id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Rokok, Antara Perspektif Kesehatan Masyarakat dan Ekonomi

diskusi-rokok-fkm-ui

Sabtu (15/10/2016), FKM UI mengadakan round table discussion yang mengangkat tema “Rokok: Perspektif Kesehatan Masyarakat Versus Perspektif Ekonomi”.

Sebagai panelis, diundang narasumber dari beberapa lembaga, yaitu Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH dari FKM UI, Prof. Suahasil Nazara, SE, M.Sc,Ph.D, perwakilan dari Kementerian Keuangan RI, Prof. Budi Hidayat, SKM, MPPM, Ph.D, dari CHEPS (Center for Health Economic and Policy Studies) FKM UI, dan juga diundang perwakilan dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI.

Diskusi dimoderatori oleh Dr. dra. Rita Damayanti, MSPH, dari Pusat Penelitian Kesehatan FKM UI. Kegiatan ini dihadiri oleh peserta dan undangan yang berasal dari berbagai kalangan, seperti pengamat dan aktivis ekonomi, pengamat dan juga aktivis kesehatan, mahasiswa, serta media.

Membuka kegiatan, Wakil Dekan I FKM UI, Dr. dr. Sabarinah Prasetyo, M.Sc, memberikan sambutan dan menyampaikan harapannya agar kegiatan round table discussion ini dapat bermanfaat sebagai sarana kajian untuk bahan advokasi kepada pemerintah terkait pengendalian rokok.

Kegiatan diawali dengan pemaparan dari panelis sebagai pemicu diskusi. Materi pertama disampaikan oleh Prof. Hasbullah mengenai “Harga rokok dan kaitannya dengan reduksi permintaan merokok”.

Hasbullah menyatakan bahwa konsumsi rokok berbanding lurus dengan rusaknya kualitas manusia. Menurutnya masalah rokok bukan lagi hanya sekedar health problem, tetapi juga social problem. Iklan-iklan dan kondisi lingkungan sangat pro terhadap eksistensi rokok, sementara cukai yang dikenakan untuk produk rokok masih sangat rendah. Hal tersebut menjadi salah satu dari penyebab meningkatnya angka pemuda Indonesia yang merokok setiap tahun.

Materi selanjutnya dipaparkan oleh Prof. Suahasul Nazara, perwakilan dari Kemenkeu RI yang membahas mengenai kenaikan pajak rokok tahun 2016. Ia menjelaskan bahwasannya pengenaan cukai dilakukan untuk mengendalikan konsumsi. Dengan meningkatnya cukai rokok, diharapkan konsumsi rokok dapat menurun di masyarakat. Berdasarkan pemaparannya, saat ini PPN yang dikenakan untuk produk rokok jauh lebih rendah daripada PPN produk lain, seperti obat dan alat-alat kesehatan. Hal ini ditanggapi oleh moderator bahwa seharusnya pemerintah tidak melindungi industri rokok dengan memberikan pajak yang rendah.

Selanjutnya, perwakilan dari Lembaga Demografi FEB UI menyampaikan hasil penelitian mengenai efek rokok terhadap situasi ekonomi pemerintah. Berdasarkan penelitian lembaga mereka, beban ekonomi akibat konsumsi rokok sangatlah besar. Total pengeluaran negara untuk konsumsi rokok adalah sekitar 378,75 triliun rupiah. Kerugian negara tersebut berasal dari hilangnya tahun produktif terkait kematian premature masyarakat akibat konsumsi rokok, belum lagi untuk biaya kesakitan dan kecacatan akibat konsumsi rokok.

Di samping itu, tren perkembangan produksi tembakau sejak tahun 1990 tidak signifikan sama sekali begitu juga dengan produktivitas petaninya. Tata niaga tembakau di Indonesia saat ini juga tidak baik, cenderung mengntungkan industri rokok daripada petani karena harga dan mutu produk dinilai dan ditentukan oleh industri sehingga petani tidak memiliki kewenangan apapun terhadap hasil taninya.

Budi Hidayat dari CHEPS UI kemudian menyikapi isu diskusi ini melalui segi dampak kenaikan pajak rokok terhada prevalensi merokok. Hasil penelitian CHEPS menunjukkan bahwa prevalensi merokok akan turun ketika kenaikan cukai mencapai 438 persen atau sama dengan harga rata-rata per bungkus rokok, yaitu 50.025 rupiah. Penelitian ini didasarkan pada simulasi skenario cukai rokok, yaitu dengan estimasi fungsi permintaan, deteksi dampak harga terhadap partisipasi merokok, dan dampak skenario kenaikan cukai terhadap prevalensi, konsumsi rokok, dan pendapatan cukai.

Alur diskusi berlangsung kondusif dan produktif. Beberapa pernyataan dan pertanyaan dilontarkan kepada panelis juga peserta diskusi untuk ditanggapi bersama. Penanya adalah peserta dan undangan yang hadir, salah satunya yaitu seorang profesor dari FISIP UI, mahasiswa PhD dari Australia, mahasiswa S3 dan S2 FKM UI, dan masih banyak lagi.

Sebelum diskusi ditutup Prof. Hasbullah memberikan closing statement berupa pertanyaan kepada peserta diskusi mengenai mengapa negara harus takut terhadap produksi rokok ilegal apabila harga produk rokok dinaikkan. Padahal lebih banyak negara-negara lain yang memiliki tingkat kemungkinan adanya industri rokok ilegal, tetapi tetap berani menaikkan harga produk rokok dan berhasil mengatasi masalah tersebut. Peserta diskusi pun mengamini dan berharap Indonesia mampu serta berani mengambil risiko apapun terkait pengendalian rokok demi derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.

Sumber : fkm.ui.ac.id

Related Posts