“Cryptocurrency secara sederhana adalah alat pembayaran yang diamankan oleh crypto. Di Indonesia, namanya menjadi aset crypto, karena legalitas mata uang resmi adalah rupiah, yang memiliki fungsi sebagai mata uang yang legal untuk transaksi,” kata Oham Dunggjo, CEO BTRIPS dan Former Chairman of Indonesian Blockchain Association (ABI). Ia menambahkan, crypto bukanlah barang yang nyata, sehingga dikategorikan menjadi komoditas atau aset yang dapat diperjualbelikan.oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Oham menjelaskan, keuntungan yang didapat dari Cryptocurrency adalah dari nilai teknologi yang aman, karena sistem blockchain yang kuat dari cyber security threats. Kendati begitu, Cryptocurrency akan sulit dijadikan sebagai alat pembayaran karena sistem blockchain tidak dikontrol oleh negara. Hal itu disampaikannya saat menjadi pembicara dalam talkshow yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), berkolaborasi dengan Ikatan Alumni (Iluni) FIA UI, dan Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Niaga (HIMANIA) FIA UI pada, Kamis (24/3/2022).
Tim Konsultan Penerapan Jogja Smart Province, Dr. Wing W Winarno MAFIS, Ak. C.A., yang juga menjadi salah seorang narasumber dalam kegiatan tersebut, memberikan penjelasan mengenai teknologi blockchain. Menurut Dr. Wing, teknologi ini merekam seluruh catatan secara berurutan, sehingga memberikan tingkat akurasi yang tinggi terhadap dokumen atau informasi. Selain itu, sistem ini tidak dapat diretas setelah beberapa tahun.
Cryptocurrency hanya bagian kecil dari blockchain, kata Dr. Wing. Kalau ditinjau dari sisi aman bertransaksi, tambahnya lagi, sudah banyak sistem yang digunakan. Sedangkan jika berbicara tentang ‘aman’ dari sisi kurs, masalahnya adalah nilai yang bisa sangat fluktuatif. “Sangat easy come and easy go, dan bagi anak muda hati-hatilah, karena semuanya ada risiko. Untuk investasi crypto, gunakanlah uang yang nganggur,” kata Dr. Wing memberi saran.
Selanjutnya, Ardy Sutedja, Chairman Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) menyambung pembahasan sebelumnya dengan mengingatkan masyarakat bahwa tidak ada teknologi yang 100% aman. Terlebih lagi karena masih banyak masyarakat yang hanya membahas manfaatnya saja, tanpa mempertimbangkan faktor risiko.
“Teknologi ini bukan ciptaan anak bangsa, sehingga ada celah yang tidak kita pahami sepenuhnya. Untuk memulai segala jenis hal yang berbau teknologi, diperlukan literasi digital dulu,” ujar Ardy. Ia juga menambahkan, beberapa negara menyatakan crypto jadi ancaman keamanan nasional, karena berpotensi dalam disorganisasi mata uang yang akan berpengaruh kepada ekonomi negara.
Sisi lain yang banyak mendapat perhatian juga adalah terkait dengan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Bappebti dalam edukasi Cryptocurrency. “Dari 12 kementerian/lembaga di Indonesia, Bappebti termasuk ke dalam Satgas Waspada Investasi sehingga segala hal yang berhubungan dengan investasi diawasi oleh Satgas. Selain itu, Satgas juga bertugas untuk memitigasi yang dalam hal ini BI berperan dalam pembayaran sistem crypto. Bappebti melakukan pengawasan dan OJK sebagai pelayan jasa perbankannya. Jadi, masing-masing berperan untuk menyediakan fasilitas bagi masyarakat,” ujar Tirta Karma Sanjaya, Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti.