Depok, 17 Januari 2025. Universitas Indonesia (UI) melalui Fakultas Hukum (FH) bekerja sama dengan Commission on Legal Pluralism menyelenggarakan Konferensi Internasional Pluralisme Hukum bertema “The Transformative Power of Legal Pluralism? Planetary Challenges in a Diverse and Multipolar World”. Konferensi yang berlangsung pada 13–15 Januari 2025, di Balai Sidang FHUI, Kampus Depok ini merupakan kelanjutan dari international course tentang Pluralisme Hukum yang diadakan pada 8–11 Januari 2025 di Wisma Makara UI.
Dekan FHUI, Dr. Parulian Paidi Aritonang, S.H., LL.M., MPP, menyebut bahwa konferensi ini bertujuan untuk mengeksplorasi dimensi pluralisme hukum dalam menghadapi tantangan global, seperti perubahan iklim, ketegangan geopolitik, dan konflik kekerasan. Kajian pluralisme hukum memegang peranan penting dalam membentuk perkembangan ilmiah bidang Antropologi Hukum yang dikembangkan Departemen Hukum dan Masyarakat FHUI.
“Selama tiga hari pelaksanaan konferensi, terdapat begitu banyak panel yang diadakan secara paralel yang membahas isu-isu hukum di berbagai bidang masyarakat dengan pendekatan pluralisme hukum. Semoga konferensi yang dilaksanakan memberikan banyak pembelajaran ilmiah baru, membangun persahabatan, serta memberikan kesan yang bermakna bagi kita semua,” ujar Dr. Parulian.
Konferensi yang diadakan selama tiga hari tersebut diikuti oleh 150 akademisi dan profesional dari 25 negara, termasuk para aktivis, peneliti, dan pembuat kebijakan yang memiliki fokus pada studi sosio-legal dan pluralisme hukum. Diskusi dibagi dalam sembilan parallel session, yang dibuka dengan plenary session berjudul “Law, Democracy, Human Rights and Ecological Justice in Contemporary Indonesia”. Sesi ini mengupas berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia dalam ranah hukum, demokrasi, dan keadilan lingkungan dengan menghadirkan beberapa narasumber yang dimoderatori oleh Prof. Sulistyowati Irianto.
Narasumber pertama, Prof. Todung Mulya Lubis yang merupakan pengacara dan aktivis hak asasi manusia, membahas tantangan penegakan prinsip demokrasi akibat penyalahgunaan wewenang yang kerap terjadi di berbagai lembaga negara. Pembicara kedua, Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, mengulas dampak alienasi dari kesadaran sejarah hukum terhadap arah bangsa dan masa depan demokrasi di Indonesia.
Selanjutnya, Suraya Afiff, Ph.D, seorang antropolog dan aktivis lingkungan, berbicara tentang konflik agraria yang berkepanjangan, serta dampaknya terhadap keadilan ekologis dan perusakan lingkungan. Sementara itu, Prof. M.R. Andri Gunawan Wibisana yang merupakan ahli hukum lingkungan dari FHUI mengupas isu korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat dan lingkungan.
Setelah opening plenary, konferensi dilanjutkan dengan diskusi 19 panel yang membahas berbagai topik penting pluralisme hukum. Beberapa di antaranya mencakup aspek teoretis dan konseptual pluralisme hukum, pluralisme hukum dalam keadilan antarbudaya, hubungan manusia dan alam dalam perspektif hukum, hukum adat dan otoritas tradisional, serta hukum keluarga agama dan hak asasi manusia.
Melalui panel diskusi tersebut, para peserta diharapkan dapat memperluas dan memperdalam diskusi mengenai pluralisme hukum dalam konteks global yang semakin kompleks. Para akademisi, praktisi, dan aktivis dapat bertukar wawasan, membangun jejaring internasional, dan mendorong terciptanya solusi hukum yang lebih inklusif dan berkeadilan. Konferensi ini menjadi momentum penting bagi pengembangan keilmuan dan perumusan kebijakan hukum yang lebih responsif terhadap tantangan global saat ini.
###
Penulis: Humas FH/Editor: Sasa