Jembatan merupakan salah satu karya manusia tertua sebagai jawaban atas kebutuhan manusia untuk melewati satu hambatan. Awalnya, jembatan dibuat hanya dengan satu batang pohon yang diletakkan pada kedua sisi kali. Semakin berkembangnya zaman, jembatan yang sifatnya permanen dan terbuat dari batu, kemudian beralih pada bata, besi, baja, dan beton bertulang atau beton prategang.
Dari zaman Romawi sampai dengan saat ini, bentuk yang digunakan dalam pembangunan jembatan batu adalah didasarkan atas busur, dinding penahan dan pilar serta serta pondasi batu bersusun dibawah tanah. Sistem ini hanya efektif untuk gaya tekan dan cocok untuk struktur batu maupun bata.
“Besi yang diproduksi oleh industri pada awal abad ke-18 merupakan produk manufaktur yang baru dikembangkan. Secara cepat menjadi bahan untuk struktur jembatan lalu lintas kereta api. Jembatan besi pertama di dunia dibangun di Inggris pada tahun 1779 dan masih berdiri sampai saat ini. Keberhasilan tersebut memicu pembangunan jembatan-jembatan lainnya. Namun perkembangan lebih lanjut dari jembatan besi tuang tersebut terhambat oleh rendahnya kekuatan tarik dan kegetasan bahan tersebut,” ujar Prof. Dr. Ir. Heru Purnomo, DEA., dalam acara pengukuhannya menjadi Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), pada Sabtu (15/10).
Menurutnya, banyaknya pembangunan jembatan besi pada abad ke-19 lebih banyak disebabkan oleh adanya bahan besi baru, yaitu wrought iron. Jenis bahan baru tersebut mempunyai kekuatan tarik dan daktilitas lebih tinggi dibandingkan dengan besi tuang. Pada tahun 1865, kombinasi keduanya dipakai untuk membangun jembatan rangka batang Ashtabula di negara bagian Ohio, Amerika Serikat. Namun, sebelas tahun kemudian jembatan tersebut runtuh yang diakibatkan munculnya retak fatik yang kemudian terjadinya penjalaran retak akibat beban berulang.
“Perkembangan jembatan baja di Indonesia dimulai dari pembangunan jembatan-jembatan baja untuk lalu lintas kereta api. pada tahun 1862, Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij untuk pertama kalinya membangun jalan rel kereta api di Indonesia dari Semarang Gudang ke Tanggung. Jalan rel kereta api dari Ulee Lheu ke Banda Aceh yang dibangun pada tahun 1876 merupakan jalur rel kereta api yang dibangun pertama kali di luar Jawa. Jembatan-jembatan kereta api tua menggunakan alat sambung paku keling, sedangkan untuk jembatan-jembatan yang terbangun pasca kemerdekaan menggunakan alat sambung baut dan las,” kata Prof. Heru.
Berdasarkan Undang-Undang 38 Tahun 2004 dinyatakan bahwa jalan temasuk jembatan sebagai bagian dari sistim transportasi nasional. Saat ini, teknologi pembangunan telah mengalami perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari standar atau peraturan perancangan, teknologi bahan, teknologi pembangunan sampai teknologi rehabilitasi maupun perkuatan jembatan.
“Beberapa kasus kerusakan pada struktur jembatan baja di Indonesia terjadi pada tahap fabrikasi. Sedangkan kegagalan sistem sambungan juga pernah terjadi di salah satu jembatan rangka di Kalimantan Tengah. Contoh keruntuhan jembatan baja akibat beban lingkungan terjadi pada jembatan pelengkung Ponulele, Palu yang mempunyai bentang total 300 meter akibat beban gempa serta tsunami pada tahun 2018,” ujar Prof. Heru.
Lebih lanjut ia menyampaikan, perkembangan pada jembatan baja di Indonesia dalam waktu dekat mendatang adalah bentang jembatan rangka batang baja akan melebihi bentang 100 meter. Jembatan busur Gladak Perak-Lumajang yang runtuh akibat letusan gunung Semeru pada 4 Desember 2021 akan digantikan oleh Jembatan Rangka Batang Baja dengan bentang 140 meter, yang akan merupakan jembatan rangka batang baja terpanjang di Indonesia. Sejalan dengan ini, secara umum perkembangan dalam waktu dekat jembatan bentang khusus di Indonesia akan memiliki bentang utama yang semakin panjang.
“Penghindaran kegagalan dan kerusakan jembatan seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, hanya bisa dilakukan dengan melakukan inspeksi rutin dan inspeksi besar per lima tahunan yang berkelanjutan dalam lingkup perawatan. Selain itu monitoring kesehatan jembatan secara real time dapat dilaksanakan pada masa pembangunan maupun masa operasional jembatan-jembatan bentang panjang,” ujar Prof. Heru.
Di akhir pidatonya Prof. Heru menyampaikan, dengan kemajuan dalam bidang teknologi informasi, maka data hasil inspeksi perawatan jembatan bisa di dukung cloud platform. Selain itu Internet of Thing (IoT) bisa diterapkan pada proses konstruksi dimana data dapat ditransfer melalui jaringan tanpa memerlukan interaksi manusia ke manusia.
Setelah pemaparannya tersebut, Prof. Heru resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Tenik, Universitas Indonesia (FTUI). Prosesi pengukuhan guru besar dipimpin Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, SE, MA, Ph.D., secara langsung di Gedung Makara Art Center (MAC) dan disiarkan secara virtual melalui kanal Youtube UI Teve.
Pada pengukuhan guru besarnya, turut dihadiri tamu undangan, antara lain Guru Besar Teknik Sipil ITB dan Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia, Prof. Ir. Iswandi Imran MASc, Ph.D.; Direktur Utama PT JOSO, Thoat Fauzi, IAI; Direktur PT Pratama Daya Cahya Manunggal – Konsultan Perancangan dan Konstruksi Jembatan Baja, Ir. Budi Santoso, M.T.; Wakil Direktur Bid Akademik Politeknik Negeri Jakarta, Ibu Nunung Martina, S.T., M.Si.; Kepala Balai Jembatan Kemen PUPR, Pandji Krisna Wardana S.T., M.T.; Presiden Direktur PT Arkonin, Achmad Noerzaman; CEO The Wisemen & Company, Jennifer Heryanto; dan Associate Professor Bioengineering, New York University, Dr.-Ing Azhar Zam, S.Si., M.Sc; dan perwakilan dari PT Wiratman, Tantri Heryantina.
Prof. Heru merupakan Dosen Departemen Teknik Sipil, FTUI dan pernah menjabat sebagai anggota Senat Akademik UI pada 2006-2011. Ia menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Indonesia pada 1985. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya dan mendapat gelar Diplome d’etudes approfondies (DEA) di Universite Blaise Pascal Clermont II, Clermont Frerrand, Perancis. Masih di negara yang sama, Prof. Heru berhasil mendapatkan gelar Doktor Teknik Sipil, Universite d’Orleans, Orleans, Perancis.
Sederet penghargaan yang pernah didapatkan Prof. Heru, diantaranya Satyalancana Karya Satya XXX Tahun, Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 90/TK/Tahun 2018; Penganugerahan Gelar Mas, Keputusan Sultan Kutai Kerta Negara Ing Martadipura XX, No. 007/SK-SKK/GELAR/VIII/2016; dan Satyalancana Karya Satya XX Tahun, Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 27/TK/Tahun 2011.
Selain itu, beberapa karya ilmiah terbaru yang telah dipublikasikan jurnal internasional terindeks scopus, antara lain Bond–Slip Relationship between Sand-Coated Polypropylene Coarse Aggregate Concrete and Plain Rebar (2022), Stress and Strain Behavior of Confined Lightweight Concrete using Sand Coated Polypropylene Coarse Aggregate (2021), Numerical Modelling, Simulation and Experimentation of Steel Shear Keys Dry Joints (2020), dan The Influence of River and Volcanic Sand as Coatings on Polypropylene Waste Coarse Aggregate Towards Concrete Compressive Strength (2020).