Melalui Direktorat Inovasi dan Inkubator Bisnis (DIIB), UI menyiapkan bekal bagi para mahasiswa untuk menjadi pengusaha muda Indonesia. Berbagai pelatihan bisnis diadakan untuk menginisiasi lahirnya pengusaha-pengusaha baru. Seperti dalam penyelenggaraan pelatihan bisnis bertajuk“Innovation & Entrepreneurship: Seminar and Exhibition Universitas Indonesia (I SEE UI 2015)” dan “How to Start and and Sustain Your Business” pada 6 Mei dan 19—20 Mei 2015 lalu.
Menurut Kasubdit Inkubator Bisnis DIIB UI, Nurul Safitri, S.Sos., M.A, pelatihan bisnis bertujuan sebagai sarana pembelajaran terhadap mahasiswa UI untuk mengenal bisnis sejak dini, “Kegiatan ini sebagai upaya pemberian pengetahuan tentang cara meningkatkan capacity building dalam bisnis karena belum semua tahu mengapa kita harus menjadi pengusaha serta bagaimana cara memulai dan menjalankan bisnis,” tuturnya.
Nurul menambahkan bahwa profesi menjadi seorang pengusaha bukanlah profesi cadangan ketika tidak diterima oleh perusahaan atau instansi mana pun, tapi profesi tersebut justru seharusnya dirintis sebagai profesi yang utama. CEO PT. Pronic Indonesia, Christoper Emile Jayanata, mengungkapkan hal senada. pelopor ayam berkualitas organik. pengusaha ayam yang sudah beberapa kali menjadi pembicara dalam berbagai pelatihan enterpreneurship tersebut turut menuturkan, “Enterpreneur adalah profesi yang paling mulia karena membuka lapangan pekerjaan dan bermanfaat untuk banyak orang,” ungkap Emile.
Lebih lanjut Emile mengatakan, pembelajaran enterpreneurship lebih efektif bila dilakukan dengan cara berkelompok, berdiskusi, praktek, dan dilanjutkan dengan sama-sama memberikan ilmu yang dimiliki terhadap orang lain, “Seorang enterpreneurs harus mau mengajar,” ungkap Emile lagi.
Sementara itu, dalam kesempatan lain Direktur Kebijakan dan Difusi Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Dr. Ir. Iwan Sudrajat, MSEE mengatakan bahwa penguatan sistem inovasi merupakan salah satu faktor untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing. Dalam pemaparannya, Iwan menampilkan sebuah data yang menunjukkan bahwa kecenderungan pengangguran terdidik di Indonesia (diploma dan sarjana) sangat tinggi, yaitu mencapai 626.621 jiwa per 2009. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena 70 persen lulusan perguruan tinggi di Indonesia ingin bekerja dengan orang lain atau pada perusahaan lain. Padahal, sumber daya alam di Indonesia cukup tinggi untuk dimanfaatkan demi mengembangkan program inovasi dan kewirausahaan.
Iwan juga menegaskan bahwa jika pengembangan SDM pada 2010 hingga 2040 di Indonesia bermutu, angka kebergantungan akan terus berkurang. Namun, bila tidak, justru akan terjadi bencana demografi. Maka, lanjutnya, yang harus dilakukan oleh SDM di Indonesia adalah dengan berwirausaha dan melakukan inovasi sehingga akan mendorong pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan.
Lebih lanjut Iwan berpendapat bahwa untuk menjadi seorang pengusaha inovatif, seseorang harus memiliki sifat dan karakter seperti yakin (percaya diri dan berani gagal), kreatif-inovatif (memahami keinginan pasar, berbasis IPTEK, dan mengedepankan inovasi), serta terencana (memiliki rencana bisnis).
Sementara itu, sebagai pemapar terakhir, Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI Dr. Avanti Fontana, SE DEA, CF, CC juga menyebutkan bahwa salah satu faktor penting dari proses berwirausaha adalah dengan melakukan inovasi. Menurutnya, inovasi itu bukan hanya sekadar menciptakan produk, barang, atau jasa baru, tetapi lebih dari itu.
“Inovasi adalah keberhasilan secara sosial dan ekonomi karena diperkenalkannya cara baru atau kombinasi baru dari cara lama dalam mengubah input menjadi output sedemikian rupa sehingga menghasilkan perubahan besar pada manfaat yang dirasakan oleh konsumen,” paparnya.
Avanti juga menyebutkan bahwa keberhasilan sebuah inovasi diukur melalui lima kinerja, di antaranya kinerja teknis (keberhasilan organisasi atau individu dalam mengubah ide menjadi produk), kinerja komersial (keberhasilan suatu produk saat disebar ke pasar; idealnya, produk laku keras dan menguntungkan), kinerja ekonomi, dan kinerja sosial (proses tidak membahayakan atau setidaknya orang yang tidak membeli produk minimal tidak dirugikan).
“Inovator bukan pengambil risiko, tetapi mereka adalah pengambil peluang. Dan, untuk menjadi sukses dalam inovasi dan bisnis, bukan berdasarkan kepribadian seseorang. Dalam hal ini, pola pikir menjadi hal yang penting untuk mendasari inovasi atau bisnis yang kita bangun,” pungkas Avanti, menutup diskusi.
Penulis: Frista Nanda Pratiwi / Jumali Ariadinata