifer) dan berjalan perlahan-lahan semakin ke tengah hingga akhirnya hilang. Jika sudah sangat lanjut maka akan seperti mengintip dari lubang kunci dan akhirnya bisa sama sekali hilang penglihatannya,” kata dr. Astrianda dalam seminar awam “Glaukoma si Pencuri Penglihatan” pada Minggu (14/03/2021).

Lebih lanjut dr. Astrianda menjelaskan bahwa faktor risiko utama penyebab Glaukoma adalah karena tekanan bola mata yang tinggi. Faktor lainnya adalah berusia lebih dari 40 tahun, memiliki anggota keluarga yang menderita Glaukoma, memakai kacamata minus atau plus yang tebal, terdapat riwayat cedera mata, kencing manis, darah tinggi, dan pemakaian obat anti radang steroid dalam jangka panjang.

“Berdasarkan waktu penyakitnya maka Glaukoma ada yang tipe kronis dan akut. Kronis terjadi secara perlahan tanpa rasa sakit dan tanpa gejala mata merah. Sedangkan yang akut terjadi secara mendadak, disertai nyeri, disertai buram penglihatan dan mata merah. Kalau ditinjau dari segi kelainan anatomisnya ada yang disebut dengan Glaukoma sudut terbuka dan Glaukoma sudut tertutup. Yang sudut terbuka umumnya dapat terjadi kronis dan seringkali tanpa gejala, biasanya tekanan bola mata tidak terlalu ekstrim tinggi. Kalau yang sudut tertutup tekanan bola mata akan sangat tinggi sehingga menyebabkan rasa sakit atau tidak nyaman. Tipe ini bisa terjadi akut bisa juga terjadi kronis bisa juga kombinasi dan secara cepat menyebabkan buta mendadak,” ungkap dr. Astrianda.

Masih menurut dr. Astrianda, jika sudah ada faktor risiko sebaiknya kita secara aktif datang ke dokter mata untuk diskrining agar Glaukoma bisa terdeteksi sejak dini dan pengobatan pun bisa dilakukan untuk memperlambat jalannya penyakit dan mencegah terjadinya kebutaan permanen.

“Target pengobatannya adalah menurunkan tekanan bola mata sebaik mungkin dengan menggunakan obat-obatan baik obat tetes ataupun obat minum, laser glaukoma, operasi bedah glaukoma atau operasi katarak,” tutupnya.

Sementara itu, Kepala Divisi Glaukoma Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKUI-RSCM, Dr. dr. Virna D. Oktariana, SpM(K), mengatakan bahwa penanganan penyakit Glaukoma sebenarnya mirip dengan penyakit hipertensi, harus dilakukan pengontrolan secara teratur. Menurutnya Glaukoma memerlukan penanganan seumur hidup dan pengobatan akan mencapai hasil maksimal bila obat digunakan dengan cara yang benar.

“Prinsip pengobatannya adalah dengan mengendalikan tekanan pada bola mata sebagai faktor risiko utama yang dapat dimodifikasi, sedangkan faktor risiko lain umumnya tidak dapat dimodifikasi seperti faktor usia, riwayat keluarga maupun kelainan refraksi. Penanganan lainnya adalah dengan menjaga kondisi saraf optik melalui pemberian obat-obatan yang sifatnya neuroprotektif apabila diperlukan, dengan syarat tekanan bola mata terkontrol dengan baik,” ungkap dr. Virna

Lebih lanjut dr. Virna menuturkan beberapa prinsip dalam penggunaan obat tetes mata dan berbagai macam obat tetes yang dapat digunakan untuk penanganan Glaukoma. “Yang pertama itu adalah harus mencuci tangan sebelum dan setelah meneteskan obat, tujuannya adalah agar tangan dalam keadaan bersih dan tidak menyebabkan kontaminasi pada mata maupun obat tetes mata. Kemudian baca dengan benar instruksi pemakaian obat, hindari obat-obat yang memang menimbulkan alergi. Kemudian persiapan sebelum penetesan obat, meneteskan obat dengan benar, menutup mata dan menekan ujung mata serta menyimpan obat di tempat yang sesuai. Untuk obat tetes ada yang jenisnya analog prostaglandin, beta blocker, penghambat anhidrase karbonat, alfa-2 agonis dan miotikum,” ungkap dr. Virna.

(Humas FKUI)

Related Posts