id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

UI Kuatkan Kapasitas Desa, Gali Potensi Mangrove di KEE Teluk Pangpang, Banyuwangi

Depok, 17 September 2024. Universitas Indonesia (UI) melalui Klaster Riset Innovation and Comparative
Governance (ICG) Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) dan Sustainable Development Goals (SDGs) Hub UI
melakukan upaya pengembangan potensi mangrove di Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Teluk Pangpang,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Pengembangan dilakukan dalam bentuk advokasi dan bimbingan
pembuatan Fishbone Analysis yang dilaksanakan pada Agustus lalu.
Ketua Klaster Riset ICG FIA UI, Prof. Dr. Teguh Kurniawan, M.Sc., mengatakan bahwa program ini bertujuan
untuk memperluas manfaat mangrove di berbagai sektor, seperti ekologi, pariwisata, pangan berkelanjutan, dan
pendidikan alam/lingkungan. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari riset kolaboratifnya bersama Prof. Jacob
Torfing dari Roskilde University, Denmark.
Dalam riset terkait Governing Green Transition (GOGREEN), ditemukan banyak aparatur desa yang belum
memahami dan mengadaptasi SDGs ke dalam perencanaan desa. Oleh karena itu, untuk memperluas
pengetahuan masyarakat tentang pembangunan berkelanjutan, Prof. Teguh bersama tim, yakni Salsabila
Amanda Putri dan Lintang Shafa, memberikan pelatihan kepada perangkat desa, anggota komunitas, serta
masyarakat di empat desa, yakni Kedunggebang, Wringinputih, Kedungasri, dan Kedungringin.
“Dengan adanya pelatihan ini, masyarakat diharapkan dapat mengidentifikasi permasalahan desa yang
berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan, serta menemukan solusi yang selaras dengan perencanaan
desa. Tentunya, pengetahuan SDGs akan bermanfaat dalam pengelolaan potensi mangrove yang ada di desa
tersebut,” kata Prof. Teguh.
Empat desa di wilayah KEE Teluk Pangpang ini memang ditumbuhi lebih dari 20 jenis mangrove. Potensi
mangrove ini tidak hanya mendatangkan nilai ekologis/lingkungan, tetapi juga menyokong nilai ekonomi
daerah tersebut. Dari berbagai jenis mangrove yang tumbuh, terdapat mangrove jenis Acanthus ebracteatus
yang diolah daunnya menjadi keripik dan minuman sari mangrove. Selain itu, warga di Desa Wringinputih juga
membudidayakan mangrove jenis Sonneratia alba yang mengandung zat antioksidan dan mampu
menyembuhkan penyakit bisul.
Menurut Ketua Kelompok Tani Hutan Makmur Desa Wringinputih, Hendro, ada sejumlah mangrove yang saat
ini dikembangkan untuk potensialisasi perdagangan karbon (carbon trade). “Perdagangan karbon ini
berkontribusi menambah devisa negara karena mangrove menjadi tanaman yang dibutuhkan dalam
menanggulangi perubahan iklim di masa depan,” ujarnya.
Selain manfaat mangrove, Tim Peneliti UI juga menemukan bahwa ekosistem di bawah mangrove dapat
menghidupkan biota laut di sekitarnya, seperti kerang, udang, dan kepiting. Hal ini dibuktikan dengan adanya
kepiting soka yang dibudidayakan sesuai dengan kondisi hidup mangrove. Kepiting ini dapat ditemukan di Desa
Kedunggebang dan dijual ke berbagai daerah—salah satunya Bali—dengan harga mencapai Rp120.000/kg.
Melalui program pengabdian ini, Tim UI bersama Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Dr. Dodik Siswantoro,
M.Sc., berupaya menggali keunggulan Teluk Pangpang terkait multifungsi mangrove. UI berupaya
meningkatkan kapasitas dan pengetahuan masyarakat tentang SDGs Desa agar mereka mampu mengembangkan
keunggulan desa. “KEE Teluk Pangpang memiliki potensi yang luar biasa sebagai penyokong green economy
melalui mangrove. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan mangrove agar
pariwisata, ekonomi, ekologi, dan ketahanan pangan di wilayah ini dapat terbangun,” ujar Prof. Teguh.

Related Posts