iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Kejahatan kerah putih atau white collar crime merupakan sekelompok kejahatan spesifik yang bertentangan dengan hukum pidana, dan dilakukan oleh pihak profesional –individu maupun badan hukum. Pelaku kejahatan ini, menurut Supriyanto, adalah orang dengan status sosial tinggi di pekerjaannya. Kejahatan ini diidentifikasi sebagai kejahatan finansial, operasi bisnis, penipuan konsumen, maladministrasi, dan penipuan terhadap pemerintah.

Pada promosi doktornya di Fakultas Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Supriyanto menjelaskan, kajian terhadap kejahatan kerah putih telah dimulai sejak 1907 saat munculnya orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan pribadi melalui citra diri di masyarakat. Pada 2014–2018, kejahatan finansial di Indonesia tergolong dinamis dengan total kasus sebanyak 241.367. Pada 2018, wilayah satuan hukum Polda Metro Jaya mencatat jumlah kasus tertinggi, yaitu sebanyak 5.526 kasus kejahatan finansial.

Dalam disertasinya yang berjudul “Criminaloid dan Organizational Criminogenic Elaborasi terhadap Kasus-Kasus Kejahatan Finansial”, Supriyanto menyebutkan bahwa determinan pendorong pelaku kejahatan finansial meliputi faktor sosio-ekonomi yang mengacu pada nature of industry. Konsep ini menawarkan kemudahan serta memberikan harga murah dan keuntungan yang berlimpah dalam waktu singkat. Determinan lainnya ialah karakteristik sosio-ekonomi korban. Selain itu, kondisi penegakan hukum yang cenderung koruptif juga dimanfaatkan oleh pelaku untuk menetralisasi serta melegitimasi perilaku menyimpang mereka.

Kajian aspek determinan dalam kejahatan finansial ini menggunakan ilustrasi kasus “First Travel” dan “Koperasi Simpan Pinjam Pandawa” yang memiliki kerugian Rp1 Triliun. Kasus tersebut memenuhi aspek-aspek criminaloid, yaitu tidak ditemukan karakteristik fisik dan psikologis tertentu; para pelaku menerapkan teknik netralisasi (denial of responsibility, denial of injury, denial of victim, condemn the condemners, appeal to higher loyalties, dan denial of responsibility); rendahnya pengendalian diri dan tingginya rasionalisasi terhadap kejahatan; terdapat pengakuan palsu dari sosok yang terpengaruh budaya hedonisme dan alternative hedonism; serta rendahnya sensitivitas moral dan kecerdasan.

Studi tersebut menemukan bahwa criminaloid berkontribusi dalam kejahatan korporasi, khususnya kejahatan finansial penggelapan. Dinamika dalam criminaloid tersebut meliputi ketiadaan karakteristik fisik dan psikologis; keraguan dalam bertindak; mudahnya memberikan pengakuan; sensitivitas moral; serta kecerdasan dan status sosial serta budaya. Adapun fokus dalam organizational criminogenic adalah celah dalam proses korporasi dan pengawasan yang bertemu dengan dorongan motivasi keuntungan pribadi.

Dalam kasus kejahatan finansial “First Travel” dan “Koperasi Pandawa”, ditemukan bahwa tidak ada determinan dominan sebagai penyebab kejahatan. Penyebab kejahatan justru muncul dari aspek criminaloid dan organizational criminogenic yang berkelindan dalam kasus yang sama, serta kehadiran determinan lain yang menghubungkan criminaloid dan organizational criminogenic sehingga memunculkan aspek situational criminogenic.

“Temuan dalam disertasi ini diharapkan mampu membantu aparat penegak hukum, baik kepolisian atau otoritas keuangan, agar tidak hanya melihat kejahatan finansial dari satu sisi, tetapi juga dari sisi yang kompleks sebagai sebuah kejahatan korporasi. Selain itu, pemerintah juga dapat mempertimbangkan dinamika situational criminogenic sebagai faktor yang dapat mendukung terjadinya kejahatan korporasi,” ujar Supriyanto.

Ia berhasil mempertahankan disertasinya dan meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude. Promosi doktor ini dipimpin oleh Ketua Sidang, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto, M.Si., dengan Prof. Drs. Adrianus Eliasta Meliala, M.Si., M.Sc., Ph.D. sebagai Promotor, dan Dr. Iqrak Sulhin, S.Sos., M.Si. sebagai Ko-Promotor. Sementara itu, Tim Penguji terdiri atas Prof. Dr. Topo Santoso, S.H., M.H., Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, S.H., M.H., dan Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum.

 

Penulis: Arie Adhitya | Editor: Sapuroh

Related Posts