iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Perlunya Strategi Multidisiplin dalam Penanganan Kanker Anak

Depok, 6 Februari 2025. Universitas Indonesia (UI) mengukuhkan Prof. Dr. dr. Murti Andriastuti, Sp.A(K)., sebagai guru besar dalam Bidang Hematologi Onkologi, Fakultas Kedokteran (FK), pada Rabu (5/2) di Aula IMERI FKUI, Kampus UI Salemba. Pada pengukuhan yang dipimpin oleh Rektor UI Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU., Prof. Murti menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “‘Closing the gap’ Angka Kesintasan Kanker Anak di Indonesia dengan Negara Maju: Perlunya Terobosan Strategi Penanganan Kanker Anak dari Hulu ke Hilir” dan menjadi Guru Besar ke-13 UI yang dikukuhkan pada tahun 2025.

Dalam pidatonya Prof. Murti mengatakan, kanker pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat berdampak terhadap tumbuh kembang anak. Bahkan, hal ini juga turut memengaruhi faktor ekonomi dan psikososial orangtua maupun keluarga. Secara global, diperkirakan terdapat lebih dari 413.000 kasus kanker anak di tahun 2020, 80% di antaranya tinggal di negara berpendapatan rendah dan menengah (low and middle income countries/LMICs), sebanyak 44% terdiagnosis pada stadium lanjut dan hanya 20% yang bertahan hidup.

Lebih lanjut ia menyampaikan, keberhasilan penanganan kanker pada anak tercermin dari persentase angka kesintasan. Rerata angka kesintasan global di negara maju dapat mencapai 80%, sedangkan angka kesintasan kanker pada anak di Indonesia sangat bervariasi dari 24% – 49,5%. “Kesenjangan angka kesintasan yang terjadi antara negara berkembang dan negara maju dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah keterlambatan diagnosis. Deteksi dini dengan mengenali gejala awal penyakit menjadi sangat penting dan merupakan strategi utama penanganan kanker pada anak,” ujar Prof. Murti.

Ia menambahkan, pengobatan akan lebih optimal dengan prognosis yang baik jika pasien masih dalam stadium awal. Sayangnya, hal ini tidak mudah karena gejala awal kanker pada anak tidak spesifik dan dapat menyerupai gejala penyakit lain sehingga sebagian besar pasien dirujuk dalam stadium lanjut dengan prognosis yang buruk.

Prof. Murti menjelaskan, terdapat terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi keterlambatan diagnosis. Pertama, faktor pasien yang meliputi tingkat sosial, ekonomi, kecenderungan untuk denial/penyangkalan, dan preferensi keluarga terhadap pengobatan alternatif. Kedua, faktor jenis kanker, misalnya tumor padat di lokasi yang terlihat akan lebih mudah dikenali, sedangkan tumor otak dengan gejala yang tidak khas sering membutuhkan waktu lebih lama untuk terdiagnosis. Terakhir, faktor fasilitas dan tenaga kesehatan, yaitu adanya ketimpangan jumlah dan distribusi rumah sakit rujukan kanker anak serta tenaga multidisiplin yang diperlukan.

Selanjutnya, pemahaman terkait alur penanganan kanker pada anak, dari hulu ke hilir, mulai dari onset gejala, diagnostik, tata laksana, perawatan paliatif hingga penyintas kanker haruslah berkesinambungan dan saling berkaitan, sehingga perlu perhatian di setiap aspek. Program penanganan kanker anak yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), World Health Organization (WHO), dan Kementerian Kesehatan RI harus ditindaklanjuti dengan program nyata agar tercapai target angka kesintasan >60% pada tahun 2030.

“Dalam rangka menghadapi berbagai tantangan penanganan kanker anak di Indonesia, diperlukan strategi multidisiplin yang mencakup deteksi dini, penguatan infrastruktur layanan kesehatan, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, model pembiayaan inovatif, riset dan kolaborasi, serta penanganan pasien secara komprehensif melalui pencatatan dan sistem monitoring yang terintegrasi,” ujar Prof. Murti.

Dalam model pembiayaan inovatif, Prof. Murti mengatakan bahwa selain memperkuat peran BPJS sebagai sistem pembiayaan utama, rumah sakit dapat bermitra dengan organisasi nonprofit dan sektor swasta untuk mendukung pendanaan infrastruktur, teknologi, ketersediaan sumber daya manusia, dan pengembangan terapi. Pendekatan kolaboratif ini bertujuan meringankan beban finansial pasien, memastikan akses ke RS rujukan dan membantu pembiayaan RS memberikan penanganan pasien sesuai standar. Fleksibilitas penggunaan dana juga sangat diperlukan mengingat setiap pasien memiliki kebutuhan berbeda meski diagnosisnya sama.

Selain itu, pencatatan dan sistem monitoring juga sangat krusial dan merupakan langkah awal yang harus dipersiapkan. Jika dikerjakan dengan baik akan menjadi big data yang sangat berharga dan dapat digunakan untuk evaluasi, tidak hanya pasien tetapi juga untuk kepentingan rumah sakit. Dalam hal ini, diperlukan komitmen serta evaluasi berkala sehingga terbentuk pencatatan dan sistem monitoring terintegrasi yang baik.

“Saya optimis, dengan pengembangan sistem kesehatan holistik yang mencakup monitoring terintegrasi sejak diagnosis, pengobatan yang terarah dan sesuai standar, peningkatan kepatuhan untuk mencegah kekambuhan, serta dukungan menyeluruh bagi pasien dan keluarga, kita dapat mengubah wajah pelayanan kanker anak di Indonesia,” kata Prof. Murti.

Sebelum dikukuhkan menjadi guru besar UI, Prof. Murti ia telah menamatkan pendidikan dokter di FKUI pada 1991. Masih di kampus yang sama, pada 2002 ia lulus Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Ilmu Kesehatan Anak. Kemudian, di tahun 2011 ia mendapatkan gelar Subspesialis Hematologi Onkologi Anak, dari Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia. Lalu, pada 2015 ia berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Kedokteran di FKUI.

Related Posts