Sebagai salah satu sungai berpengaruh di DKI Jakarta, Sungai Ciliwung mempunyai sejarah panjang. Terbentang dari hulu yang terletak di daerah Bogor yang meliputi kawasan Gunung Gede, Gunung Pangrango dan Cisarua hingga kawasan hilir di pantai utara Jakarta, Sungai Ciliwung mempunyai panjang 120 Km dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) 387 Km2. Dahulu, Sungai Ciliwung menjadi salah satu sumber kehidupan masyarakat Jakarta dan menjadi habitat berbagai jenis ikan. Akan tetapi, saat ini banyak masalah menghinggapi Ciliwung. Seperti yang sudah diketahui, sejak bermekarannya berbagai pembangunan rumah, perkantoran, serta kawasan bisnis lainnya, Sungai Ciliwung dipandang sebelah mata. Sampah, serta limbah dari berbagai tempat dibuang di Sungai Ciliwung. Masalah bertambah besar ketika sampah-sampah yang ada menyumbat aliran air, mengakibatkan sungai berbau, kotor, dan yang menjadi momok warga Jakarta yaitu terjadinya banjir.
Keadaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Saat Ini
Menurut Ahli Geografi UI, Dr. Eko Kusratmoko, tidak semua Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung mengalami kerusakan dan menjadi penyumbang sampah dan limbah. Daerah yang banyak menyumbang adalah yang banyak terdapat pemukiman dan melewati pusat kota Jakarta. Setiap DAS mempunyai karakter yang berbeda dilihat dari penggunaan lahan dan kualitas airnya. Sementara itu, jika dilihat dari sisi lereng Ciliwung, Guru Besar Fakultas Teknik UI, Prof.Dr.Ir.Tommy Ilyas, M.Eng, mengatakan saat ini ada berbagai bangunan yang dibangun di tepi tebing Ciliwung. Sebaiknya, kata dia, pada jarak 10 meter dari tepi lereng sebenarnya tidak diperbolehkan dibangun bangunan karena sangat berisiko menimbulkan longsor. Ia juga mengungkapkan bahwa tingkat kemiringan lereng di beberapa titik masih terjaga dengan baik, mulai dari daerah Pejaten Timur hingga ke Depok.
Banjir Jakarta
Terkait dengan bencana banjir yang seringkali dialami warga di daerah sekitar bantaran Ciliwung, menurut Eko, faktor pemicunya antara lain human error seperti jebolnya tanggul, oceanografis seperti pasang laut, dan gelombang tinggi. Sementara itu dari segi meteorologi dan klimatologi, curah hujan yang tinggi dan kenaikan suhu pada musim dingin juga dapat mengakibatkan banjir. Seperti halnya pada banjir di Jakarta tahun 2007 disebabkan oleh faktor oceanografis dan banjir tahun 1996 dan 2013 yang disebabkan oleh curah hujan dominan di daerah Hulu DAS.
Dulu, kata Eko, sebagian wilayah Jakarta adalah rawa. Rawa kemudian banyak diubah menjadi lahan sawah, yang kemudian diubah lagi menjadi perumahan dan perkantoran. Jadi sejak dulu sebenarnya Jakarta adalah lahan basah. Rawa sendiri adalah tempat retensi air, yang berfungsi untuk menyimpan air, bukan daerah resapan. Hal tersebut menyebabkan jika ada ada hujan besar air menjadi kedap dan tidak bisa menyerap. Fungsi rawa sebenarnya adalah sebagai pengatur dan penjaga stabilitas proses hidrologis.
Baik Tommy maupun Eko berpendapat bahwa kondisi Ciliwung di bagian hilir, terutama yang di daerah Jakarta, keadaannya semakin tahun menjadi semakin memburuk. Sampah yang menumpuk, pendangkalan sungai karena sedimentasi, lebar sungai yang semakin menyempit, hingga kualitas air yang sudah tercemar limbah, menjadi masalah sungai Ciliwung yang umumnya terjadi di daerah hilir, Jakarta.
Oleh karena itu, Eko dan Tommy mendukung program dari Gubernur DKI Jakarta Jokowi yang akan membenahi daerah pinggiran sungai Ciliwung, sebagai salah satu cara untuk menanggulangi banjir dan juga sebagai salah satu cara mengelola kembali sungai Ciliwung agar kembali menjadi bersih dan indah dipandang. Menurut Eko, pola pikir yang juga harus diubah oleh masyarakat dan juga pemerintah adalah jangan menjadikan sungai Ciliwung sebagai sumber bencana, tetapi jadikan sebagai sumber daya air yang dapat mendatangkan nilai ekonomi tinggi.
Dosen UI Gabung Komunitas Ciliwung
UI, sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi yang berada cukup dekat dengan Jakarta, dan juga dengan Sungai Ciliwung, merasa perlu untuk berbuat sesuatu demi Sungai Ciliwung yang lebih baik. Hal tersebut membuat beberapa pihak di kalangan Universitas Indonesia, terutama beberapa dosen dan peneliti, untuk peduli terhadap Ciliwung. Mereka bergerak berdasarkan disiplin ilmu yang mereka pelajari.
Menurut salah satu Dosen Fakultas Psikologi UI, Niniek L. Karim, Ciliwung adalah bagian dari hidup masyarakat Jakarta, tetapi saat ini masyarakat Jakarta menganggap Ciliwung sebagai sesuatu yang menjijikkan, sehinggga masyarakat tidak ingin bersentuhan. “Ciliwung tidak bisa bersih kalau masyarakat tidak menganggap bahwa Ciliwung adalah bagian dari dirinya.” kata Niniek.
Lanjutnya, tidak benar bahwa masalah yang ada di Ciliwung hanya tugasnya pemerintah. Dengan latar belakang kepedulian untuk mengkontribusikan sesutau kepada Ciliwung, Niniek beserta timnya saat ini tengah melakukan penelitian terkait intensitas masyarakat Jakarta untuk memelihara Ciliwung. Ia berencana untuk mengadakan penelitian tersebut secara terus-menerus sehingga dapat diketahui intervensi-intervensi apa yang perlu dilakukan pada masyarakat di sekitar Sungai Ciliwung.
Ia bersama sejumlah dosen dari UI dan pihak lain membentuk suatu komunitas yang menamakan dirinya “Jakarta Glue”. Pada akhir tahun 2011 “Jakarta Glue” mengadakan pesta rakyat di 14 titik di Sungai Ciliwung itu. Pesta tersebut mengangkat tema “Satu Hari yang Indah di Sepanjang Ciliwung”. Bersama komunitasnya, ia mengajak elemen-elemen di masyarakat dan Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) untuk turut serta meramaikan. Tujuannya antara lain menumbuhkan rasa memiliki dan agar tumbuh kesadaran bahwa Sungai Ciliwung adalah tempat yang menyenangkan. Kedepannya diharapkan masyarakat dapat ikut menjaga Ciliwung. Acara tersebut berada di 14 titik di sepanjang Sungai Ciliwung.
Prof. Paulus Wirutomo,Ph.D, seorang guru besar sosiologi FISIP UI, juga terlibat dalam “Jakarta Glue”. Ia mempunyai konsep menanggulangi kerusakan Ciliwung sekarang dengan konsep eco-tourism-nya. Menurutnya, harus ada cara paling konkret di Sungai Ciliwung. Ia memiliki ide untuk membuat ekowisata di Sungai Ciliwung. Masyarakat, lanjutnya, harus dirangsang untuk mau datang ke Sungai Ciliwung. Di sana, masyarakat dapat berlayar, istirahat, dan menikmati pemandangan. Di kawasan Depok, kata dia, Sungai Ciliwung masih indah dan dapat dinikmati. Ia yakin bahwa kalau banyak pihak bersatu, pandangan masyarakat terhadap Sungai Ciliwung menjadi lebih baik. Kalau Sungai Ciliwung sudah ramai didatangi, nantinya dapat dibuat dermaga, tempat orang menjual buah-buahan, taman, panggung. Masyarakat, lanjutnya, dengan demikian masyarakat akan dengan sendirinya membersihkan kawasan sekitar Sungai Ciliwung agar lebih banyak orang datang ke sana.
Pemberdayaan Masyarakat Bantaran Ciliwung
Romo Sandyawan atau yang dikenal dengan Romo Sandy, pekerja kemanusiaan yang telah mengabdi belasan tahun membantu dan memberdayakan masyarakat bantaran Sungai salah satunya kawasan Bukit Duri, Jakarta Selatan. Ia menamai gerakannya Ciliwung Merdeka. Dalam kuliah yang diberikannya pada kelas peminatan intervensi sosial Program Magister Psikologi Terapan, Fakultas Psikologi UI beberapa waktu lalu, ia menyebutkan bahwa kebanyakan warga Bukit Duri bermata pencaharian pada bidang sektor informal. Sebagian warga bekerja di rumahnya, padahal ukuran rumahnya rumahnya tidak besar. Terkadang satu rumah bisa dihuni oleh dua keluarga. Masyarakat bantaran sungai di Bukit Duri bekerja pada 34 sektor informal, seperti pedagang makanan, tukang rokok, hingga meubel bekas. Sandy juga mengakui bahwa masyarakat bantaran yang rata-rata memiliki penghasilan yang rendah tersebut rentan terhadap salah komunikasi dengan Pemprov DKI Jakarta.
Ketua Program Studi Kajian Pengembangan Perkotaan UI, Komara Djaya, mengatakan permasalahan yang ada di Sungai Ciliwung saat ini sudah begitu kompleks, seperti halnya masalah kualitas air, kekumuhan di bantaran sungai, terutama yang sudah masuk wilayah Jakarta. Sebagai sungai yang melewati di ibukota negara, kata dia, memalukan jika keadaan Ciliwung terus seperti sekarang. Ia menyarankan perbaikan di Sungai Ciliwung harus dilakukan secara paralel dari hulu sampai hilir. “Jika di kota-kota di luar negeri, rumah menghadap ke sungai, kalau di Jakarta rumah membelakangi sungai dan limbah rumah dibuang ke sungai,” tandasnya.
Program River Adoption Mapala UI dan K2N Tematik
Pusat Kajian Pengembangan Perkotaan UI siap mendukung penuh terselenggaranya program River Adoption yang diusung oleh Mapala UI. Untuk mendukung program tersebut, telah diadakan Mapala UI Half Marathon pada tanggal 12 Mei 2013. Mengangkat tema “runforiver”, acara tersebut bertujuan mengampanyekan Ciliwung yang lebih baik. Setiap pelari pada acara tersebut menyumbangkan satu bibit tanaman untuk ditanam di sekitar Sungai Ciliwung. River Adoption dilakukan dengan penanaman pohon di Hulu Sungai Ciliwung. Kegiatan tersebut akan melibatkan banyak pihak untuk membuat Ciliwung yang lebih baik, bersih, dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Terkait dengan akan diadakannya K2N Tematik, Komara mengatakan bahwa ia bersama Program Studi Kajian Pengembangan Perkotaan juga akan mendukung program tersebut. K2N Tematik menurutnya harus benar-benar diarahkan.
(KHN/RBY)