Depok, 11 November 2024. Universitas Indonesia (UI) melalui sidang terbuka yang dipimpin oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S. E., M. A. mengukuhkan Prof. dr. Yusra, Sp.PK., SubSp.GEH(K)., Ph.D., sebagai guru besar tetap dalam bidang Hepatogastroenterologi Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran (FK) di di Aula IMERI FKUI, Kampus Salemba, pada Sabtu (9/11). Dalam kesempatan tersebut, Prof. Yusra menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Peran Patologi Klinik dalam Mengembangkan Pemeriksaan Non Invasif untuk Skrining dan Deteksi Dini Kanker Kolorektal dalam Strategi Pencegahan dan Pengendalian Kanker Nasional”.
Ia menjelaskan bahwa kanker kolorektal adalah keganasan pada jaringan usus besar dan rektum. Kanker ini merupakan salah satu dari lima jenis kanker yang menjadi prioritas dalam strategi nasional, dengan angka kematian yang tinggi. Skrining dan deteksi dini menjadi salah satu pilar dari enam pilar yang ditetapkan pemerintah untuk menangani kanker di Indonesia, yang masuk dalam Strategi Pencegahan dan Pengendalian Kanker Nasional 2024-2034.
“Saya mengangkat judul ini untuk memaparkan kepada kita semua, peran Patologi Klinik dalam mengembangkan pemeriksaan non-invasif yang bermanfaat dalam skrining dan deteksi dini kanker kolorektal,” ujar Prof. Yusra. Lebih lanjut ia mengatakan, biaya yang dikeluarkan BPJS untuk pengobatan kanker di tahun 2023 meningkat hampir 50% menjadi 5,9 triliun dibanding tahun sebelumnya. Kanker kolorektal menempati urutan kedua yang memiliki biaya tertinggi setelah kanker pankreas.
Melihat besarnya masalah kanker di Indonesia, Kementerian Kesehatan telah membuat buku Rencana Kanker Nasional 2024-2034, yang menyampaikan enam strategi untuk mengurangi insiden kanker dan meningkatkan angka kesintasan kanker, salah satunya adalah strategi skrining dan deteksi. “Fungsi tes skrining adalah untuk menilai kemungkinan seseorang yang tidak bergejala mengidap penyakit tertentu, dengan tujuan mencegah penyakit atau kematian akibat penyakit tersebut. Tes skrining kanker kolorektal penting menjadi program Pemerintah karena penyakit ini memiliki periode asimtomatik (tidak bergejala) yang cukup lama,” kata Prof. Yusra.
Butuh waktu lebih kurang 10-15 tahun bagi penyakit kanker kolorektal ini menjadi bergejala. Jika demikian, maka proses penyakit sudah berat dan bermetastasis. Lewat tes skrining ini, diharapkan penyakit kanker kolorektal sudah dapat terdiagnosis pada saat stadium awal, sehingga tatalaksana penyakit dapat dilakukan secepat mungkin, sehingga menurunkan angka morbiditas dan mortalitasnya.
Metode skrining untuk kanker kolorektal yang direkomendasikan ini adalah pemeriksaan colok dubur, dilakukan sekali pada usia lebih dari 50 tahun dan diulang jika ada gejala, pemeriksaan darah samar feses/tinja dan pemeriksaan DNA feses untuk deteksi kanker kolorektal stadium dini, dan pemeriksaan endoskopi (sigmoidoskopi fleksibel, kolonoskopi) dan pemeriksaan radiologi (barium enema dengan kontras ganda dan CT colonoscophy) untuk deteksi lesi kanker lanjut yang dilakukan setiap 5 tahun.
“Mengapa diperlukan pemeriksaan non-invasif untuk skrining kanker kolorektal? Dari berbagai publikasi diketahui bahwa terdapat ketidakpatuhan yang tinggi di masyarakat dalam melakukan skrining kanker kolorektal dengan kolonoskopi. Beberapa alasannya adalah ketidaknyamanan, rasa malu, rasa sakit, dan ketakutan tentang hasil positif merupakan hambatan yang paling sering,” ujar Prof. Yusra.
Ia menjelaskan, feses dapat dikeluarkan melalui anus secara umum, dan menyimpan informasi berharga mengenai kesehatan sistem pencernaan dan hati. Adanya perdarahan, sel-sel normal dan patologis, termasuk zat-zat yang disekresi, sisa pencernaan, bakteri normal dan patologis, semuanya dapat dideteksi dalam feses. Oleh karena itu, feses merupakan sampel yang baik untuk mendeteksi penyakit saluran cerna, yang diperoleh dengan cara tidak invasif, sehingga dapat mengurangi ketidaknyamanan dan risiko yang sering dialami pasien akibat prosedur invasif.
Selanjutnya, untuk menganalisis sampel tersebut Prof. Yusra mengatakan, dibutuhkan peran Patologi Klinik dalam mengembangkan pemeriksaan non invasif. “Patologi Klinik adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari penyakit melalui analisis sampel cairan tubuh, seperti darah, urin, dan cairan tubuh lainnya, termasuk feses/tinja. Peran Patologi Klinik dalam penyakit kanker kolorektal meliputi pemeriksaan skrining dan diagnosis dini meliputi pemeriksaan darah samar tinja, DNA/RNA tinja, dan berbagai metabolit tumor,” kata Prof. Yusra.
Patologi Klinik juga berperan dalam pemantauan pengobatan dan prognosis, seperti melalui pemeriksaan tumor marker CEA. Dan saat ini sudah mulai dikembangkan pemeriksaan mikrobiota dan metabolitnya berupa short chain fatty acid, untuk menilai kesehatan saluran cerna. Ke depannya, transplantasi tinja sudah mulai digunakan untuk terapi penyakit saluran cerna, dan menjadi tantangan bagi Patologi Klinik dalam mengembangkan pemeriksaan laboratorium.
Sampai dengan saat ini, Prof. Yusra aktif melakukan berbagai penelitian dan diterbitkan di berbagai jurnal nasional maupun internasional. Beberapa di antaranya yang terbit di tahun ini berjudul The Comparison of Laboratory Parameters of COVID-19 Patients in Universitas Indonesia Hospital Before and During Delta Variant Periode; Safety and Effectiveness of Seahorse Extract (Hippocampus Comes L.) on The Hematological Profile and Body Weight of Male Rats Induced by Depo Medroxyprogesterone Acetate; dan Perceptions, Practices, and Associated Factors Towards Expressed Breastfeeding Among Mothers in Jakarta, Indonesia.
Ia menamatkan pendidikan dokter di FKUI pada 1994, kemudian lanjut menyelesaikan pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik, pada 2005. Pada 2012 ia mendapatkan gelar Doctor of Philosophy di Medical Science, Kobe University, Jepang. Selanjutnya, pada 2020 ia berhasil mendapatkan gelar Konsultasn Hepatogastroenterologi dari Kolegium Patologi Klinik Indonesia.