Jaranan Kidal merupakan pertunjukan tari Kuda Lumping dari Desa Kidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, yang dilakukan oleh sekelompok laki-laki dalam jumlah genap. Saat menarikannya, diiringi musik gamelan, para pemain yang menunggang kuda-kudaan pipih biasanya akan mengalami kerasukan (trance). Aksi kesurupan ini membuat sebagian masyarakat menilai Jaranan Kidal terlalu berbahaya, tidak efisien, serta memakan waktu dan biaya tinggi. Akibatnya, Jaranan Kidal menjadi terasing dan tidak begitu dikenal oleh generasi muda.
Ketua Kelompok Kesenian Jaranan Kidal Anusopati Candi Rejo, Warsono Aji, mengatakan, “Jaranan Kidal yang ditampilkan saat ini telah mengalami banyak perubahan. Dulu Jaranan Kidal merupakan tradisi yang sangat mistis dan magis, namun kini menjadi hiburan populer. Dulu, mulai atraksi pukul 9 malam hingga 6 pagi, jadi satu orang kalau kesurupan itu tiga jam. Kalau sekarang hanya setengah jam.”
Selain itu, menurut Warsono, para pelaku kesenian Jaranan Kidal juga cenderung menyesuaikan preferensi pasar dengan mengikuti tren, seperti menambahkan lagu dangdut koplo alih-alih hanya menggunakan instrumen gamelan dan angklung. Meski perubahan masif ini menyebabkan kesenian tersebut keluar dari pakemnya, di sisi lain tradisi ini masih terus berlanjut dan digemari masyarakat.
Dr. Syahrial, S.S., M.Hum, pengajar di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI), mengungkapkan bahwa eksistensi kesenian daerah harus tetap dijaga karena kesenian merupakan jati diri suatu bangsa. “Kalau kita tidak lagi memiliki tradisi yang khas, kita akan kehilangan kepercayaan diri berhadapan dengan bangsa-bangsa lain. Kita tidak akan dengan mudah dan percaya diri mengatakan bahwa ‘saya Indonesia’. Tradisi dan identitas adalah fondasi yang mendasari keyakinan itu. Jika tradisi-tradisi itu hilang, akan sulit mengungkapkan identitas Indonesia dengan jelas,” ujarnya.
Sebagai upaya agar Jaranan Kidal bisa tetap eksis, Tim Kepedulian kepada Masyarakat (Kepmas) UI, melakukan kegiatan pengabdian di Desa Kidal. Tujuan utamanya adalah guna memperkenalkan seni pertunjukan Jaranan Kidal secara luas. Kegiatan yang berlangsung pada 27–30 September 2023 ini sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat agar dapat memanfaatkan seni pertunjukan Jaranan Kidal sebagai ikon pariwisata Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.
Tim Kepmas UI terdiri dari mahasiswa FIB, Dyra Daniera, dan tiga mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer, yakni Indira Arifia Rahmah, Wahyu Aji Aruma Sekar Puri, dan Aulia Rizqi Hidayatunnisa. Keempat anggota tim ini diketuai oleh mahasiswa Program Magister Ilmu Susastra FIB, Kholifatu Nurlaili Mahardhika, dan dibimbing oleh, Dr. Syahrial.
Menurut Kholifatu, Desa Kidal dipilih sebagai sasaran pengmas karena memiliki sejarah panjang dan berada di lokasi Kerajaan Majapahit dan Singasari yang meninggalkan warisan Candi Kidal—kini menjadi Cagar Budaya. Untuk menggali sejarah Desa Kidal dan kondisi kesenian Jaranan Kidal, Tim Kepmas berdiskusi dengan para pelaku kesenian, perangkat Desa Kidal, dan juru kunci Candi Kidal. Mereka juga mendokumentasikan pertunjukan Jaranan Kidal yang dibawakan oleh Kelompok Kesenian Anusopati Candi Rejo untuk ditayangkan dan dipromosikan secara luas serta diikutsertakan dalam sejumlah festival film dokumenter.
Kegiatan pengabdian yang dilaksanakan Tim Kepmas UI mendapat sambutan baik dari warga Desa Kidal. Sekretaris Desa Kidal, Yani Bianto, mengatakan, “Kami dari Pemerintah Desa menyampaikan terima kasih atas kedatangan teman-teman dari Universitas Indonesia yang mau mencari tahu tentang kesenian di desa kami dan juga tentang Candi Kidal yang ada di desa kami. Harapan kami, Candi Kidal dan kesenian Jaranan Kidal semakin dikenal luas, tidak hanya oleh masyarakat setempat namun juga di seluruh Indonesia.”