iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Prof. Ricardi Adnan Kaji Pentingnya Peran Sosiologi di Era Teknologi Nanopartikel

Depok, 21 Desember 2024. Prof. Dr. Drs. Ricardi S. Adnan, M.Si. dikukuhkan menjadi Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI). Acara Pengukuhan berlangsung di Makara Art Center Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, pada Sabtu (21/12).

Dalam pidato pengukuhannya berjudul “Dispersi dan Konvergensi Sains: Peran Sosiologi di Era Nanoparticle Technologgy”, Prof. Ricardi menekankan peran nanopartikel yang kurang mendapat perhatian riset dari Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora, dibandingkan dengan Rumpun Ilmu Kesehatan serta Rumpun Ilmu Sains dan Teknologi yang dengan masif mengembangkan riset teknologi tersebut. Mengingat dampak yang besar bagi peradaban manusia, sosiologi memiliki kesempatan untuk berperan aktif memberikan analisis dan koridor yang perlu diperhatikan dalam perkembangan nanopartikel teknologi agar bisa memberikan manfaat besar bagi manusia, terutama pada bidang sosial.

Prof. Ricardi menjelaskan bahwa nanopartikel merupakan partikel yang berukuran sangat kecil, biasanya berkisar antara 1 hingga 100 nanometer. Ukuran yang sangat kecil ini memberikan sifat-sifat unik yang tidak dimiliki material pada skala lebih besar, seperti peningkatan luas permukaan, reaktivitas kimia yang lebih tinggi, serta kemampuan untuk berinteraksi dengan molekul lain secara lebih mendalam.

Beberapa contoh penggunaan teknologi nanopartikel dalam bidang medis dan sains, yaitu untuk sistem penghantaran obat yang lebih efisien, pembuatan transistor dan sirkuit mikro yang lebih kecil dan lebih cepat, penggunaan nanopartikel dalam sel surya untuk meningkatkan konversi energi dari sinar matahari, dan penggunaan nanopartikel untuk penyaringan air atau udara dari pencemaran. “Salah satu dampak nanoteknologi pada ilmu sosial adalah terkait dengan implikasi etika dan dampak sosial. Perkembangan teknologi ini berpotensi menciptakan ketidaksetaraan sosial atau bahkan konflik akibat kesenjangan yang dihasilkan, yang cenderung menguntungkan kelompok sosial tertentu yang memiliki akses, yakni kelas atas,” ujar Prof. Ricardi.

Nanopartikel dalam Praktik Kehidupan Sosial
Berdasarkan analisis Kaku (2008), relevansi mendiskusikan teknologi nanopartikel dalam perspektif sosiologi mencakup etika dan perkembangan teknologi, pengaruh teknologi terhadap interaksi sosial, pengaruh teknologi terhadap struktur ekonomi, pengaruh teknologi pada budaya, serta teori sosial dalam menghadapi teknologi futuristik. Pada praktik kehidupan sehari-hari, teknologi nanopartikel memungkinkan pengobatan lebih personal dan efektif yang berdampak besar pada sistem perawatan kesehatan masa depan.

Perkembangan ini dapat mengantarkan pada ketidaksetaraan baru, misalnya dalam akses terhadap teknologi kesehatan yang canggih. Di sinilah, peran sosiologi muncul karena dapat membantu menganalisis bagaimana teknologi mengubah kelas sosial, distribusi kekayaan, dan ketimpangan akses terhadap teknologi canggih. Kendati demikian, tantangan yang perlu diantisipasi adalah bagaimana perubahan teknologi akan memengaruhi struktur sosial.

Dalam pemanfaatan teknologi nanopartikel juga terdapat tantangan, terutama pada aspek keamanan dan dampak kesehatan karena efek nanopartikel pada tubuh manusia dan lingkungan belum sepenuhnya dipahami. “Untuk tantangan sosialnya sendiri, penggunaan teknologi nanopartikel dapat memperburuk ketimpangan sosial dalam masyarakat, membentuk kesenjangan kelompok tertentu dalam memiliki akses untuk memanfaatkan teknologi, dan nanoteknologi yang menggunakan simbol-simbol identitas sosial (seperti kosmetik, pakaian canggih, atau perangkat elektronik) membuat batasan status sosial,” ujar prof. Ricardi.

Prof. Ricadi menawarkan solusi dalam prespektif ilmu sosiologi, bahwa hal yang paling penting dilakukan adalah mendorong keterlibatan masyarakat luas di dalam diskusi tentang nanoteknologi. Hal ini dapat dilakukan melalui edukasi dan forum dialog terbuka untuk mengurangi kekhawatiran keterbatasan akses teknologi dan sebaliknya bisa meningkatkan pemahaman. Oleh karena itu, perlu disiapkan kebijakan yang memastikan nanoteknologi dapat digunakan secara merata dan aman. “Hal yang juga penting adalah keinginan menyusun dan mengaplikasikan etika teknologi yang memberikan pedoman etis di tingkat global khususnya di bidang sensitif seperti biomedis dan lingkungan. Negara-negara berkembang perlu melakukan kolaborasi antar institusi untuk memastikan distribusi teknologi nano yang lebih adil,” tambahnya.

Secara resmi, Prof. Ricardi menjadi Guru Besar Universitas Indonesia ke-48 di tahun 2024. Ia menyelesaikan pendidikan program Sarjana Sosiologi UI pada 1992, Magister Kebijakan Administrasi Bisnis UI pada 2000, dan Doktor Ilmu Sejarah UI melalui Sandwich-Like Program, Tokyo University pada 2010. Saat ini, ia aktif menjabat sebagai Ketua Bidang Koalisi Kependudukan Indonesia.

Ia terus berperan aktif dalam berbagai riset, seperti publikasi penelitiannya yang berjudul “Tourism’s Vitality After COVID-19 Pandemic: Embracing Healing as a Significant Concept in Tourism in a VUCA World and Managing the Future of Tourism” (2024), “The Dynamic Role of Moslem in Building Indonesia as a Nation-State in Indonesian Journal of Religion and Society” (2023), dan “Covid-19 Pandemic and Institutional Reconstruction Towards a New Normal Life” (2022).

Acara pengukuhan ini, turut dihadiri Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, M.Sc., Ph.D; Wakil Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Dr. Ir. Amarulla Octavian, M.Sc., ASEAN Eng; Ketua ILUNI PSIA FTUI, Ir. Santoso Edy, M.Si; Direktur Regional PLN,. Muchlis Chaniago, M.Eng; Owner Rifa Jaya Group, Rinaldi Yusuf.

 

Related Posts