iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

UPT K3L Ulas Dampak Climate Change Terhadap Biodiversitas

Depok, 24 Agustus 2023. Indonesia memiliki kekayaan biodiversitas (keanekaragaman hayati) yang tinggi, sehingga dikenal sebagai mega diversity country. Biodiversitas mengacu pada variasi sumber daya hayati dari tingkat ekosistem, spesies, dan genetik. Kekayaan biodiversitas ini dijaga melalui beragam bentang alam yang berfungsi sebagai habitat alami biodiversitas. Akan tetapi, kondisi perubahan iklim yang terjadi belakangan ini ternyata berdampak pada upaya konservasi biodiversitas.

Melalui webinar bertajuk “Perubahan Iklim dan Dampaknya pada Konservasi Biodiversitas di Indonesia”, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L), Universitas Indonesia (UI) mengundang narasumber untuk mengulas gambaran konservasi biodiversitas yang dilakukan di Indonesia. Diskusi yang diadakan pada 22–23 Agustus 2023, ditayangkan secara langsung melalui kanal Zoom Meeting.

Adapun keempat narasumber pada webinar tersebut adalah tiga dosen dari Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI, yaitu Dr. Nurul L. Winarni, Dr. Luthfiralda Sjahfirdi, M.Biomed., dan Dr. Windri Handayani, M.Si.; serta Manajer Program Lanskap Berkelanjutan, Wildlife Conservation Society Indonesia, Dr. Ir. Titiek Setyawati, M.Sc.

Dr. Luthfiralda Sjahfirdi menyebut bahwa konservasi yang dilakukan merupakan usaha pelestarian flora dan fauna yang bertujuan untuk menjaga keberadaan populasi hewan dan tumbuhan di dalam suatu ekosistem. Upaya konservasi ini diterapkan di kawasan yang memiliki karakter khas, seperti dihuni spesies langka dan endemik, atau terancam mengalami kepunahan, atau memiliki potensi kegunaan besar jika dilestarikan.

Ada dua metode konservasi sumber daya alam, yaitu metode in-situ dan ex-situ. Konservasi in-situ adalah kegiatan konservasi flora/fauna yang dilakukan di dalam kawasan habitat asli, seperti kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa) atau kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam). Sementara itu, konservasi ex-situ adalah kegiatan konservasi flora/fauna yang dilakukan di luar kawasan, misalnya kebun raya, kebun binatang, atau taman safari.

Menurut Dr. Windri, Indonesia sebagai salah satu wilayah dengan tingkat biodiversitas tertinggi di dunia memegang peranan penting dalam melestarikan berbagai jenis flora yang terancam punah, khususnya jika flora tersebut bersifat endemik dan sulit dijumpai di wilayah lain. Setidaknya terdapat dua nilai biodiversitas yang ada pada flora, yaitu nilai yang terlihat (pengobatan, pertanian, ekoturisme) dan nilai yang tidak terlihat (regulasi iklim, mencegah erosi tanah, menyediakan air bersih). Oleh karena itu, pemanfaatan flora di Indonesia harus dilakukan dengan mengedepankan prinsip konservasi guna menjamin keberlanjutan spesies flora yang dikomersialisasi.

Tidak hanya flora, konservasi juga diperlukan untuk mempertahankan kelestarian fauna. Dr. Nurul melihat bahwa ada dampak yang sangat signifikan dari adanya perubahan iklim terhadap biodiversitas flora dan fauna. Perubahan iklim mengancam hilangnya habitat satwa, perubahan distribusi tumbuhan dan satwa, perubahan kelimpahan, serta perubahan fenologi (berbiak, migrasi, dan sebagainya).

Dr. Nurul memberi contoh dampak kasus deforestasi. Deforestasi menyebabkan perubahan curah hujan dan memperbesar peluang terjadinya kebakaran hutan. Hal ini karena tanaman yang berfungsi melindungi hutan dari panas matahari hilang, sehingga terjadi kekeringan. Jika hutan mengalami kebakaran hebat, berbagai jenis fauna akan kehilangan habitatnya sehingga mereka akan melakukan migrasi ke tempat lain. Distribusi spesies tumbuhan dan hewan yang masif tersebut turut mengubah karakteristik bioma serta struktur dan fungsi ekosistem, sehingga persediaan oksigen, air bersih, makanan, obat-obatan, dan perlindungan terhadap bencana pun berubah.

Relasi perubahan iklim terhadap seluruh aspek kebutuhan manusia ini berkaitan erat dengan poin-poin yang ada dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Climate Action yang ada di poin 13 SGDs ternyata berpengaruh pada poin SDGs lainnya, yaitu poin ke-2 Zero Hunger, poin ke-3 Good Health and Well-Being, poin ke-6 Clean Water and Sanitation, poin ke-7 Affordable and Clean Energy, poin ke-14 Life Below Water, serta poin ke-15 Life on Land.

Selain itu, tantangan pelestarian biodiversitas ini juga dihadapi oleh masyarakat yang hidup di daerah perkotaan. Pelestarian hutan dan keberadaan ruang hijau di wilayah perkotaan merupakan amanat undang-undang yang harus diperjuangkan secara konsisten. Dalam hal ini, Dr. Titiek menyebut bahwa pada dasarnya manusia harus bersedia untuk hidup berdampingan dengan hewan dan tumbuhan di sekitarnya.

“Pembangunan kawasan Ibukota Negara (IKN) dengan konsep ‘kota hutan’ yang sedang direncanakan oleh pemerintah harus menjamin ketersediaan space antara manusia dan hewan serta tumbuhan. Hal ini karena konsep kota hutan didefinisikan sebagai hidup berdampingan dengan penghuni hutan itu sendiri,” ujar Dr. Titiek.

Related Posts