Depok, 27 Mei 2024. Belum lama ini, Indonesia telah merayakan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang menjadi momentum untuk menyatukan semangat bangkit menuju Indonesia Emas 2045. Dalam mewujudkannya, dibutuhkan kebangkitan semangat di seluruh aspek kehidupan. Indonesia memerlukan modal manusia utamanya untuk mendorong kebangkitan dan keberlanjutannya.
“Kita perlu tekankan proses kebangkitan semua potensi yang akhirnya akan memampukan warga negara Indonesia lintas generasi. Cirinya tiga, yakni memiliki identitas kebangsaan, produktif, dan mampu membangun relasi,” ujar Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc., Guru Besar Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI).
Lebih lanjut ia mengatakan, saat ini Indonesia dalam proses konsolidasi demokrasi, masih banyak pekerjaan rumah yang masih belum selesai. Ini sebuah tantangan tersendiri “Intinya, kita membutuhkan orang-orang yang berkarakter sosial di dalam politik. Politik memerlukan keseimbangan karakter dan kompetensi dalam ekonomi, politik, dan juga sosial budaya,” kata Prof. Bambang. Ia menambahkan, demokrasi perlu diisi oleh politisi yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan dan berjuang untuk pada kepentingan kolektif.
“Banyak contoh-contoh di negara lain yang bisa kita pelajari. Belajar dari politisi yang berkarakter intimate, mengenal persoalan publik tetapi mampu berbicara personal tentang nasib konstituennya,” ujar Prof. Bambang yang juga merupakan Dekan FISIP UI periode 2007-2008.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa terdapat karakter dasar yang harus melekat dalam diri warga Indonesia, yaitu manusia yang memiliki identitas ke-Indonesia-an, warga negara yang produktif, dan warga negara yang mampu mempengaruhi dunia, seperti berdiplomasi, berelasi, dan bekerja sama membangun jaringan. Selain itu, karakter penting lainnya yang harus melekat dalam diri seseorang adalah solidaritas yang memiliki semangat gotong royong, kepedulian, dan tidak berpusat pada diri sendiri.
Prof. Bambang menambahkan, untuk menjadi warga negara yang produktif tidak harus menghasilkan sesuatu yang bersifat komersil. Ini perlu dilatih sejak kecil dengan menjalankan kegiatan volunteerism atau kesukarelaan pada kegiatan sosial dan sejenisnya. “Kita perlu dilatih memelihara dan mengurus orang lain. Kita perlu orang-orang yang terlatih dan mempunyai sensitivitas terhadap kebutuhan tetangganya, masyarakat sekitarnya, dan orang-orang yang dalam kondisi kekurangan. Inilah dibangun dengan jiwa volunteerism,” kata Prof. Bambang.
Menurutnya, ekonomi nasional harus beranjak dan bergeser dari ekonomi sumber daya alam menuju ekonomi berbasis pengetahuan. Ekonomi yang basisnya adalah modal manusia, teknologinya, maupun inovasinya. Ke depannya, Indonesia secara konsisten harus melakukan investasi dalam bidang pendidikan, teknologi, dan sumber daya manusia agar bisa produktif sehingga mampu melakukan transformasi.
Untuk itu, Prof. Bambang mengatakan dibutuhkan intelektual organisasi kebangsaan yang berjiwa cinta bangsa bertanggung jawab pada masa depan negara. Saat ini, kita tersita pikirannya oleh krisis, padahal untuk mengatasi krisis ini memerlukan transformasi jangka panjang. Oleh karena itu, hal ini perlu dipikirkan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dan kewenangan.
Dalam menumbuhkan jiwa yang cinta terhadap bangsa, Prof. Bambang menyampaikan bahwa kita harus ikhlas dengan banyak pengorbanan. Negeri ini merdeka karena ada pengorbanan. “Ketika orang lupa terhadap pengorbanan, maka negeri ini akan rapuh. Selama kita rela ikhlas memberi manfaat pada lingkungan, maka negara akan selamat. Mindset cinta dan pengorbanan ini penting untuk ditanamkan dalam diri kita,” ujar Prof. Bambang.