id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Pentingnya Penguatan Continuum of Care untuk Kesehatan Jiwa Masyarakat

Depok, 12 Desember 2024. Rektor Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU, mengukuhkan Prof. Herni Susanti, S.Kp., M.N., Ph.D dan Prof. Dr. Mustikasari, S.Kp., MARS sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) Universitas Indonesia (UI), pada Rabu (11/12), di Balai Sidang UI Kampus Depok. Pada kesempatan itu, Prof. Herni dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap bidang Keperawatan Jiwa setelah menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Penguatan Continuum of Care dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat Berbasis Bukti”. Ia merupakan guru besar ke-39 yang dikukuhkan tahun 2024 dari total 468 guru besar.

Dalam pidatonya, Prof. Herni mengungkapkan kekhawatirannya terkait masalah kesehatan jiwa yang makin meningkat di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, sekitar 2% atau 1 dari 50 penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan jiwa, termasuk depresi, kecemasan, dan skizofrenia. Temuan ini sejajar dengan data global dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebutkan bahwa pada 2022, 1 dari 8 orang di dunia menghadapi gangguan kesehatan jiwa.

Di Indonesia, masalah kesehatan jiwa belum sepenuhnya tertangani karena ketidakseimbangan rasio tenaga kesehatan jiwa dan terbatasnya fasilitas kesehatan jiwa di beberapa provinsi di Indonesia. Hingga kini, satu psikiater masih melayani sekitar 250 ribu penduduk, sementara jumlah perawat kesehatan jiwa yang tersedia untuk melayani lebih dari 270 juta penduduk Indonesia masih kurang dari 7.000 orang. Karena itu, ia menekankan perlunya pendekatan Continuum of Care (CoC) yang terpadu dan berkesinambungan untuk menangani masalah ini.

CoC adalah pendekatan holistik yang mencakup seluruh spektrum perawatan kesehatan jiwa, mulai dari promosi, pencegahan, pengobatan, hingga rehabilitasi dan pemulihan. Pendekatan ini memastikan bahwa layanan kesehatan jiwa, terutama di masyarakat, tersedia secara terintegrasi dan berkelanjutan di sepanjang hidup individu dengan pelibatan berbagai stakeholder. “Continuum of Care sangat relevan dengan kebijakan yang diatur dalam UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 dan transformasi pelayanan kesehatan yang menegaskan pentingnya layanan kesehatan jiwa yang menyeluruh dan berkesinambungan,” ujar Prof. Herni.

Penguatan CoC dalam pelayanan kesehatan jiwa berbasis bukti menjadi langkah strategis untuk memastikan semua individu, mulai dari yang sehat hingga yang berada dalam kondisi berisiko atau memiliki gangguan, mendapatkan pelayanan yang komprehensif dan berkelanjutan. Ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan dalam penguatan ini, yakni pelayanan berbasis rentang sehat-sakit, pelibatan stakeholder, dan pelayanan kesehatan jiwa yang harus berdampak.

Pelayanan berbasis rentang sehat-sakit tidak hanya berfokus pada individu dengan gangguan jiwa, tetapi juga mereka yang sehat jiwa agar berada dalam kondisi optimal. Prof. Herni melakukan riset untuk mengetahui intervensi layanan yang sesuai pada tiga kondisi individu, yakni sehat, berisiko, dan gangguan jiwa. Riset tersebut adalah Terapi Kelompok Terapeutik pada anak usia sekolah, remaja, dan perempuan usia paruh baya untuk memperkuat keterampilan emosional, sosial, dan jiwa; eksplorasi pendekatan Post-Traumatic Growth pada individu pasca pengalaman traumatis; serta eksplorasi penerapan terapi Acceptance and Commitment Therapy pada orang dengan gangguan jiwa.
Pada aspek pelibatan stakeholder, pelayanan kesehatan jiwa berbasis bukti melibatkan kalangan profesional kesehatan, komunitas, pembuat kebijakan, keluarga, dan pasien. Pelibatan stakeholder ini menghasilkan intervensi yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasien, dan mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal yang memengaruhi penerimaan masyarakat terhadap program kesehatan jiwa. Hal ini termasuk keterlibatan kader, keterlibatan service user dan carer (pasien dan keluarga), serta keterlibatan berbagai disiplin ilmu dan kepakaran.

Menurut Prof. Herni, pelayanan kesehatan jiwa juga harus berdampak, sehingga membutuhkan keterlibatan aktif para pemangku kebijakan, baik di tingkat lokal maupun nasional. Keterlibatan mereka sangat krusial untuk memastikan adanya keberlanjutan program dan dukungan yang memadai dalam implementasinya. “Dengan adanya penguatan CoC di bidang kesehatan jiwa, kualitas hidup individu diharapkan meningkat dan beban sosial-ekonomi akibat gangguan jiwa dapat berkurang. Selain itu, langkah ini juga dapat menciptakan sistem layanan kesehatan jiwa yang lebih inklusif, efektif, dan efisien di Indonesia,” ujarnya.

Penelitian Prof. Herni tersebut menunjukkan ketertarikannya pada bidang pelayanan kesehatan jiwa. Sebelumnya, ia juga melakukan beberapa penelitian, di antaranya An Exploration of the Indonesian Lay Mental Health Workers’ (Cadres) Experiences in Performing Their Roles in Community Mental Health Services: A Qualitative Study (2024); Stakeholder Perspectives of Family Interventions for Schizophrenia in Indonesia: A Qualitative Study (2024); dan Lay Community Mental Health Workers (Cadres) in Indonesian Health Services: A Qualitative Exploration of the Views of People with Mental Health Problems and Their Families (2023).

Sebelum dikukuhkan sebagai guru besar, Prof. Herni lulus Sarjana Keperawatan di FIK UI pada 1998; menyelesaikan program Magister Keperawatan dari Curtin University of Technology, Australia pada 2005; dan menamatkan pendidikan Doktoral Keperawatan dari The University of Manchester, Inggris pada 2016. Saat ini, ia menjabat sebagai Manajer Kerjasama dan Hubungan Alumni FIK UI; Sekretaris ASASI (Perkumpulan Akademisi dan Saintis Indonesia) Cabang Jakarta Raya; serta aktif sebagai Anggota di Badan Penelitian dan Pengembangan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

Related Posts