id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

UI Gelar Seminar Tantangan dan Kebijakan Vaksin Merah Putih untuk Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19

Direktorat Inovasi dan Science Techno Park Universitas Indonesia (DISTP UI) menyelenggarakan seminar daring bertajuk “Tantangan & Kebijakan Pengembangan Vaksin Merah untuk Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19” pada Jumat (22/1).

Kegiatan ini merupakan salah satu upaya UI berkontribusi menanggulangi pandemi COVID-19 di Indonesia, yang bertujuan memaparkan perkembangan pengembangan Vaksin Merah-Putih dan merupakan salah satu upaya mendapatkan masukan publik bagi kajian roadmap pengembangan Vaksin Merah Putih.

Prof. Bambang P. Sumantri Brodjonegoro, Ph.D, Menteri Riset dan Teknologi,  Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) hadir sebagai pembicara kunci dan narasumber lainnya adalah Dr. dr. Budiman Bela, SpMK (Ketua Tim Pengembang Vaksin Merah Putih UI), Prof. Dr. apt. Amarila Malik, M.Si sebagai Ketua Tim Kajian Roadmap Manajemen Pengembangan Vaksin Merah Putih, dr. R. Fer Ibrahim, M.Sc., Ph.D, SpMK (Ketua Tim Kajian Roadmap SDM Pengembangan Vaksin Merah Putih), dan Indra Rudiansyah, M.Si (Tim Pengembang Vaksin Oxford-Astra Zeneca UK).

 

Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D, menyampaikan “Meskipun dalam masa pandemi, peneliti UI turut aktif dalam melakukan riset dan pengembangan produk dari berbagai disiplin ilmu. UI telah melakukan banyak inovasi bagi pemerintah dalam upaya penanggulangan pandemi Covid-19, salah satunya adalah pengembangan vaksin DNA dan mRNA. Webinar ini merupakan kontribusi UI dengan tujuan vaksin ini dapat bermanfaat bagi Indonesia. Saat ini vaksin adalah salah satu harapan terbesar masyarakat Indonesia untuk perbaikan kesehatan dan ekonomi. Menurut Romer, model pertumbuhan Endogenous, salah satu modal terbesar ekonomi adalah human capital, dan human capital memiliki fungsi memperbaiki kesehatan. Diharapkan vaksin ini nantinya dapat menjadi daya ungkit untuk meningkatkan ekspektasi masyakarat, daya beli masyarakat, sehingga masyarakat dapat kembali berfungsi dan perekonomian dapat berputar kembali di akhir 2021,” ujarnya. Vaksin merah-putih hasil riset UI diharapkan dapat bersinergi dengan mitra industri farmasi, dengan triple helix antara pemerintah, perguruan tinggi dan industri dapat terwujud.

Dalam pidatonya Prof. Bambang memparkan “Webinar ini tidak hanya membahas kebutuhan jangka pendek penyediaan Vaksin Merah-Putih namun kebijakan jangka panjang untuk mendorong kesehatan yang beriorientasi preventif di Indonesia. Sebagai bagian dari upaya perlindungan dan pencegahan terhadap penyakit maka vaksin merupakan instrumen utama. Pemerintah melakukan double track, yaitu impor vaksin Sinovac, di sisi lain mendorong pengembangan kemandirian vaksin, yaitu Vaksin Merah-Putih. Vaksin yang ada saat ini, tidak akan menimbulkan daya tahan tubuh seumur hidup, sehingga diperlukan vaksin booster. Oleh karena itu, keberadaan Vaksin Merah-Putih merupakan kebutuhan, bukan sebagai pelengkap. Adanya vaksin yang sudah dikembangkan jauh lebih cepat dari Indonesa, menjadi kesempatan Indonesia untuk mempelajari dan update kemampuan teknologi dalam pengembangan vaksin, terutama pada platform. Kemristek mendorong sebanyak mungkin institusi yang terlibat karena fokus pemerintah tidak jangka pendek dan adanya berbagai penyakit seperti malaria, demam berdarah, hepatitis B, dan lain lain dan juga antisipatif terhadap pandemi jenis lain di masa depan. Kemandirian vaksin dan momentum kemampuan pengembangan vaksin merah-putih harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kemristek mendorong 6 platform yang saat ini sedang dikembangkan oleh Lembaga Eijkman, LIPI, dan 4 Universitas yaitu UI, ITB, Unair, dan UGM.”

Prof. Bambang menyambut antusias karena dalam waktu relatif singkat Kemristek dapat mengidentifikasi institusi mana yang memiliki kemampuan/teknologi dan minat untuk pengembangan vaksin. Penelitian vaksin yang dilakukan UI bernama “Vaksin Merah-Putih Platform UI”, yaitu UI mengembangkan vaksin DNA, mRNA, dan Virus-Like-Particles (VLP). Prof. Bambang juga berterima kasih kepada dr. Budiman Bela dan tim yang telah berupaya mengembangkan sesuatu yang baru melalui DNA, mRNA, dan VLP.

Triple Helix Percepatan Pengembangan Vaksin diperlukan kerja sama dari Industri, Pemerintah, dan Akademisi. Selain biofarma, ada PT Biotis, Tempo Scan, dan Kalbe Farma berinvestasi untuk pengembangan vaksin. Menurut Menristek, Indonesia sebaiknya tidak bergantung pada vaksin impor utuh sehingga Indonesia mendorong potensi kerja sama dengan industri farmasi swasta di bawah koordinasi PT Bio Farma guna memenuhi kebutuhan vaksin di Indonesia, dan diharapkan nantinya dapat mengekspor vaksin.

Selain potensi, selanjutnya tugas Kemristek merangkai kerja sama riset dan inovasi dari hulu sampai hilir untuk mewujudkan kemandirian vaksin di Indonesia. Mengenai tantangan pengembangan vaksin di Indonesia, Menristek menyampaikan hanya memiliki satu pabrik vaksin, yaitu Biofarma, yang sanggup memproduksi vaksin dengan 2 platform yaitu in-activity virus seperti Sinovac, dan protein rekombinan.

 

Hal ini menjadi peluang, bahwa industri vaksin di Indonesia prospektif, karena pengembangan vaksin tidak akan berhenti produksi selain kebutuhan pandemi, juga untuk memenuhi kebutuhan Kesehatan masyarakat Indonesia yang berjumlah 270 juta jiwa.

Ia berharap pada dua tahun ini, keberadaan vaksin dapat menciptakan herd immunity sehingga keseimbangan antara pemulihan ekonomi dengan pemulihan kesehatan dapat tercapai, sehingga masyarakat dapat berativitas kembali dengan normal.

Direktur Direktorat Inovasi dan Science Techno Park (DISTP) UI Ahmad Gamal, S.Ars., M.Si., MUP, Ph.D., melaporkan bahwa webinar ini merupakan kulminasi dari seluruh aktivitas UI yang terkait dengan persiapan vaksin merah-putih, terutama yg dikembangkan oleh Sivitas Akademika UI. Seluruh kegiatan ini mendapat dukungan penuh kemristek melalui pendanaan konsorsium Riset covid-19.

Pembicara pertama, Budiman Bela, memaparkan presentasi berjudul “Platform Vaksin Covid-19 Merah-Putih: Dasar Pemilihan Platform serta Tantangan dalam Pengembangan & Hilirisasi”. Menurutnya, saat ini UI mengembangkan penelitian terkait 4 platform pengembangan vaksin, yaitu Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), Ribonukleat Acid (RNA), Subunit Rekombinan, Viral Like Particles (VLP). “Sampai saat ini, Vaksin DNA yang UI kembangkan sudah pada tahap uji coba pada hewan, dan sebentar lagi akan masuk tahap stabilitas dan efisiensi produksi. Diharapkan setelah itu, vaksin DNA ini bisa segera memasuki tahap uji pre-klinik, sedangkan platform vaksin yang lain masih pada tahap perancangan dan konstruksi,” ungkapnya.

Masing-masing jenis platform ini mempunyai kelebihan dan kekurangan namun kita sebagai sebuah negara pada akhirnya tetap harus memilih. Menurutnya, banyak faktor yang harus dipertimbangkan ketika memilih suatu platform vaksin, diantaranya tingkat perlindungan, tingkat efektifitas, keamanan, serta tingka kemudahan proses produksi (manufaktur) dan distribusinya.

Related Posts