Mahasiswa Sastra Daerah untuk Sastra Jawa Unversitas Indonesia menggelar Pekan Budaya Jawa dengan tema “Nguri-uri Dolanan” yang dilaksanakan pada 28—30 Oktober 2015 di sekitar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI. Ada beberapa mata acara yang diselenggarakan, yaitu Lomba Permainan Tradisional dan Aben Tampil Mbeksa dengan topik “Ngelingaken Bebungahan Bocah Alit” pada hari Rabu, yang dilanjutkan dengan Sarasehan “Permainan Tradisional dan Eksistensinya di Dunia Modern” pada Kamis. Keesokan harinya dilanjutkan dengan Pagelaran Wayang Potehi dan Drama Tradisional.
Menurut Ketua Pelaksana Pekan Budaya Jawa, Ashar Ardianto, tahun ini kegiatan tersebut mengusung tema tentang eksistensi permainan tradisional anak, karena adanya keresahan mahasiswa terhadap permainan yang kini sudah mulai luntur dan jarang ditemui tersebut. “Di Jakarta sudah nggak tahu ke mana itu permainan, keliling Depok saja susah, kalau di pulau Jawa yang lain masih kentel, seperti di Jogja masih ada namanya Kampung Dolanan. Di sana masih dipertahankan, kalau di kota, gengsi, pada malu memainkannya (Permainan tradisional—red),” ujarnya.
Ashar juga menuturkan bahwa pihaknya ingin mengingatkan kembali keseruan permainan tersebut kepada para generasi sekarang dengan menjunjung kembali permainan tradisional anak-anak. “Tujuan awal dari rangkaian acara ini adalah untuk nostalgia, mengingatkan kembali, kita pernah bahagia,” tutur Ashar.
Menurutnya, generasi anak-anak zaman sekarang cenderung individualis karena sibuk bermain dengan gadget mereka, sehingga mereka lupa bahwa mereka perlu bersosialisasi dengan kawan-kawannya. “Kasian, anak kecil zaman sekarang. Kenapa masa kecil mereka harus dimulai sebagai seorang yang individualis, mereka tidak bisa mengenal satu sama lain karena terlalu nyaman dengan teknologi,” tambahnya.
Lebih lanjut Ashar mengatakan, perlu adanya sosialisasi mengenai permainan tradisional anak karena melalui permainan tersebut, anak dapat belajar untuk menghargai dan berkomunikasi lebih baik dengan orang lain. “Anak kecil sekarang pada sibuk sama hp, sibuk sama tablet, tolong dong ngobrol, kita sesama manusia harus ngobrol dan berinteraksi,” tuturnya.
Selain itu, permainan tradisional anak juga harus dilestarikan sebagai hasil kebudayaan asli milik bangsa Indonesia. “Cobalah untuk lebih menghargai budaya kita sendiri sebelum menghargai budaya orang lain, Indonesia itu kaya, Jawa itu kaya, tetapi kenapa kita justru sibuk mengeksplor budaya orang lain, cintailah tradisi kita,” pungkasnya.
Penulis: Frista Nanda Pratiwi