Pada pernikahan modern saat ini, suami dan istri memiliki posisi setara, sehingga tanggung-jawab mencari nafkah dan mengasuh anak cenderung dilakukan bersama. “Kondisi sebagai pasangan bekerja di perkotaan merupakan kondisi yang rentan akan stres, seperti stres pekerjaan, pengasuhan anak, menjalin relasi pernikahan, hingga tanggung-jawab lain sehari-hari,” ujar Pingkan C.B Rumondor, pada saat memaparkan disertasinya tentang “Peran Stres Eksternal, Dyadic Coping, Attachment dan Ideologi Peran Gender dalam Memprediksikan Kepuasan Pernikahan Pasangan Bekerja Berpendidikan Tinggi di Perkotaan.”
Menurut Pingkan, fenomena tersebut penting untuk diteliti, terutama terkait faktor-faktor penting yang dapat membantu pasangan mengelola stres dan mempertahankan kepuasan pernikahan. Penelitian ini bertujuan menguji peran dyadic coping (penanganan stres bersama pasangan) dan attachment (kelekatan emosional pada pasangan) dalam melindungi kepuasan pernikahan dari dampak negatif stres eksternal, katanya, pada sidang terbuka promosi doktor yang diadakan oleh Program Studi Ilmu Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (F. Psikologi UI) pada Senin (21/07).
Partisipan dalam penelitian ini adalah pasangan bekerja berpendidikan tinggi di perkotaan dengan ideologi peran gender tradisional dan non-tradisional. Hasilnya ditemukan beberapa fakta menarik bahwa dyadic coping dan attachment merupakan faktor-faktor penting yang berpengaruh pada kepuasan pernikahan. Attachment insecure berbanding terbalik dengan kepuasan pernikahan, namun tidak berperan sebagai moderator yang melindungi kepuasan pernikahan dari efek negatif stres eksternal.
“Oleh karena itu, kemampuan pasangan dalam mengelola stres secara bersama-sama perlu terus dikembangkan untuk melindungi kepuasan pernikahan dari stres eksternal. Di samping itu, kepuasan pernikahan juga turut dipengaruhi oleh konteks budaya yang membentuk keyakinan suami istri mengenai pembagian peran berdasarkan jenis kelamin,” ujar Pingkan yang juga merupakan salah satu pengajar di Universitas Bina Nusantara (Binus).
Penelitian yang telah dilakukan Pingkan dapat menjadi landasan untuk pengembangan intervensi penanganan stres bersama pasangan dengan memperhatikan kekhasan ideologi peran gender pada pasangan bekerja berpendidikan tinggi di perkotaan. Temuan ini mengingatkan konselor/terapis yang menangani pasangan bekerja untuk memberikan edukasi tentang pentingnya mengembangkan kemampuan dyadic coping, seperti memberikan dukungan, mendiskusikan solusi masalah bersamasama, dan mendengarkan dengan empati.
Sidang promosi doktor tersebut diketuai Dekan F.Psikologi UI, Dr. Bagus Takwin, M.Hum., Psikolog, dengan Promotor Dr. Adriana Soekandar, M.S., Psikolog., dan Ko-Promotor Drs. R. Urip Purwono, M.Sc., Ph.D., Psikolog. Tim penguji diketuai oleh Prof. Dr. Guritnaningsih, Psikolog., dengan anggota terdiri dari Prof. Dr. Sofia Retnowati, M.S., Psikolog., Dr. Juneman Abraham, S.Psi, M.Si., Dr. Yudiana Ratna Sari M.Si, Psikolog., dan Dr. Imelda Ika Dian Oriza, M.Psi., Psikolog.