Penulis: Miracle Banda
Melalui Komisi-2, Senat Akademik Universitas Indonesia (UI) mengadakan “Diskusi Satu Hari” yang dilaksanakan secara daring pada Kamis (22/7). Diskusi ini menghadirkan beberapa pembicara yaitu Prof. Yati Afianti (Guru Besar FIK UI), Prof. Agus Sarjono (Guru Besar FH UI), Dr. Ahmad Gamal (Direktur Inovasi dan Science Techno Park UI), dan Dede Juhana (Direktur Riset dan Pengembangan UI) . Dalam acara tersebut membahas tentang peran UI dalam riset yang dihasilkan oleh para peneliti di UI.
Riset atau sebuah penelitian sering diartikan sebagai suatu proses investigasi yang dapat dilakukan dengan aktif, tekun, sistematis dengan tujuan untuk menemukan, menginterpretasikan, serta merevisi fakta. Prof. Yati memaparkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi nilai-nilai dalam pembudayaan riset di universitas yaitu kebutuhan dasar ilmuan, komponen tolak ukur kompetensi keilmuan akademis, komponen strategis sikap profesionalisme akademis, dan beberapa cakupan poin yang lain.
Ada beberapa prinsip pembudayaan riset di universitas yaitu kesadaran etika, proses pembinaaan dan pengembangan riset, budaya akademik, kebebasan dalam berpikir, tanggung jawab akademik dan lain-lain. Motivator dan dinamisator sivitas akademik juga menjadi suatu prinsip pembudayaan riset. Ada empat hal yang termasuk dalam kegiatan riset yaitu riset dasar, riset translasional, riset terapan dan riset pengembangan.
Prof. Yati menjelaskan bahwa riset dapat menjadi suatu budaya jika banyak orang dapat memiliki kesadaran perlu adanya suatu riset untuk mengatasi tantangan kehidupan bangsa, menjadi kegiatan kelembagaan yang terintegrasi antar disiplin ilmu, menjadi kesepakatan sosial dan perilaku kecendekiawan serta hasil riset dasar penyusunan materi pembelajaran dan pengabdian kepada masyarakat.
Pemanfaatan riset di UI dilakukan dalam beberapa bentuk yaitu pengintegrasian riset kedalam kegiatan pembelajaran dan pengmas, paten, sistem royalty dan besarannya, publikasi, dan pemanfaatan secara komersial. Riset yang dihasilkan dapat dikatakan berhasil jika memenuhi beberapa indikator keberhasilan riset salah satu indikatornya adalah menghasilkan data riset yang memperhatikan aspek moral dan etika kemudian riset tersebut ditulis dalam suatu artikel yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah atau media publikasi lainnya.
Dalam diskusi yang sedang berlangsung, Prof. Agus menjelaskan bahwa UI membutuhkan apa yang disebut dengan Technology Transfer and Licensing Office (TTLO) . Ia menjelaskan bahwa TTLO adalah konsep kantor/unit di internal universitas yang mempunyai fungsi sebagai pihak pengelola transfer teknologi dari upaya-upaya komersialisasi riset. TTLO merupakan gerbang masuknya teknologi dari luar, untuk kemudian disebarkan ke fakultas lain didalam sebuah universitas. “TTLO mempunyai fungsi yang kompleks,” ucap Prof. Agus.
Pada akhir sesi diskusi, Dede juga menjelaskan bahwa ditahun 2020-2021 kita dituntut untuk mampu mengubah strategi dalam mendorong peneliti agar dapat menghasilkan suatu hasil penelitian yang berkualitas. Hal ini tentunya harus terus dikembangkan agar setiap penliti dapat menghasilkan suatu penelitian yang berkualitas bukan hanya sekali namun dapat dihasilkan terus menerus dengan kualitas penelitian yang hebat dan berkembang. “Indikator paling penting dalam riset adalah kolaborasi,” tutur Dede mengakhiri sesi diskusi.