iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Pengembangan Transplantasi Ginjal sebagai Model Pengembangan Kesehatan

Jakarta, 19 Agustus 2023. Prof. Dr. dr. Nur Rasyid, SpU(K) ditetapkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Urologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) di Aula IMERI, Kampus UI, Salemba, pagi tadi (Sabtu, 19/8). Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., memimpin langsung prosesi pengukuhan ini dan disiarkan secara virtual melalui kanal YouTube Universitas Indonesia dan UI Teve. Pada pengukuhannya tersebut, Prof. Dr. dr. Nur Rasyid menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Pengembangan Transplantasi Ginjal sebagai Model Pengembangan Kesehatan untuk Menggapai Indonesia Emas 2045”.

Gagal ginjal adalah suatu kondisi saat ginjal kehilangan fungsi-fungsinya, seperti menyaring darah, mengeluarkan limbah, dan mengatur keseimbangan elektrolit dan cairan dalam tubuh. Frekuensi penurunan fungsi ginjal meningkat dengan perubahan perilaku dan gaya hidup yang menyebabkan diabetes, hipertensi, batu saluran kemih, dan infeksi.

Berdasarkan data dari  Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2020, terjadi peningkatan konstan angka penderita penyakit ginjal kronis dari tahun 2018 hingga 2020. Data tersebut menunjukkan bahwa 1.602.059 penduduk Indonesia menderita gagal ginjal dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat.

Menurut Indonesian Renal Registry (IRR) 2018, saat ini terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan adalah hemodialisis (HD) (97%), peritoneal dialysis (2%), dan transplantasi ginjal (1%). Pengeluaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk gagal ginjal terbilang cukup tinggi. Pada periode tahun 2018-2020 mencapai 6,4 triliun rupiah dan terus meningkat sebesar 6,5 triliun rupiah untuk pengeluaran satu tahun di tahun 2021. Biaya pengeluaran untuk gagal ginjal selalu menempati urutan keempat dari total pengeluaran BPJS. Pembiayaan transplantasi ginjal sudah dijamin oleh BPJS Kesehatan sejak tahun 2014 karena dengan transplantasi, biaya yang dikeluarkan BPJS untuk pengobatan gagal ginjal tahap akhir jauh lebih ekonomis (biaya 2,5 sampai 3 tahun HD) setara dengan 1 kali transplantasi dan kualitas hidup yang diperoleh oleh pasien transplantasi jauh lebih baik sehingga pasien dapat beraktivitas normal kembali.

Transplantasi ginjal di Indonesia yang dimulai sejak 1977 baru meningkat mulai Oktober 2011 sejak dilakukannya pengangkatan ginjal donor dengan Teknik Laparoskopi. Dalam teknik ini, seorang donor hanya dirawat selama 3-4 hari dan sudah dapat beraktivitas kembali setelah satu minggu. Hal ini menyebabkan semakin banyak keluarga dan kerabat penderita gagal ginjal tahap akhir bersedia menjadi donor hidup. Meskipun transplantasi telah dimulai sejak 1977, namun sampai saat ini baru mencapai 1155 tindakan transplantasi ginjal dan sekitar 80% tindakan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM)

Sejak diresmikannya Gedung Kanigara, saat ini di RSCM, rata-rata dapat dilakukan transplantasi 3-4 kasus per minggu. Hal ini memperpendek daftar tunggu yang sebelumnya 1 tahun menjadi 8 bulan. Masih dibutuhkan 2 kamar operasi khusus untuk transplantasi organ agar memperpendek daftar antrian untuk mengurangi risiko komplikasi selama menunggu giliran transplantasi. Sejak 2014, RSCM telah melakukan pengampuan terhadap 7 rumah sakit pemerintah di seluruh Indonesia, namun hanya 2 rumah sakit yaitu RS Prof IGNG Ngoerah di Bali dan RS Djamil di Padang yang telah dapat mandiri melakukan transplantasi ginjal. Saat ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah memutuskan 17 rumah sakit pemerintah yang ditunjuk untuk mengembangkan transplantasi ginjal.

Perjalanan transplantasi ginjal di RSCM hanya bisa dicapai karena setiap unsur yang terlibat baik dokter spesialis dan paramedik (meningkatkan profesionalismenya masing-masing), didukung kebijakan manajemen dalam pelayanan dan keuangan sehingga terjadi sinergi untuk selalu meningkatkan pelayanan transplantasi baik dari sudut kualitas dan jumlahnya. Hal ini dapat menjadi model pelayanan kesehatan di Indonesia yang membutuhkan kerja sama dari berbagai komponen kesehatan atau yang terkait dengan dunia kesehatan untuk mencapai visi Bersama.

“Orientasinya bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kepentingan yang luas. Kemenkes hingga seluruh jajaran yang berhubungan langsung dengan masyarakat, kementrian pendidikan yang membawahi universitas, fakultas kedokteran, dosen, dan seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan dokter umum dan dokter spesialis. Demikian pula profesi kedokteran yang harus tetap menjunjung etika dan moral, harus dapat berinteraksi dengan baik untuk mencapai visi bersama: Indonesia Emas 2045,” ujar Prof. Dr. dr. Nur Rasyid. Tampak hadir di antara para tamu undangan, Pendiri Lippo Group Dr. (H.C) Mochtar Riady; Komisaris Utama PT Panca Cakra Medika Satria Perdana Sakrawijaya, S.E.; dan Pimpinan Majelis Ta’lim Raudhotus Sholihin, Citapen, Ciawi, Bogor Ir. H. Suyadi Cakrawijaya.

Prof. Dr. dr. Nur Rasyid telah lulus pendidikan dokter di FKUI pada 1989. Di kampus yang sama, ia mendapatkan gelar Spesialis Urologi pada 1999. Kemudian, pada 2009 ia mendapatkan gelar doktor di Institut Pertanian Bogor. Beberapa karya ilmiahnya yang telah dipublikasikan dalam tiga tahun terakhir, yaitu Association Between De Novo C1q-Binding Donor-Specific Anti-HLA Antibodies and Clinical Outcomes After Kidney Transplantation: A Meta-Analysis (2023); Mean platelet volume as a predictive marker of erectile dysfunction: a meta-analysis (20220; dan The Impact of the COVID-19 Pandemic on Urology Practice in Indonesia: A Nationwide Survey (2020).

Related Posts